Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Vila di kawasan Puncak kembali dituding se-bagai pemicu banjir hebat di Jakarta pada awal Februari lalu. Sekali lagi Pemerintah Kabupa-ten Bogor dinilai tidak becus menata kawasan pegunungan ini. Faktanya, jumlah vila liar di sana memang sudah menembus angka 1.000. Di Tugu Utara saja, desa tertinggi di wilayah ini, jumlah vila berlipat empat dari hanya 100 pada 2003. Padahal tata ruang kawasan ini dikawal Keputusan Presiden Nomor 114 Tahun 1999.
Tempo berharap mendapat cerita soal ini dari Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Bogor Agus Utara Effendi. Agus sungguh tepat memberikan keterangan karena, hingga periode keduanya sebagai bupati, tak sekali pun dia membuat gebrakan besar untuk me-nertibkan kawasan Puncak. Sayang, Bupati tak sudi ditemui. Ia menyodorkan wakilnya, Albert Pribadi.
Menurut catatan Tempo, Albert tak kurang—mungkin lebih—berkompeten memberikan keterangan soal Puncak dibanding Agus. Hanya, ia orang kedua di kabupaten ini. Tapi Albert, bukan Agus, yang duduk semeja dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla serta gubernur DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten untuk membicarakan banjir besar di Ibu Kota pada Februari lalu. Ia mewakili Pemerintah Kabupaten Bogor sebagai pemangku kawasan Puncak. Berikut ini petikan wawancara tim Tempo dengan Albert.
Apa yang dibicarakan dengan Wakil Presiden di Bandar Udara Halim Perdanakusuma?
Itu rapat koordinasi. Kami membicarakan banjir di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi. Sebelum rapat, kami survei dulu melalui udara.
Hasilnya?
Rapat menyimpulkan penggunaan lahan di Bogor, khususnya Puncak, sudah tidak benar. Puncak memang dilindungi keputusan presiden tentang tata ruang, tapi keppres ini tidak memberikan sanksi bagi pelanggar. Karena itu, akan dibuat undang-undang yang memberikan hukuman. Undang-undang ini sudah masuk DPR.
Jadi vila liar nanti bakal habis dari Puncak?
Yang jelas, pemerintah daerah tidak pernah secara resmi memberikan izin sejak zaman baheula. Tapi pembangunan vila sudah terjadi sejak zaman baheula. Kalau mau jujur, saya belum menginjak Bogor, di Puncak sudah banyak vila. Namun, pascabanjir ini, pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten terba-ngun untuk menata kembali kawasan ini. Dan kami sedang bergiat melakukannya.
Banjir sudah lewat beberapa bulan. Mengapa hingga saat ini kegiatan penertiban itu belum ada?
Inginnya sih seperti membalikkan tangan. Tapi kan ada proses, seperti proses administrasi, survei lapangan, dan penelitian kembali aspek lingkungannya. Kami berprinsip jangan sampai salah bertindak. Karena itu, kita libatkan tiga dinas, Dinas Cipta Karya, Lingkungan Hidup, dan Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja). Jadi bukan tidak ada nyali, tapi kita harus melakukannya berdasarkan aturan. Sehingga, begitu kita bergerak, tidak ada serangan balik untuk mem-PTUN-kan kami.
Banyak vila liar itu milik orang Jakarta terkenal, dari mantan pejabat hingga para jenderal? Berani membongkar?
Saya hanya mengatakan vila-vila itu milik orang Indonesia. Harap maklum dengan kalimat itu. Nanti mungkin akan ketahuan siapa saja pemiliknya. Tapi, prinsipnya, kami membongkar vila-vila itu karena mereka salah.
Mengapa penertiban tidak dilakukan jauh-jauh hari, misalnya seusai banjir 2002?
Sebelum ini, pemerintah daerah juga sudah berjalan melakukan pe-nertiban.
Berapa vila yang pernah ditindak saat itu?
Itu ada. Hanya, penertiban waktu itu juga belum sistematis. Dulu juga belum ada peraturan daerahnya. Kini ada Perda Nomor 8/2006 (tentang Keter-tiban Umum) yang bisa dipakai sebagai alat untuk melakukan penertiban.
Kapan penertiban dimulai?
Rencananya pada pertengahan bulan ini. Cipta Karya sudah memberikan teguran.
Berapa vila yang akan dibongkar?
Jumlah bangunan tak berizin di kawasan Puncak ada 1.162. Agar tidak ada masalah, jumlah tersebut masih diteliti kembali oleh Cipta Karya. Tapi yang sudah diajukan ke Satpol PP itu 544 bangunan. Prinsipnya, semua vila yang dilaporkan Cipta Karya akan ditindak Satpol PP. Sedangkan pelaksanaannya akan dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama akan dirobohkan 21 unit, tahap kedua 54 unit, tahap ketiga 51 unit, dan seterusnya.
Pemda menjamin tidak bakal terjadi tebang pilih?
Mudah-mudahan bisa dijamin. Vila yang akan ditertibkan oleh Satpol PP itu kan berdasarkan rekomendasi dari Cipta Karya. Jadi kita bisa lihat mana saja yang dibongkar.
Kegiatan ini pasti memiliki dampak sosial dan ekonomi terhadap masyarakat di sekitarnya….
Ah, dampaknya tidak begitu besar. Akan lebih besar jika kita membongkar pedagang kaki lima (jumlahnya 500-an) daripada vila.
Kendala apa yang diperkirakan paling berat dalam penertiban ini?
Mungkin hanya medan. Tidak ada kendala lain. Tekanan juga tidak ada. Sebab, kalau mereka (pemilik vila) merasa benar, mereka sudah menghadap dengan menunjukkan bukti. Kalau mereka tidak datang, berarti mereka mengerti bahwa mereka salah.
Apa upaya lain untuk mengurangi debit banjir kiriman dari kawasan Puncak?
Pemerintah pusat berencana membangun Waduk Ciawi seluas 300 hektare. Biayanya Rp 2,5 triliun. Juga akan menghijaukan kembali lahan yang ada.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo