Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Alergi adalah suatu respons tubuh yang disebabkan sistem kekebalan tubuh tidak normal. Risiko akan lebih tinggi pada anak yang memiliki riwayat alergi dalam keluarga. Jika kedua orang tua memiliki riwayat alergi maka 60-80 persen anak akan memiliki manisfestasi yang sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Efek dari alergi tidak hanya pada gangguan kesehatan secara fisik seperti gangguan tumbuh kembang anak, tetapi juga aspek psikologis. Alergi mempengaruhi emosional anak karena memicu tantrum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Psikolog Putu Andani menyampaikan hasil penelitian bahwa anak yang alergi dapat mengalami angguan daya ingat, kesulitan bicara, konsentrasi berkurang, hiperaktif, dan lemas.
"Sedangkan bagi orang tua, munculnya gejala alergi pada anaknya dapat menimbulkan kecemasan berlebih atau lebih parahnya sampai perasaan depresi," ucapnya dalam Bicara Gizi "Mencegah Alergi si Kecil dengan Deteksi Risiko Alergi dan Asupan Nutrisi yang Tepat Sejak Dini" pada Kamis, 25 Juni 2020.
Psikolog dari TigaGenerasi ini mengatakan, secara sosial anak dan orang tua bisa merasa rendah diri dan menyerah. Jika hal ini terjadi, pencegahan terhadap risiko alergi pada anak dapat terhambat.
Baca: Hati-hati, Alergi Makanan Memicu Kecemasan pada Anak
“Untuk itu, orang tua harus menanamkan semangat positif dan optimistis bahwa pencegahan alergi dapat dilakukan sejak dini. Jika reaksi alergi terjadi sebaiknya orang tua jangan panik, usahakan agar si Kecil tetap tenang, jangan berasumsi tentang penyebab alergi si Kecil, lakukan validasi langsung dengan ahlinya,” papar Putu
Jika dampak alergi telah memicu anak tantrum, apa yang bisa orang lakukan? Putu memberi saran, hal pertama bisa dilakukan agar tidak panik dan cemas berlebihan ialah menanamkan mindset bahwa tantrum merupakan bagian dari fase tumbuh kembang anak.
"Terima dulu perasaan anak, baik itu stres, cemas, dan marah. Kita beri label perasaan dia, kesal dan sedih. Kemudian temani anak saat ia merasakan dirinya," kata dia.
Emosi pada anak seperti roller coaster, ada kalanya naik dan turun. Orang tua perlu mendampingi anak ketika emosinya sedang turun.
"Sehingga anak akan mencapai kematangan emosi jika kembali tantrum. Temani anak tapi jangan menggurui," imbau Putu.
Untuk orang tua, Putu mengatakan sangat penting merasakan momen saat hendak marah. Ketika sedang mengalami stres, sebaiknya tidak melakukan interaksi dengan anak agar mereka tidak kebingungan ibunya marah-marah. Lakukan latihan pernapasan untuk menyamankan diri dan menurunkan detak jantung agar lebih rileks.
"Bisa juga menggunakan metode self talk ketika momen stres sudah tinggi. Tanyakan pada diri sendiri apa yang membuat kita khawatir dan marah baru kemudian berpikir mau bagaimana langkah selanjutnya," ujar Putu.