Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Aliansi Menggulingkan Golkar

Ketua PRD, Budiman Sudjatmiko, mengaku menjalin aliansi strategis dengan PKB.

18 Februari 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KANTOR Golkar dan demonstran kini menjadi dua frase yang seperti tak bisa dipisahkan. Di mana ada kantor Golkar--terutama di Jawa--di situ ada massa demonstran berkumpul. Setelah jatuhnya vonis memorandum DPR kepada Presiden Abdurrahman Wahid, Golkar memang jadi sasaran amuk massa pendukung Presiden. Jumat pekan lalu, giliran kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Golkar Jakarta yang diserbu massa. Ratusan mahasiswa yang menamai dirinya Aliansi Bubarkan Golkar (ABG) menyemut di sekitar kantor DPD Golkar di kawasan Cikini, Jakarta Pusat. Kelompok ini adalah kumpulan dari organisasi mahasiswa pendukung Abdurrahman, seperti Jaringan Rakyat, Front Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Famred), Front Kota, Liga Mahasissawa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Forum Indonesia Semesta, dan Front Aksi Mahasiswa UI. Hingga lepas isya, mereka berpawai dari kampus UI Salemba dan menutup jalan di sekitar kawasan itu. Tak ada hal serius yang terjadi, sampai beberapa mahasiwa tiba-tiba melemparkan bom molotov ke arah gedung. Api menyala, untung tak membesar. Polisi yang sejak sore diturunkan di sekitar lokasi bergerak. Tembakan peringatan dilepaskan, dan mahasiwa kalang kabut. Hasilnya, tujuh mahasiwa ditangkap dan beberapa lainnya dilarikan ke rumah sakit karena luka-luka terkena gebukan aparat. Peristiwa ini merupakan rangkaian dari aksi sejenis yang terjadi sebelumnya. Yang terbesar di Jawa Timur, daerah yang menjadi basis pendukung Presiden Abdurrahman. Kantor DPD Golkar provinsi itu habis dilalap api. Selain Surabaya, aksi itu tersebar ke kawasan Probolinggo, Pasuruan, Banyuwangi, Nganjuk, Kediri, Sidoarjo, dan Lamongan. Tak berhenti di Jawa Timur, aksi meluas hingga Semarang, Yogyakarta, dan Bandung. Selain remuk dilempari baru, pintu masuk kantor Golkar juga disegel demonstran. Di Bandung, bahkan pintu ruang Fraksi Golkar dan TNI DPRD ditempeli stiker bernada menghina, "Ini toilet wanita." Dalam langkah lain, Ketua Partai Rakyat Demokratik (PRD) Budiman Sudjatmiko juga mengadukan Akbar Tandjung ke polisi. Akbar menuduh PRD berada di belakang aksi anarkis di Jawa Timur. Budiman juga menangkis tudingan bahwa Ketua Wilayah PRD Jawa Timur, Heru Krisdianto, menjadi dalang aksi. "Itu tuduhan tak berdasar, karena Heru sudah sembilan bulan ini nonaktif dari PRD, sibuk menyelesaikan skripsi," kata Budiman. Tapi, Budiman tidak menyangkal pihaknya menjalin koalisi strategis dengan Partai Kebangkitan Bangsa, partai pendukung Presiden. Idenya adalah bagaimana mengikis kekuatan Orde Baru, termasuk Golkar, sampai ke akar-akarnya. Alasannya, Golkar adalah mesin politik Orba yang membuat kekuasaan Soeharto bertahan hingga 32 tahun. Golkar pula yang memfasilitasi dwifungsi TNI melalui penyediaan jalur TNI dalam birokrasi partai itu. "Sejak pertengahan tahun lalu, PRD telah menjalin kontak dengan berbagai elemen prodemokrasi, termasuk PKB," kata Budiman. Pertanyaannya, kenapa aksi massa baru dilakukan sekarang, bertepatan dengan kemarahan massa setelah Presiden divonis memorandum. Dalam kacamata PRD, juga sejumlah organisasi mahasiswa pro-Presiden lainnya, persoalannya memang bukan mendukung atau tidak mendukung Presiden. Bagi Budiman, jika Presiden Abdurrahman jatuh, yang akan naik adalah Golkar dan TNI. Ini merusakkan semua skenario reformasi. Selain itu, seperti juga dalam aksi-aksi massa PRD yang lain, partai ini memang ingin memanfaatkan momentum. "Hal yang sama juga kita pakai ketika mendukung Megawati untuk memukul Soeharto dalam Kasus 27 Juli," tuturnya. Dengan skenario ini, tak aneh memang jika aksi menentang Golkar belum akan segera surut dalam satu-dua pekan ini. Golkar sendiri menyadari posisinya sulit. Itulah sebabnya, menurut seorang sumber di PDI-P, Akbar Tandjung sedang berusaha menjalin lobi dengan Ketua PDI-P Megawati untuk mencari dukungan. Tapi, cerita ini dibantah Akbar. "Tidak ada lagi lobi-lobian," katanya. Posisi Golkar memang sulit. Selama Orde Baru, partai ini telah menjadi semacam partai tunggal seperti partai komunis di Eropa Timur. Namun, seperti komunis Eropa Timur, Golkar belum akan pudar, bahkan punya potensi tampil kembali dalam pemilu mendatang karena absennya partai tandingan yang solid, bersih, dan profesional dari kaum reformis. Apalagi jika Golkar, seperti PDI-P di masa lalu, bisa memotret diri sebagai "kelompok tertindas"?ironisnya, itu berkat sikap keras PRD, partai kecil yang tak memperoleh kursi dalam pemilu lalu. Arif Zulkifli, Iwan Setiawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus