Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Amarah Iwan dan Pertemuan Pattimura

Sebelum peristiwa penyiraman air keras, Novel Baswedan diberi tahu petinggi polisi akan ada teror terhadap dirinya. Sempat bertemu dengan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian.

2 Agustus 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NADA suara Komisaris Jenderal Mochamad Iriawan meninggi saat mengingat per-nyataan Hendardi bahwa dia sudah diperiksa tim gabungan pencari fakta kasus penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan. Bekas Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya ini mengatakan anggota tim bentukan Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian itu terpeleset lidah. “Saya geram. Padahal TGPF datang ke sini cuma ngobrol,” ujar Iriawan, yang kini menjadi Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional, pertengahan Juli lalu.

Iwan—begitu Iriawan kerap disapa—geram karena setelah muncul pernyataan itu banyak pemberitaan yang mengaitkan dia dengan kasus penyiraman air keras terhadap Novel pada Selasa subuh, 11 April 2017. Bahkan, kata dia, setelah itu, sempat beredar rumor bahwa ia terlibat penyiraman. “Kasihan keluarga saya, istri saya, anak saya. Banyak yang bilang ke anak saya, ‘Bapak kamu terlibat kasus penyiraman Novel,’” ucapnya. ”Ini menjatuhkan nama baik saya.”

Tim gabungan pencari fakta memeriksa Iriawan salah satunya untuk meminta penjelasan tentang maksud pertemuan dia dengan Novel sebelum penyiraman. Tim mengantongi informasi bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri itu lebih dari sekali menemui Novel. “Sempat bertemu dengan Novel di rumahnya, pernah juga di Polda dan rumah sakit. Kami ingin mengetahui itu dalam rangka apa,” ujar Hendardi.

Seperti tertuang dalam dokumen tim gabungan, Iriawan beberapa kali bertemu dengan Novel dan sempat menempatkan personel untuk melakukan penjagaan di rumah sang penyidik KPK. Pertemuan pertama terjadi setelah Iriawan dilantik sebagai Kepala Polda Metro Jaya pada sekitar September 2016. Pertemuan berikutnya ketika dia menjenguk anak kelima Novel yang baru lahir, sekitar awal 2017. Dalam periode waktu tersebut, Iriawan disebutkan pernah mewanti-wanti Novel agar berhati-hati karena akan ada penyerangan.

Mochamad Iriawan. TEMPO/Prima Mulia

Saat wawancara bersama Tempo pada 6 Mei 2017, Iriawan mengaku telah menerima foto Muhammad Hasan Hunusalela dan Mukhlis Ohorella jauh hari sebelum penyiraman air keras terhadap Novel. Hasan dan Mukhlis adalah orang yang diketahui tetangga Novel di Kelapa Gading, Jakarta Utara, mengintai rumah Novel. Hasan dipotret saat duduk di seberang rumah Novel pada 14 Maret 2017. Sedangkan Mukhlis diambil gambarnya saat sedang duduk di atas sepeda motor mengamati kediaman Novel dari samping Masjid Al-Ihsan pada 28 Februari.

Sepeda motor yang dipakai salah seorang pria itu tercatat milik Yusmin Ohorella, polisi yang bertugas di Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya. “Foto itu dikirim anak-anak di lapangan. Mereka bilang ada yang mengintai Novel. Saya sempat bilang ke Novel agar dia berhati-hati,” kata Iriawan. Polisi belakangan menyatakan Hasan, Mukhlis, dan Yusmin tidak terlibat karena memiliki alibi yang kuat.

Setelah adanya informasi pengamatan terhadap Novel itu, Iriawan menugasi seorang polisi menjaga kediaman penyidik KPK tersebut. Namun Novel menolak tawaran tersebut. “Di situ saya memarahi dia. Coba kalau dijaga. Akan ada tiga orang yang menjaga. Mereka bawa senjata. Penyiraman pasti tidak akan terjadi,” ujar Iriawan. Menurut bekas Kepala Polda Jawa Barat ini, pesannya terhadap Novel itu bukan berarti ia tahu aktor penyiraman. “Meng-ingatkan itu wajar dari kakak kepada seorang adik. Apalagi dia penyidik.”

Kendati ditolak tuan rumah, Iriawan tetap mengirimkan beberapa personel menjaga rumah Novel. Salah seorang di antaranya sempat melapor kepada Iriawan akan berhenti melakukan pengamanan di sana. Menurut seorang penegak hukum yang mengetahui soal ini, polisi tersebut me-ngantongi informasi ada surat tugas untuk sekitar 30 personel yang diterbitkan peting-gi Polri lain untuk mengamati ke-diaman Novel. Ketika masih berjaga di sana, polisi itu juga menyatakan ada tiga kelompok yang sedang memantau di sekitar rumah Novel. Beberapa hari sebelum penyiram-an, Iriawan menarik para polisi itu.

Novel juga mendengar informasi soal ini dari salah seorang polisi yang sempat menjaga rumahnya. Menurut dia, polisi itu mengatakan ada tiga kelompok yang meng-amati kediamannya. Namun saat itu Novel tak terlalu berfokus menggali identitas para penguntitnya karena sibuk mena-ngani -kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Pada malam sebelum -penyerangan, Novel baru mengajukan permohonan pencegahan ke luar negeri terhadap bekas Ketua Fraksi Golkar Dewan Perwakilan Rak-yat, Setya Novanto. “Ketika itu saya tidak berfokus soal informasi tiga kelompok tersebut,” katanya.

Bukan hanya sibuk dengan urusan pe-nyidikan, dalam dua pekan sebelum penyi-raman, Novel juga sibuk berurusan dengan beredarnya kabar di lingkup internal KPK tentang bakal ada penetapan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian sebagai tersangka. Penetapan ini terkait dengan kasus suap hakim konstitusi Patrialis Akbar oleh peng-usaha impor daging Basuki Hariman. Ia bahkan perlu bertemu dengan Tito untuk menjelaskan soal ini. “Ada oknum anggota Polri (di KPK) yang membuat isu bahwa seolah-olah saya membawahkan tiga satuan tugas di KPK untuk menangani perkara itu dan menargetkan Pak Tito Karnavian,” ujar Novel.

Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian. TEMPO/Subekti

Pertemuan Tito dengan Novel itu terjadi pada awal April 2017 di rumah dinas Kapolri di Jalan Pattimura Nomor 37, Jakarta Selatan. Novel tak sendiri. Dia ditemani dua penyidik senior yang sudah pensiun dari kepolisian. Salah satunya ketua satuan tugas perkara Basuki. Adapun Tito didampingi beberapa perwira tinggi dan mene-ngah Polri. Kepada Tito, Novel mengklarifikasi isu liar soal target penetapan Tito sebagai tersangka. Dalam pertemuan itu, Novel menga-takan hal tersebut tidak ada sangkut-pautnya de--ngan “buku merah” dan bukan penyidik perkara Basuki. “Isu itu saya konfirmasi supaya semuanya jelas,” kata Novel.

Kepada Tito, Novel juga menyampaikan, karena ada isu seperti itu, salah satu pe-nyidik Basuki mengalami teror dan berbagai ancaman. “Waktu itu saya merasa perlu diklarifikasi karena sepertinya sudah mulai ada ancaman ke penyidik KPK. Saya sampaikan tak ada hal itu seolah-olah menargetkan Kapolri,” ujarnya.

Tito Karnavian membenarkan adanya pertemuan antara dia dan Novel -bersama dua penyidik lain. Menurut dia, -per-sa-muhan itu untuk menjaga hubung-an baik antara penyidik dari polisi dan pe-nyidik non-polisi. “Hubungan saya -de-ngan Novel secara pribadi juga baik,” ujar Tito pada 2017 kepada Tempo.

LINDA TRIANITA, MUSTAFA SILALAHI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus