Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Amarah Tertahan di Ruang Kabinet

Presiden Yudhoyono mempersoalkan cara kerja Tim Transisi, yang dinilai serampangan berkonsultasi dengan menteri-menteri. Siap membantu presiden baru.

15 September 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAPAT kabinet paripurna di kantor presiden pada Jumat siang dua pekan lalu agak berbeda dari biasanya. Sebanyak 38 menteri dan wakilnya hadir-hanya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, yang dijadikan tersangka pemerasan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dua hari sebelumnya, yang tak datang. Area parkir Istana Negara pun penuh sesak oleh mobil pengantar peserta rapat.

Di ruang sidang, petugas protokoler sibuk mengangkut kursi tambahan untuk peserta rapat. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono baru memasuki ruangan pukul 15.00. Dalam pembukaannya, Presiden memaparkan bahwa agenda rapat hari itu sangat penting sehingga menteri dan wakilnya diundang bersamaan. "Saya akan menjelaskan apa yang harus kita lakukan untuk membantu tim Pak Jokowi," kata Yudhoyono.

Joko Widodo, presiden terpilih, yang akan menggantikan Yudhoyono pada 20 Oktober, sudah menunjuk ketua dan lima deputi Tim Transisi yang akan membuat konsep program jangka pendek hingga hari pelantikan. Pemerintah Yudhoyono menganggap cara kerja tim itu serampangan dalam meminta data ke setiap kementerian.

Sekretaris Kabinet Dipo Alam sampai membuat surat edaran, empat hari sebelumnya, agar pejabat lembaga pemerintahan dan kementerian tak berhubungan langsung dengan Tim Transisi. Dalam konteks itulah Yudhoyono memanggil menteri dan wakilnya. Agenda rapat soal program kerja dua pekan terakhir dan dana operasional menteri hanya ia sentil di bagian akhir pembukaan. Pengelolaan dana operasional itulah yang membuat Jero, sekretaris Yudhoyono di Majelis Tinggi Partai Demokrat, menjadi tersangka.

Menurut Yudhoyono, tim Jokowi salah mengartikan masa transisi sebagai "masa pemerintahan bersama", sehingga anggaran 2015, kebijakan penting mencabut atau mempertahankan subsidi bahan bakar minyak, diputuskan oleh Tim Transisi bersama anggota Kabinet Indonesia Bersatu II. "Saya katakan ini keliru," ujarnya. "Sampai 20 Oktober nanti, tanggung jawab pemerintahan sepenuhnya masih ada di saya."

Presiden lalu bercerita, beberapa jam sebelum rapat kabinet, ia mendapat telepon dan beberapa pesan pendek dari pemimpin lembaga pemerintahan yang kebingungan karena dihubungi anggota Tim Transisi yang meminta data untuk menyusun konsep kerja Jokowi. Kepada pengirim pesan, Yudhoyono menjawab bahwa cara tim tersebut tidak tepat. "Apalagi kemudian mengkritik dan mengubahnya dari A menjadi B," katanya.

Yudhoyono lalu menyinggung pertemuannya dengan Jokowi di Bali pada akhir Agustus lalu. Menurut Presiden, ia dan Jokowi membahas empat materi: ekonomi, pertahanan, hubungan luar negeri, dan kesejahteraan masyarakat. Sisanya, yang tak dipublikasikan ke media, adalah amanat-amanat Yudhoyono ihwal mengatur birokrasi. Keduanya sepakat membahas tata cara mengatur empat masalah besar dan kompleks itu selama masa peralihan ini.

Agar tak simpang-siur, dalam rapat kabinet itu Yudhoyono kemudian menunjuk Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, serta Menteri-Sekretaris Negara Sudi Silalahi sebagai koordinator yang akan berkoordinasi dengan tim Jokowi. Presiden meminta Jokowi mengirimkan nama-nama anggota Tim Transisi yang ditunjuknya untuk berkomunikasi "dalam surat yang ditandatangani beliau".

Rapat kemudian istirahat dan dilanjutkan secara tertutup. Menurut seseorang yang hadir dalam pertemuan itu, Yudhoyono kembali mengulang ucapannya tentang Tim Transisi. Ia mengungkit lagi telepon dan pesan-pesan pendek yang diterimanya soal keluhan pejabat negara yang dikontak anggota Tim tanpa tujuan jelas. "Kelakuan orang-orang Jokowi itu merepotkan, sekali lagi orang-orang Jokowi," ujarnya. "Tolong dibereskan supaya enam minggu ini berjalan smooth."

Dalam rapat tertutup itu, intonasi bicara Yudhoyono kian keras. Menurut seorang pejabat yang hadir, tangannya tak henti menepuk meja di depannya tiap kali mengulang kalimat. Kata "orang-orang Jokowi" ia ulang berkali-kali. Meski relatif tak ada hal baru dibanding saat berbicara dalam rapat terbuka, amarah tertahan Yudhoyono, menurut seorang peserta rapat, terlihat meluap.

Sekretaris Kabinet Dipo Alam menyangkal kabar bahwa Presiden Yudhoyono tak bisa mengontrol emosi dalam rapat tertutup itu. "Tak ada apa-apa, lancar-lancar saja," katanya. "Sudahlah, soal Tim Transisi sudah selesai. Saya juga malas berkomentar lagi." Namun ia menguatkan apa yang disampaikan Yudhoyono ihwal permintaan-permintaan Tim Transisi kepada kementerian.

Menurut Dipo, para pejabat negara yang dimintai data oleh Tim Transisi itu menteri dan petinggi badan usaha milik negara. "Mereka datang tiba-tiba, mengaku-aku dari Tim Transisi," ujarnya. Karena laporan-laporan itulah ia menerbitkan surat edaran ke semua lembaga pemerintah pada Senin dua pekan lalu.

Surat itu ia pertegas dengan pesan seluler ke semua menteri tiga hari kemudian. Para menteri diminta menjelaskan kepada bawahannya agar tak melayani permintaan informasi atau komunikasi dari Tim Transisi. "Tidak perlu dilayani bila ada anggota Tim Transisi jalan sendiri-sendiri mengatasnamakan Tim Transisi," katanya dalam pesan tersebut.

Akibat surat dan pesan seluler Dipo, beberapa menteri membatalkan pertemuan dengan Tim Transisi yang sudah dijadwalkan. Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Moeldoko, misalnya, menunda pertemuan karena belum mendapat izin dari Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto.

Menurut Djoko, Tim Transisi cenderung ingin bertemu langsung dengan menteri dan direktur jenderal untuk membahas masalah dan solusinya sebagai program Jokowi setelah dilantik. Pernyataan Djoko dikuatkan Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung. Ia juga tak mau menerima anggota Tim jika tak membawa surat mandat dari Jokowi secara langsung.

Menteri-menteri mengaku lega oleh penjelasan Yudhoyono dalam rapat kabinet itu. Menurut Menteri Perindustrian Mohamad Suleman Hidayat, sebelum penjelasan Presiden, ia bingung jika mendapat surat permintaan audiensi dengan Tim Transisi. Begitu juga Menteri Pertanian Suswono. "Sekarang tinggal tunggu perintah Chairul Tanjung," ujarnya. "Tim Transisi butuh apa dari Kementerian Pertanian?"

Deputi Tim Transisi bidang legislasi, Hasto Kristiyanto, tak mempersoalkan surat Dipo. Menurut dia, keputusan Yudhoyono itu bagus agar timnya bisa lebih gampang berkomunikasi jika sudah diputuskan ada koordinatornya.

Rupanya, setelah rapat kabinet paripurna itu, polemik masa peralihan tak juga surut, malah kian ruwet, apalagi setelah Jokowi menolak mobil dinas Mercedes-Benz yang hendak disediakan pemerintah. Presiden Yudhoyono kembali memanggil para menterinya pada Kamis pekan lalu dan membuat tujuh instruksi soal apa saja yang akan ia lakukan hingga 20 Oktober. "Saya tak ingin diadu-adu dengan Jokowi karena niat saya adalah membantu beliau," katanya.

Bagja Hidayat, Fransisco Rosarians

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus