Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PANGGILAN telepon tengah malam mengagetkan Andi Widjajanto pada awal September lalu. Ajudan seorang gubernur di ujung telepon mengatakan telah berjam-jam mencari nomor telepon Deputi Kantor Transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla itu. Sebab, bosnya sudah 12 jam lebih menunggu sang Deputi di Plaza Senayan, Jakarta Selatan.
Gubernur itu, menurut Andi, siap menjadi narasumber dan diuji sebagai calon menteri. Merasa aneh, Andi menyatakan tak pernah menghubungi gubernur atau mengurusi seleksi menteri. Gubernur sebuah provinsi di luar Pulau Jawa itu akhirnya sadar telah ditipu. "Ternyata ada yang mengaku-aku Andi dari Transisi dan mengajak dia bertemu di Plaza Senayan," katanya di Kantor Transisi, Rabu pekan lalu.
Kantor Transisi dibentuk Jokowi untuk menyiapkan pelbagai hal hingga ia dilantik sebagai presiden pada 20 Oktober nanti. Dipimpin Rini Mariani Soemarno, tim ini awalnya memiliki empat deputi: Andi Widjajanto, Hasto Kristiyanto, Anies Baswedan, dan Akbar Faizal. Jokowi kemudian menambah satu deputi, yaitu Eko Putro Sandjojo.
Para deputi menerima banyak pesan di telepon seluler, yang sebagian besar berhubungan dengan posisi menteri. Sebagian dikirimkan oleh pejabat aktif, yang mengatakan ingin masuk kelompok kerja di Rumah Transisi. Ada pula yang nekat datang ke Kantor Transisi di Jalan Situbondo 10, Menteng, Jakarta Pusat.
Aneka pintu ditempuh, terutama melalui politikus partai koalisi penyokong Jokowi. "Kami tahu diri dan menolak mereka dengan halus," ujar Hasto Kristiyanto. Ia enggan menceritakan siapa saja pejabat yang merapat. "Situasi lagi sangat sensitif," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Situasi memang "sensitif", terutama yang berhubungan dengan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam rapat kabinet di Istana Kepresidenan, Jumat dua pekan lalu, Yudhoyono mengkritik cara kerja Tim Transisi, yang dianggap main selonong ke tiap kementerian tanpa koordinasi.
Yudhoyono mengatakan kerap menerima pengaduan dari menteri dan pejabat yang mengeluhkan undangan dan surat dari Tim Transisi. Mereka kebingungan, siapa yang sebenarnya ditunjuk sebagai penanggung jawab mewakili Tim. Dua hari sebelumnya, Sekretaris Kabinet Dipo Alam telah bertindak. Ia mengedarkan surat yang melarang kementerian-kementerian meladeni permintaan Tim Transisi jika belum berkoordinasi dengan kementerian koordinator yang ditunjuk.
MEMIMPIN Tim Transisi sejak Agustus lalu, Rini Soemarno mengatakan timnya sepakat "bekerja dalam senyap". Menteri Perindustrian dan Perdagangan kabinet Presiden Megawati 2001-2004 ini dibantu Andi Widjajanto untuk urusan kelembagaan dan luar negeri, Hasto Kristiyanto untuk anggaran, Anies Baswedan buat kesejahteraan rakyat, Akbar Faizal soal infrastruktur dan energi, plus Eko Putro yang mengurusi perdagangan dan ekonomi kreatif.
Tiap deputi membawahkan sejumlah kelompok kerja, yang anggotanya tidak diumumkan. Para anggota kelompok ini juga setuju meneken pakta kerahasiaan dengan tidak berbicara kepada media massa. "Yang berhak berbicara hanya deputinya," kata Rini.
Tim Transisi hanya punya waktu 78 hari hingga pelantikan presiden. Mereka harus merumuskan draf soal arsitektur kabinet, menghitung anggaran, juga menerjemahkan visi-misi Jokowi yang disiarkan melalui janji kampanye ke dalam program kerja tahunan hingga lima tahunan. Seluruh naskah awal harus sudah disetorkan pada akhir pekan lalu, untuk dipresentasikan kepada Jokowi-Kalla.
Karena program kerja harus mendetail dan berbasis anggaran, kelompok kerja yang tadinya hanya berjumlah 13 diperbanyak menjadi 22. Di antara yang dipecah ada kelompok kerja pendidikan, yang dijadikan kelompok pendidikan dasar-menengah, pendidikan tinggi, dan riset teknologi. Lalu kelompok infrastruktur dipecah menjadi perumahan rakyat dan transportasi publik. Tambahan kelompok sekaligus untuk mengakomodasi masuknya para relawan.
Meski berkantor resmi di Jalan Situbondo 10, Menteng, puluhan kelompok kerja ini bekerja di banyak lokasi. Kelompok kerja anggaran, misalnya, dipusatkan di posko Jalan Cemara 19. Kelompok kerja arsitektur kabinet berada di sebuah rumah di Jalan Subang.
Kelompok yang membahas kesejahteraan rakyat di bawah Anies Baswedan berpencar. Sebagian di kantor pribadi Rini Soemarno di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Sebagian lagi, terutama kelompok kerja pendidikan, berkantor di Universitas Paramadina, kampus tempat Anies menjadi rektor. "Pak Anies meminjamkan tiga kelas untuk kami berkantor," ujar Cahaya Dwi Rembulan Sinaga, relawan anggota kelompok kerja pendidikan.
Menurut Cahaya, kelompok kerjanya meminta masukan dari praktisi, tokoh pendidikan, dan sejumlah mantan pejabat yang diundang berdiskusi. Di antaranya mantan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Bidang kesejahteraan rakyat yang ditangani Anies membawahkan banyak kelompok dan menjadi sorotan utama. Sebab, bidang ini membahas program yang menjadi ikon Jokowi, yaitu Indonesia Sehat dan Indonesia Pintar. Anies mengatakan meminta bantuan perusahaan-perusahaan besar agar meminjamkan "orang-orang terbaiknya". Dia mengatakan memperoleh belasan tenaga profesional yang meninggalkan pekerjaannya untuk bekerja dua bulan sebagai "fasilitator".
Tim fasilitator itu dipimpin Philia Wibowo, yang meninggalkan pekerjaannya di PT McKinsey Indonesia. "Mereka adalah anak-anak muda, akhir 20-an hingga awal 30-an," kata Anies. Tugas tim ini, menurut Anies, mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis terhadap konsep yang disusun setiap kelompok kerja. "Jadi mereka tidak mengurus substansi," ia menjelaskan.
DATA dan narasumber menjadi perkara penting untuk menyusun program. Menurut Hasto, sejak awal disepakati bahwa narasumber adalah praktisi, akademikus, juga pensiunan pejabat. Tujuannya menghindari hambatan komunikasi dengan pejabat aktif. Terutama sebelum pertemuan antara Jokowi dan Presiden Yudhoyono pada 27 Agustus lalu. Akibatnya, tak semua data yang diperoleh merupakan kondisi terakhir.
Karena itu, setelah pertemuan Jokowi dengan Presiden Yudhoyono di Nusa Dua, Bali, sejumlah pengurus kelompok kerja mendesak deputi berkirim surat ke kementerian yang berhubungan. Apalagi Yudhoyono awalnya memberi sinyal agar Jokowi dan timnya berkomunikasi langsung dengan menterinya.
Sejak awal September, para deputi mengirim surat ke sejumlah lembaga pemerintah. Isinya seragam-seorang menteri senior menilai semua surat dibuat dengan "copy" dan "paste"-yaitu meminta konsultasi dan audiensi. "Intinya mengenai kegiatan kementerian yang sudah berjalan, agar sinergis dengan visi Jokowi-JK," kata menteri itu.
Surat dikirim ke lembaga pemerintah sesuai dengan bidang deputi. Misalnya, Anies Baswedan mengirim surat ke Kementerian Pertanian. Selain meminta data, timnya mengundang sejumlah direktur jenderal Kementerian Pertanian dalam diskusi di Menara Anugerah. Di antaranya, menurut Budianto Tarigan, anggota kelompok kerja pertanian, ada Direktur Jenderal Sarana dan Prasarana Pertanian Sumarjo Gatot Irianto. "Ada beberapa juga dari Pekerjaan Umum dan IPB," ujar relawan dari Pro Jokowi ini.
Kepada Tempo, Sumarjo tak menjawab jelas soal kehadirannya. "Pertanyaannya sensitif, saya tak mengerti," kata Sumarjo kepada Akbar Tri Kurniawan dari Tempo. Ia juga menolak menjawab ketika ditanya apakah sudah melaporkan kehadirannya kepada Menteri Pertanian Suswono.
Tak semua surat direspons. Ada juga surat yang dianggap salah jalur. Beberapa menteri yang kebetulan menerima surat salah kamar itu akhirnya melaporkannya ke kementerian perekonomian dan Presiden Yudhoyono. Begitu juga sejumlah direktur perusahaan negara yang dikontak "tim transisi".
Surat yang dianggap salah kamar dan menjadi gunjingan antara lain surat yang dikirimkan Akbar Faizal sebagai deputi bidang infrastruktur, perumahan rakyat, dan transportasi publik ke Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tertanggal 1 September 2014, surat berkop Rumah Transisi itu intinya mengajukan permohonan audiensi dengan Menteri Sharif Cicip Sutardjo.
Akibat surat yang dianggap salah kamar itu, Akbar disebut sebagai petinggi Kantor Transisi yang "main selonong". Apalagi anggota kelompok kerja transportasi publik, Milatia Kusuma, dilaporkan menghubungi Direktur Utama Bank BNI Gatot Suwondo. Gatot diundang berdiskusi dengan kelompok kerja itu di Menara Anugerah. Ipar Presiden Yudhoyono ini tak datang.
Gatot menolak menjawab pertanyaan melalui telepon dengan alasan sedang berada di Paris, Prancis. Adapun Milatia membenarkan telah mengontak Gatot. Namun ia menolak menjelaskan detailnya karena mengaku terikat komitmen untuk tak berbicara dengan media massa. "Silakan kontak deputi saya saja," katanya.
Akbar Faizal membenarkan soal surat dan undangan kelompok kerja kepada Gatot Suwondo. Direktur bank BUMN itu diundang sebagai narasumber untuk membantu memetakan pendanaan sejumlah proyek infrastruktur. Akbar juga membantah jika suratnya ke Menteri Kelautan disebut salah kamar. Menurut dia, audiensi itu berkaitan dengan rencana Jokowi membangun jalan tol laut.
Politikus Partai NasDem ini menolak jika dituding bergerak sendiri menemui sejumlah menteri. "Saya masih on the track dengan bidang yang menjadi tanggung jawab saya," kata Akbar. Menurut dia, semua surat yang dikirim pada akhirnya ditangguhkan setelah ada teguran dari Presiden Yudhoyono.
Akbar mengakui terlalu bersemangat dan lincah dalam menunaikan tanggung jawabnya sebagai deputi. Ia menyatakan sadar banyak orang tak suka terhadap gayanya yang blakblakan. Namun ia menampik jika karena gayanya itu ada komunikasi tak sehat antartim.
Salah satu yang banyak jadi gunjingan adalah keluarnya kelompok energi yang diketuai Ari Soemarno, mantan Direktur Utama Pertamina, kakak Rini Soemarno. Semula, kelompok kerja ini berada di bawah Deputi Akbar Faizal. Belakangan, kelompok ini dipindahkan ke bawah Deputi Hasto. Ari, menurut sejumlah informasi, tak nyaman dengan gaya Akbar yang memintanya melaporkan seluruh hasil kerjanya.
Seorang anggota Tim Transisi menyebutkan hubungan tak sehat itu juga disebabkan oleh penolakan Akbar terhadap masuknya Fahmi Mochtar, mantan Direktur Utama PLN terpidana kasus korupsi, ke dalam kelompok kerja pimpinan Ari Soemarno. Sebaliknya, Akbar mengusulkan masuknya Kurtubi, pengamat perminyakan dari Partai NasDem. "Karena konflik terus, pokja akhirnya dikeluarkan dari Akbar dan dipindahkan ke Hasto," ujar politikus itu.
Akbar menolak berbicara soal itu. Adapun Ari mengaku memilih Fahmi karena pengetahuannya soal listrik. "Saya butuh pengetahuan dia pada sektor listrik," katanya. Hasto menyangkal kabar bahwa pemindahan disebabkan oleh masalah komunikasi yang kacau. Menurut dia, energi satu rumpun dengan anggaran, yang banyak membahas masalah ini.
Rini mengakui para deputinya terlalu bersemangat bekerja seusai pertemuan Jokowi-Yudhoyono di Nusa Dua, Bali. Karena itu, setelah ada penjelasan dari Presiden Yudhoyono, semua surat yang telanjur dikirim, termasuk rencana pertemuan, ditangguhkan. Ia juga meminta maaf atas ketidaknyamanan berkomunikasi ini.
Menurut Rini, bukan perkara mudah merumuskan mekanisme kerja transisi karena belum ada acuan aturan main dalam peralihan presiden sebelumnya. Namun ia menjamin komunikasi dengan pemerintah Yudhoyono kembali baik setelah sistem komunikasi dirapikan. "Kini semua satu pintu," ujar Rini.
Jokowi mempersilakan pemerintah menegur jika ada anggota Tim Transisi yang dianggap "main selonong". Menurut Jokowi, sebagian anggota tim masih muda serta terlalu lincah dan bersemangat. "Silakan ditegur saja," katanya.
Agustina Widiarsi, Muhamad Rizki, Ananda Teresia, Setri Yasra
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo