Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebaran tahun ini, Ali Gufron, Imam Samudra, dan Amrozi, terpidana mati kasus bom Bali, absen salat Idul Fitri berjamaah di Lembaga Pemasyarakatan Batu, Nusakambangan. Petugas penjara tak mengizinkan mereka menjalankan ibadah itu dengan alasan banyaknya ancaman dari narapidana lainnya. ”Sangat berbahaya, sangat berisiko. Kehadiran tiga teroris itu tidak disukai warga LP Batu yang lain,” kata Sudijanto, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Batu, kepada Ary Adji dari Tempo, pekan lalu.
Menurut para sipir, sejak menghuni LP Batu, pertengahan Oktober lalu, ketiganya belum pernah pergi jauh-jauh dari sel masing-masing. Mereka lebih banyak berada di dalam sel, membaca Al-Quran dan kerap bicara soal agama kepada narapidana lain.
Berbeda dengan Amrozi cs, Hutomo Mandala Putra, narapidana kasus korupsi, melaksanakan salat Idul Fitri bersama napi muslim lainnya. Tommy terlihat gembira dan banyak menebar senyum. Bahkan putra bungsu mantan presiden Soeharto ini kabarnya melaksanakan puasa Ramadan sebulan penuh.
Tommy mengikuti salat dengan mengenakan baju koko putih dan peci hitam. Kali ini mantan pembalap itu tampil klimis tanpa kumis. Meski tengah beribadah, dia tetap dikawal ketat kepala keamanan penjara, Edi Wahyu Nugroho.
Usai salat dan bersalaman dengan narapidana lain, Tommy langsung kedatangan tamu, Tinton Suprapto, tokoh balap mobil nasional. Meski belum ada satu pun anggota keluarga Cendana yang menjenguk hari itu, Tommy tampak optimistis. ”Tentu ada keluarga saya yang akan datang ke sini, tapi mungkin tidak hari ini,” kata dia kepada Tempo.
Pembunuh Bos Asaba Kabur Lagi
Suud Rusli, bekas kopral dua marinir, melarikan diri Rumah Tahanan Militer Cimanggis pada Minggu (6/11) dini hari. Terpidana mati pembunuh bos PT Asaba Boedyharto Angsono itu kabur lewat jendela. ”Dia menggergaji dua terali besi jendela tinggi,” ujar Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut Laksamana Madya Abdul Malik Yusuf.
Suud bersama tiga anggota marinir lainnya, Letnan Dua Marinir Syam Ahmad Sanusi Syam, Kopda Fidel Husni, dan Pratu Santoso Subianto, adalah orang-orang yang dibujuk oleh Gunawan Santoso, menantu Boedyharto, untuk membunuh korban. Dalam persidangan terungkap bahwa Suud yang melepaskan tembakan. Aksi pembunuhan itu juga menewaskan anggota Kopassus TNI AD, Sersan Kepala Edy Siyep, pengawal Budyharto.
Sebelumnya, pada 5 Mei, bersama Syam, Suud berhasil melarikan diri dari Rumah Tahanan Polisi Militer Angkatan Laut, Bungur. Saat itu, mereka juga menggergaji jeruji jendela penjara. Suud akhirnya ditangkap di Malang pada akhir Mei, namun Syam masih buron.
Angkatan Laut berjanji akan membantu Polisi Militer AL menangkap Suud dan buron lainnya. ”Kami tahu ciri-cirinya dari jauh,” ujar Abdul. Salah satu ciri Suud yang mudah dikenali adalah kakinya yang pincang karena ditembak dalam penangkapan di Malang.
Salik Diduga Pelaku Bom Bali
Setelah menebar foto tiga tersangka pelaku bom di Bali sebulan lalu, polisi mulai mendapatkan titik terang. Warga di Desa Cidulang, Kecamatan Cikijing, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa salah satu tersangka yang meledakkan Kafe Nyoman di Jimbaran mirip Salik Firdaus, 23 tahun, warga Cidulang.
Salik adalah anak bungsu dari enam bersaudara. Terakhir dia belajar di Pesantren Darusy Syahadah, Gunung Madu, Kalilengkong Simo, Boyolali, Jawa Tengah. Menurut Ustad Zaenal Abidin dari Darusy Syahadah, Salik menghilang tanpa alasan. Informasi terakhir menyebutkan, Salik menjadi pedagang pakaian di Pasar Cikijing setelah mengajar agama di Cibebon dan Majalengka.
Menurut salah seorang anggota keluarganya, sekitar tiga bulan lalu Salik berpamitan untuk berdagang pakaian di Boyolali, sekalian mengunjungi teman-temannya di sana. Sejak itu dia tak pernah kembali hingga keluarga menemukan foto mirip dirinya yang disebar polisi.
Kepala Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian Indonesia Komisaris Jenderal Makbul Padmanegara membenarkan ada laporan tentang Salik. Meski demikian, menurut Makbul, polisi belum memastikan Salik sebagai pelaku bom Bali II. Sumber Tempo di kepolisian mengatakan, Detasemen Antiteror 88 telah mendatangi keluarga Salik.
Korban Flu Burung Bertambah
VIRUS flu burung kembali menelan korban. Setelah Ina Sholati meninggal dunia akibat virus itu pada 28 Oktober, giliran adiknya, Ilham Junaedi, 8 tahun, yang terjangkit virus tersebut. Laboratorium Organisasi Kesehatan Dunia di Hong Kong memastikan hal tersebut, akhir pekan lalu.
Ilham sempat melakukan kontak langsung dengan sang kakak sebelum meninggal. Kontak langsung juga dilakukan anak kandung korban, Indah Johar, 10 bulan, dan keponakan korban, Bintang Nurcholis, 5 bulan. Dua bocah warga Pondok Kacang Timur, Tangerang, Banten, itu dinyatakan negatif terjangkit virus flu burung.
Selain dengan kerabatnya, Ina juga sempat kontak langsung dengan 11 tenaga medis di Rumah Sakit Husada Insani, Tangerang. Akibatnya, tenaga medis itu harus menjalani pemeriksaan intensif. Salah satu perawat, Rima Yuniarti, 29 tahun, awalnya dicurigai terserang virus itu karena malam harinya terserang demam. Namun, dari dua kali uji laboratorium di Rumah Sakit Sulianti Saroso, Rima dinyatakan negatif terserang flu burung.
Flu burung kini menjadi pandemi yang paling ditakuti di dunia. Sejak terdeteksi pertama kali di Hong Kong pada 1997, telah terjadi 121 kasus, 62 orang di antaranya meninggal dunia. Bila ditambah kasus Ina dan kerabatnya, maka di Indonesia telah terjadi delapan kasus, lima di antaranya meninggal dunia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat kasus flu burung terbesar terjadi di Vietnam dengan 91 kasus dengan 41 korban meninggal. Disusul Thailand dengan 19 kasus dengan 13 tewas kematian, dan Kamboja dengan 4 kasus dengan 4 kematian.
Madi Masih Buron
HINGGA akhir pekan lalu, polisi belum bisa menangkap Madi, pemimpin aliran kepercayaan di Dusun Salena, Palu Barat, Sulawesi Tengah. Polisi menduga dia masih bersembunyi di hutan Gunung Gawalise. Madi dan kelompoknya diburu karena menyerang polisi yang hendak memeriksanya, 23 Oktober lalu.
Kejadian itu, menurut aparat keamanan, bermula ketika 18 orang polisi Palu datang ke padepokan Madi. Saat itu, Madi diminta datang ke kantor polisi untuk memberi keterangan perihal ajarannya yang dianggap sesat oleh warga setempat. Masih menurut polisi, Madi bukannya mengikuti ajakan itu, dia dan pengikutnya malah menyerang aparat keamanan tersebut. Akibatnya, empat orang tewas dalam peristiwa itu, tiga di antaranya polisi.
Menurut pengakuan Sahido, salah seorang tersangka pengikut yang telah menyerahkan diri, Madi berniat membunuh para polisi itu. ”Kalian sudah masuk wilayah kami, kalian harus mati,” ujar Sahido menirukan ucapan Madi.
Bentrokan tak terhindarkan. Akibatnya, Kepala Satuan Samapta Kepolisian Resor Palu Ajun Komisaris Fuadi Chali, Kepala Satuan Intelijen dan Keamanan Polres Palu Ajun Komisaris Imam, dan anggota Satuan Intelijen Kepolisian Sektor Palu Barat Brigadir Satu Aruan, dan seorang pengikut Madi, Hattu, 38 tahun, tewas.
Hingga saat ini sudah lebih dari 200 pengikut Madi menyerahkan diri. Banyak yang dibebaskan, namun 58 di antaranya masih ditahan. Polda Sulteng mengatakan sudah mengetahui lokasi persembunyian Madi, namun karena medannya sulit ditempuh, polisi belum berhasil membekuknya.
Tim Pembela Keadilan untuk Kemanusiaan (TPKM) dari Kontras Sulawesi menilai penahanan 58 warga Salena tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Dalam siaran pers, Senin lalu, mereka meminta polisi segera membebaskan warga yang ditangkap atau, kalau ada cukup bukti, segera mengeluarkan surat perintah penahanan.
TNI Bentuk Desk Antiteror
SETELAH lembaga kepolisian, kini giliran Tentara Nasional Indonesia membentuk desk antiteror. Satuan itu rencananya ditempatkan di tingkat markas besar, komando daerah militer, sampai resort militer. Keputusan itu disampaikan Panglima Jenderal Endriartono Sutarto, Senin pekan lalu.
Komandan organisasi itu tergantung pada tingkatan komando. Untuk lingkup markas besar akan dipimpin oleh Kepala Staf Angkatan Darat, sedangkan di tingkat daerah akan dikendalikan oleh Kepala Staf Daerah Militer.
Menurut Sutarto, desk antiteror itu bukanlah suatu kesatuan khusus yang baru, karena Angkatan Laut sebelumnya sudah mempunyai kesatuan Denjaka (Detasemen Jala Mangkara) dan Detasemen 81. Desk itu hanya bertugas mengumpulkan informasi adanya indikasi tindak terorisme.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat Brigadir Jenderal Hotma Ngaraja Panjaitan menambahkan, wewenang desk itu hanya sebatas penangkalan dan pencegahan agar tak berbenturan dengan polisi. ”Pekerjaan desk itu merupakan pekerjaan intelijen yang akan langsung dikoordinasikan dengan polisi,” katanya.
Rencana TNI soal pembentukan desk antiteror itu, menurut Wakil Ketua DPR Zaenal Ma’arif belum dibicarakan dengan anggota Dewan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo