Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEORANG biksu berjalan gontai memasuki kuil Shaolin. Kasaya—jubah biksu di Cina—kuningnya pudar, lecek, dan kumal, seperti tidak diganti berhari-hari. Dia memanggul ransel, tas selempang, dan menenteng travel bag ukuran sedang. Namanya Shi Chuanchun, 42 tahun.
"Saya mencari biksu yang berwenang di sini," ujarnya kepada Tempo di pelataran perpustakaan kuil Shaolin, Dengfeng, akhir Mei lalu. Dia membawa amplop berisi surat permohonan izin menetap sementara dan berguru di Shaolin. Sembari menunggu pengurus kuil yang tak kunjung muncul, Chuanchun menceritakan maksud kedatangannya.
Pria itu menjadi biksu sejak 1991. Tujuannya satu: mendalami ajaran Buddha. Biara pertamanya berlokasi di Fuan, Provinsi Fujian, Cina bagian selatan. Kehausan akan ilmu membawanya berkelana dari satu kuil ke kuil lain. Terakhir, dia tinggal di sebuah biara di Kota Putian, Fujian. Khatam membaca semua kitab di kuil itu, dia melanjutkan pengembaraan, tanpa tujuan. Angin mengantarnya ke Dengfeng dan halaman Shaolin. "Saya kebetulan saja lewat, jadi singgah di sini," kata Chuanchun.
Dia bukan satu-satunya biksu singgah. Juru bicara Shaolin, Wang Yumin, mengatakan biara itu selalu terbuka bagi biksu perantau, tanpa melihat latar belakang ataupun lamanya tinggal. "Semua yang datang pasti dibantu," katanya. Siswa nonpermanen juga bisa datang dari kerja sama dengan pihak lain, baik lokal maupun seberang lautan. Pada November tahun lalu, Shaolin kedatangan sekelompok pelajar asal Gabon, Rwanda, dan Kamerun yang nyantri selama lima tahun berbekal beasiswa dari negara mereka.
Tujuan warga nonpermanen memang bermacam-macam. Salah satunya belajar kungfu untuk akting. Wang masih ingat, Andy Lau pernah menghabiskan dua pekan di kuil di Gunung Shaoshi tersebut pada 2010. Aktor kelahiran Hong Kong 51 tahun lalu itu mondok untuk memerankan Hou Ji, panglima perang yang berubah haluan jadi pendeta di film The New Shaolin Temple. "Dia disediakan guru khusus," ujar Wang, tanpa menyinggung nominal yang disumbangkan murid musiman tersebut.
Aktor lain ialah Donnie Yen, 49 tahun. Pria kelahiran Guangzhou ini memang mencintai bela diri. Dia menguasai kickboxing, gulat, karate, dan jiu jitsu Brasil. Pada 2008, dia menambah panjang daftar keahliannya dengan berguru di Shaolin. Tujuannya mempertajam gerakan Wing Chun, sebuah aliran kungfu spesialisasi jarak pendek, yang cikal-bakalnya berasal dari Shaolin. Tidak sia-sia. Aktingnya sebagai Ip Man dalam film berjudul sama menempatkannya ke jajaran aktor Asia berpenghasilan tertinggi. Ip Man alias Yip Kai Man adalah ahli Wing Chun dan guru aktor laga legendaris Bruce Lee. Yen dianggap sukses mempopulerkan Wing Chun.
Bagaimana dengan penghuni reguler? Wang mengatakan syaratnya mudah: mematuhi peraturan pemerintah Cina, tak memiliki catatan kriminal, dan lajang. "Kalau janda atau duda, harus menunjukkan surat cerai," ujarnya. Status perkawinan jadi syarat utama karena biksu dituntut hidup selibat.
Kebanyakan dari 500-an biksu Shaolin sudah tinggal di sana sejak bocah. Kuil terbuka bagi anak mana pun dengan umur minimal sepuluh tahun tanpa biaya apa pun. Seperti Shi Yanchun, 28 tahun, yang meninggalkan kampung halamannya di Dongbei, wilayah timur laut Cina, ketika umurnya 15 tahun. Menurut ketentuan, pada usia 17 tahun, siswa diberi pilihan meneruskan hidup jadi biarawan atau pulang. Yanchun memantapkan hati untuk mengabdi di Shaolin sampai akhir hayat. "Karena panggilan jiwa," ujarnya.
Di antara ratusan warga Shaolin, mungkin cuma Chuanchun yang sama sekali tak tertarik pada kungfu. "Saya ingin lebih mengenal Buddha dan kebajikannya, serta belajar mantra," katanya. Sekilas terdengar sebagai impian yang tak lazim di kuil yang dianggap kiblat bela diri itu. Namun, jika mengingat saat Batuo meletakkan batu pertama di Gunung Shaoshi 1.517 tahun lalu, itu adalah misi sejati Shaolin.
Reza Maulana, Mahardika Satria Hadi (Dengfeng)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo