Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PARA animator muda negeri jiran itu berkumpul di rumah toko lantai tiga di kawasan niaga Taman Maju Jaya, Petaling Jaya, Selangor. Resminya ini kantor Homework Studio, yang memproduksi iklan dan komik serta memberi pelatihan animasi. Untuk mencapainya, kita harus menapaki sebuah tangga yang melewati rumah makan Pakistan di lantai satu dan sebuah studio musik di lantai dua.
Di pojok ruang utama, tampak Sham Along, animator dan salah satu pemilik studio itu, sedang beraksi melukis di sebuah kanvas. Kru Radio Televisyen Malaysia (RTM) tampak sibuk merekam aksinya dengan sebuah kamera video. Rekaman oleh stasiun televisi pemerintah Malaysia pada pertengahan Maret lalu itu akan dipakai untuk tayangan tentang pelajaran menggambar.
Selain Sham, sejumlah animator muda berhimpun di sana, seperti Ameir Hamzah Hashim dan Hafiz Abdurahman. Studio itu kini sibuk menghidupkan kembali tokoh Keluang Man, serial animasi Malaysia yang pernah populer pada 1990-an. Serial itu ditayangkan RTM selama 1998-2003 dan ditayangkan ulang pada 2008 di TV9. Kini tokoh yang mirip Batman tapi konyol itu diangkat kembali dalam bentuk komik dan berbagai produk turunan, seperti barang-barang bergambar sang tokoh atau dengan logo uniknya.
Mereka memanfaatkan momentum Tahun Kelelawar 2011-2012, yang ditaja Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan didukung pemerintah Malaysia. Akhir Januari lalu, Zoo Negara menjadi kebun binatang pertama di negeri jiran itu yang membuat acara tentang kelelawar dan munculnya orang berkostum Keluang Man yang meramaikannya. Pada saat itulah Persatuan Animasi Malaysia dan Homework Studio meluncurkan Majalah Komik Keluang Man serta menetapkan Keluang Man sebagai rekan promosi Zoo Negara untuk hal-hal yang berkaitan dengan kelelawar dan kebun binatang.
”Ini kesempatan kami untuk menghidupkannya kembali,” kata Ameir Hamzah Hashim, salah satu pemilik Homework Studio, yang dulu juga tergabung dalam UAS Animation Studios, pembuat serial Keluang Man.
”Keluang Man merupakan bentuk lain dari Batman,” kata Ameir. Tokoh serial ini adalah Burhan, jago silat yang mengidap sakit jiwa dan dirawat di Hospital Bahagia Tumpoi. Di malam hari, Burhan memakai kostum topeng mirip Batman dan berkeliaran untuk membasmi kejahatan atau menolong orang sebagai Keluang Man. Keluang adalah sejenis kelelawar besar.
”Serial itu menunjukkan bahwa orang gila pun bisa berbuat baik. Dia tak punya kekuatan super, tapi selalu menolong orang lain. Kemenangannya melawan orang-orang jahat pun bukan lewat perkelahian, tapi kebetulan,” kata Ameir.
Keluang Man adalah serial animasi pertama Malaysia yang menggunakan animasi dua dimensi dengan latar tiga dimensi. Serial itu dibikin pada 1997 dan disutradarai Kamn Ismail, tokoh animasi yang sebelumnya membuat Usop Sontorian, serial animasi televisi pertama di sana, pada 1971-1997. Kedua serial ini bersama film animasi Silat Lagenda (1998) karya Hassan Abd. Muthalib masuk tonggak-tonggak sejarah animasi negeri jiran itu.
Hingga kini sudah muncul sekitar 31 serial televisi, empat film televisi, dan tiga film layar lebar. Beberapa serial animasi itu adalah Kenyalang dan Abang Sidi (produksi Fine Animation), Anak-anak Sidek (Penerbitan JAS), Sang Wira dan Rimba (Jutakira), Che’Nat, Kumang, Lagenda Kinabalu, dan Pusaka & Pejuang (Quest Animation), Bola Kampung (Animasia Studio), Bola Cyber (Fat Lizard), Kacang (Lensa Film), serta Tok Tam dan Wise Mice (Makmur Megah).
”Serial animasi yang sedang diputar di televisi adalah Upin dan Ipin produksi Les’ Copaque, Boboiboy, dan Bola Kampung,” kata animator Hafiz Abdurahman. Boboiboy adalah animasi tiga dimensi yang disutradarai Mohd. Nizam Abdul Razak dan diproduksi Animonsta Studios. Nizam tak lain adalah animator yang dulu menyutradarai film animasi Geng: Pengembaraan Bermula dan terlibat dalam pembuatan serial awal Upin dan Ipin.
Serial animasi yang sedang diproduksi antara lain Kancil (Animagis), kisah lebah Buzz (Creat Motion), Ke Zoo (Oscar Hallmark), Puyoo World dan Pendekar (Funcel), serta IBC (Hybrid Creative Evolution). Beberapa komik telah pula dialihkan ke animasi, seperti Kampong Boy karya Lat, yang dikembangkan di Amerika Serikat dan dianimasikan di Filipina; Mat Gelap karya Imuda, yang menjadi film lokal pertama yang memiliki karakter animasi; Din Teksi karya Nan; dan Usop Sontorian karya Ujang.
”Industri animasi ramai di sini sejak 2005, karena pemerintah menggelontorkan hibah untuk proyek animasi. Jumlah total hibahnya sekitar RM 10 juta per tahun,” kata Ameir. Hibah itu bersumber dari Kementerian Sains, Teknologi, dan Inovasi, Multimedia Development Corporation, Kementerian Tenaga Air dan Komunikasi Putrajaya, serta Perbadanan Kemajuan Filem Nasional, yang berada di bawah Kementerian Kebudayaan, Kesenian, dan Warisan Malaysia.
Dalam skema ini, pembuat animasi dapat mengajukan permintaan hibah ke beberapa kementerian itu. ”Perusahaan animasi bisa mendapat sekitar RM 5 juta untuk satu proyek, yang kadang diselesaikan dalam 1-2 tahun,” kata Ameir.
Burhanuddin Md. Radzi dari Les’ Copaque mengaku hanya pernah mendapat hibah satu kali. ”Upin dan Ipin cuma pernah mendapat RM 1 juta,” ujarnya.
Perkembangan bisnis ini mendorong berdirinya pula perguruan tinggi yang mengajarkan pendidikan animasi, seperti Multimedia University, Limkokwing University of Creative Technology, dan The One Academy. Selanjutnya, kampus-kampus ini menghasilkan banyak animator, yang tersebar di berbagai studio.
Studio itu kebanyakan membuat animasi untuk iklan dan beberapa memproduksi serial televisi serta film. ”Tapi banyak juga yang ikut produksi bersama pihak lain, seperti Vision Animation dan Inspidea Studio. Mereka membuatkan animasi asing, seperti serial SpongeBob SquarePants serta animasi Prancis, India, dan Filipina,” kata Ameir.
Makin bergairahnya industri ini mendorong pula para animator berhimpun dalam satu wadah. Persatuan Animasi Malaysia berdiri pada 2004 dan disahkan pada 2007. Kegiatan mereka lebih banyak dalam penyelenggaraan bengkel kerja, forum pertemuan, dan simpul data para animator. Anggotanya kini mencapai 500 orang dari 30 perusahaan animasi, paling banyak di Kuala Lumpur. Juli nanti, mereka akan menggelar festival animasi selama sebulan. ”Tahap awal lembaga ini masih berbentuk lembaga swadaya masyarakat. Nanti, bila sudah berkembang, akan jadi serikat pekerja,” ujar Ameir, yang duduk sebagai wakil presiden satu di lembaga itu.
Seperti perkembangan bisnis yang ditempuh Les’ Copaque dengan Upin dan Ipin, studio-studio animasi membuat produk-produk turunan dari film animasi bikinannya, seperti barang bergambar tokoh animasi. Tren baru yang muncul adalah komik dari animasi, kata Ameir, meski jumlahnya masih sedikit, seperti Majalah Animasi, Majalah Komik Keluang Man, Majalah Komik Upin dan Ipin, serta Komik Bola Kampung.
”Langkah ini tampaknya untuk mengalihkan pemasaran. Sebab, kalau dari animasi untuk TV saja, pendapatan itu tak seberapa. Bisnis ini untuk pembelian langsung,” kata Ameir.
Bisnis animasi telah mekar di negeri jiran. Bagaimana dengan negeri kita sendiri?
Kurniawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo