DRS. R. Samsul Arifin. Pembantu Walikotamadya KMS di Surabaya,
11 Januari lalu mengeluarkan instruksi. Isinya: meminta
pengertian dan kesediaan para pengusaha segera mengajukan daftar
calon pengurus Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan (SBLP). Meski
diakui permintaan itu sifatnya tetap anjuran, namun Samsul
Arifin memasang batas waktu persis pertengahan bulan itu.
Malahan jika tak dituruti, maka penanganan selanjutnya kami
serahkan kepada fihak kepolisian/Kodim 0830 Surabaya Utara.
Mengapa begitu? Sumber TEMPO di Kantor Resort Ditjen Tenaga
Kerja Surabaya menyebut, "itu dimaksud meningkatkan anjuran
Presiden menjadi dorongan keras".
Memang diakui, lantaran instruksi itu pengusaha-pengusaha merasa
"sedikit ada tekanan", tambahnya. Namun instruksi yang merupakan
kelanjutan dari pengarahan Muspida Surabaya Utara awal Januari
lalu, "penting untuk menghindari kesewenang-wenangan pengusaha
terhadap buruh", tutur A. Rachman M S., Wakil Ketua DPD FBSI
Jawa Timur kepada TEMPO. Sekurang-kurangnya, "kalau ada
pemogokan siapa yang tanggung jawab", tutur sumber TEMPO di
Kantor Resort Ditjen Tenaga Kerja Surabaya. Tapi, mengapa harus
melibatkan Kepolisian dan Kodim? "Itu hanya sekedar cara untuk
mendorong", kata sumber TEMPO tadi, "jangan diartikan
letterlijk", tambahnya pula.
Membangkang
Seperti juga sumber TEMPO tadi, A. Rachman menilai instruksi
Samsul Arifin itu wajar dan bisa difahami. Sebab. "banyak
perusahaan yang membangkang terhadap anjuran pemerintah",
katanya, "mereka tak menempatkan buruh sebagai partner, tapi
sebagai lawan", tambah Rachman, tokoh muda FBSI itu. Barangkali
benar konstatasi Sekwilda Jawa Timur Trimaryono SH. bahwa masih
banyak pengusaha yang takut-takut menghadapi SBLP. Tapi, justru
ketakutan pengusaha itu menurut Rachman menimbulkan kompensasi
yang merugikan buruh. Yakni: pengusaha memutuskan hubungan
kerja seenaknya sendiri serta "mencari berbagai alasan untuk
memecat pendiri-pendiri serikat buruh", tutur Rachman nampak
gemas.
Kegemasan A. Rachman nampaknya bisa dimaklumi. Lantaran anjuran
pembentukan SBLP itu telah dilakukan oleh FBSI bersama Ditjen
Tenaga Kerja sejak 3 tahun yang lalu. Diakui, memang sudah
banyak pengusaha yang telah selesai mendirikan SBLP di
lingkungan perusahaannya. Menurut catatan Kantor Daerah Ditjen
Tenaga Kerja Jawa Timur 452 basis SBLP di Surabaya, Malang,
Jember, Kediri, Madiun dan Bojonegoro. Tapi, ia mengakui "masih
cukup banyak yang belum mematuhi anjuran ini" kata Rachman.
Adakah sangsi bagi pengusaha yang tak memenuhi anjuran
pemerintah dalam membentuk SBLP ini? "Secara yuridis memang tak
ada". tukas Rachman. "Yang penting bukan ada atau tidaknya
sangsi, tapi bagaimana program ini bisa jalan", tukas Rachman
lagi. Kalau pengusaha membangkang, "sebaiknya pemerintah memang
perlu turun tangan", katanya. Jika perlu dengan mencabut izin
usahanya.
Tentang instruksi Samsul Arifin menurut Rachman "agar lebih
cepat saja pengusaha melaksanakannya", katanya. Adakah dorongan
semacam itu dilakukan pula di lain tempat? "Tiap-tiap daerah
punya cara sendiri-sendiri", kilahnya, "dan ada juga tanpa
instruksi semacam itu berhasil".
Tapi, lepas dari cara itu wajar atau tidak, sumber TEMPO di KMS
menilai hal ini sedikit ada over lapping. Karena, "pembantu
Walikotamadya hanya mempunyai tugas koordinatif", tuturnya "yang
sifatnya instruktif datang dari Walikotamadya sendiri" tambahnya
pula. Atau pembantu Walikotamadya boleh bertindak atas nama
Walikotamadya - jika ada kuasa tentunya - dan atau dengan
menunjuk instruksi Walikotamadya sebagai dasar pengeluaran
instruksinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini