Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Melawan Bolango Dan Bone

Ancaman banjir di Gorontalo biasanya terjadi lima tahun sekali, menggenangi 40% wilayah kotamadya. Upaya pencegahan sedang dilakukan dengan dibuatnya tanggul-tanggul anti banjir dan penghijauan.

19 Februari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PETA kota Gorontalo seperti gambar pohon beringin rimbun lengkap bersama akar-akarnya. Yang berbentuk persis dan batang dahan utama menjulang jauh ke utara, tak lain adalah sungai Bolongo di sebelah kiri dan sungai Bone di kanan. Keduanya mengalir di tepian sebelah Barat dan Timur, mengepung rapi kota yang berwilayah 66,15 km persegi dengan 3 kecamatan. 39 desa dan penduduk 89.284 jiwa. Kedua sungai yang mengalirkan air warna kuning ini masing-masing merayap di kaki perbukitan yang gundul memanjang, disebut penduduk gunung Pabean di sebelah kiri dan gunung Talumolo di sebelah kanan. Keduanya tegak bagaikan benteng buat kota yang kini dipimpin oleh Walikota drs. Jusuf Bilondotu ini. Jangan lupa, yang nampak seperti dua dahan besar tadi adalah kawasan desa Tenda dan Talumolo, lalu berbentuk seperti akar induk. Inilah muara kedua sungai tadi yang dikenal sebagai teluk Gorontalo merangkap bandar lautnya. Dengan lukisan ini, sudah dapat dibayangkan problem terpenting merupakan tantangan bagi kota yang terbagi tiga kecamatan ini masing-masing Kota Utara. Kota Barat dan Kota Selatan. Meskipun menurut Walikota Bilondatu banjir biasanya datang setiap lima tahaun sekali, namun menurut catatan, kiriman air dari Kabupaten Gorontalo itu sanggup merendam 40 persen wilayah kotamadya yang baru berusia 16 tahun ini, sedalam dua meter. Dengan begitu dapat difahami apabila penduduk kota ini terutama yang berdiam di Kecamatan Kota Selatan dan Kota Barat untuk desa-desa yang terjangkau daerah aliran kedua sungai tadi, harus menggigil bila masih penghujan tiba. Tanggul-Tanggul Sekalipun lamaya air bah itu raib dengan cepat - paling lama semalam tapi akibatnya tak kepalang tanggung. "Di samping tembok-tembok bisa jebol, endapan lumpur tebal naik di atas lantai rumah-rumah dan jalan-jalan tutur A. Mosin. Ka Hubmas kota ini. Tapi mujurlah karena sampai dengan akhir tahun kemarin pengalaman semacam itu belum terulang. "Syukur sudah lima tahun belum pernah banjir selam saya menjabat walikota", ucap walikota yang haji itu. Rasa syukur ini tentu bukan tak beralasan. Sebab di samping musim hujan yang sesungguhnya sudah malas muncul belakangan ini, usaha melawan banjir memang sudah malas muncul belakangan ini, usaha melawan banjir memang sudah ada. Sejak 1972 Bilondatu memimpin sendiri jelatanya membuat tanggul-tanggul anti banjir dengan proyek bernama normalisasi erosi di Talumbolo dan sungai Bone. Di samping pembuatan tanggul-tanggul itu, alur-alur sungai yang tak berfungsi lagi karena tersumbat erosi yang menyebabkan sungai itu berpindah telah difungsikan kembali. Seperti sungai Bone sepanjang kurang lebih 3 km di antara desa Tamalate dan Padebualo yang tersumbat erosi, sekarang telah dinormalisir dan alur yang lama telah beftungsi kembali. Juga sungai Bolongo di bilangan desa Donggala sepanjang kurang lebih 2 kilo di jaman Belanda pernah dialihkan liwat desa Siending mungkin dengan maksud mengakhiri tepian pasar, sekarang telah difungsikan kembali, sehingga air tak perlu lagi harus menjenguk pasar sebelum terjun ke laut. Begitu giatnya usaha melawan banjir ini, sehingga diperkirakan sekarang ini "tinggal 20 persen wilayah kota yang terancam banjir" seperti perkiraan Kasubdir pembangunan . Berni Yasin. Mungkin pun untuk membebaskan ancaman kota ini dari bahaya air bah sampai dengan nol persen, harus menunggu berhasilnya usaha penghijauan bukit-bukit yang seluruhnya nampak botak. Sebab pengaruh kebotakan ini bukan saja menyebabkan kota yang selalu terendam, tapi pula air Balango dan Bone yang berwarna itu , menandakan bakal lenyapnya bandar laut Gorontalo di satu ketika bila endapan lumpurnya tak pernah dikeruk. Dengan program bantuan penghijauan Nasional yang diatur dengan Impres No. 8/76 di mana Sulawesi Utara kebagian Rp 1.011.500.000. Kotamadya Gorontalo teratas dalam skala prioritas. Mendahului mengucurnya dana tadi, usaha pun sudah ada yaitu 27 hektare dihijaukan dengan pohon lantoro di desa Talumolo dan 15 ha di Donggala.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus