Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JILBAB biru langit itu menelan pirangnya rambut Ratu Beatrix Wilhelmina Armgard, penguasa Kerajaan Belanda. Berbalut pakaian gamis hitam, ia mengawali kunjungan kenegaraan ke Uni Emirat Arab dengan mengunjungi Masjid Besar Syekh Zayed, salah satu tempat yang paling penting di Abu Dhabi, awal Januari lalu.
Sesaat melangkah ke dalam masjid, sang Ratu bersama menantunya, Putri Maxima, yang kelahiran Buenos Aires, Argentina, terkesima oleh kemegahan rumah Tuhan itu. Setelah berdecak kagum, ia berkomentar kepada wartawan, Masjid Syekh Zayed adalah salah satu lambang kebesaranIslam. ”Maksud saya, setiap masjid adalah lambang kebesaran Islam,” katanya cepat meralat.
Kabar soal Beatrix yang berjilbab cepat merambat ke negara tempat dia berkuasa. Seorang anggota parlemen dari Partij voor Vrijheid (Partai untuk Kebebasan), Geert Wilders, bereaksi keras. Politikus yang memang anti-Islam itu menuntut Beatrix mundur sebagai kepala negara. ”Itu bentuk dari tunduknya Ratu kepada pemikiran penindasan Islam terhadap perempuan,” kata pembuat film pendek Fitna, yang menyulut kontroversi karena dinilai menghina umat Islam sedunia, itu.
Mendengar komentar tersebut, Beatrix langsung meradang. Maklum, reaksi keras semacam itu belum pernah ada selama 25 tahun sang Ratu duduk sebagai penguasa di Negeri Tulip. Kepada media Belanda yang ikut dalam lawatannya ke Uni Emirat Arab lewat Perdana Menteri Belanda Mark Rutte (kini sudah demisioner), Beatrix mengatakan kritik Wilders adalah omong kosong. ”Ratu sangat taat aturan. Pemakaian jilbab merupakan bentuk penghormatan,” kata Rutte, mewakili ratunya.
Beatrix sebenarnya tak antikritik. Sejak dinobatkan sebagai Ratu Belanda pada 30 April 1980, ia menerapkan prinsip demokrasi di Negara Kincir Angin. Pada suatu hari, pidato kenegaraan Beatrix soal anggaran pendapatan dan belanja negara bocor ke media massa. Namun ia tak bereaksi. Tak ada satu pun media yang dituntut gara-gara berita yang terbit masih dalam masa embargo itu.
Posisi ratu dalam kancah politik Kerajaan Belanda sangat penting. Walau tidak terjun dan bertanggung jawab langsung dalam administrasi negara, ratu memiliki pengaruh besar dalam menentukan personel kabinet, termasuk perdana menteri. Sebab, ratu jugalah yang memilih tim penyusun kabinet. Pemilihan itu dilakukan setelah pemilihan anggota parlemen usai.
Tugas rutin seorang ratu di Belanda setiap tahun adalah menyampaikan pidato kenegaraan berisi kebijakan pemerintah mencakup semua masalah. Tapi tinjauan ekonomi biasanya jadi fokus utama. Pidato kenegaraan pertama kali dibaca pada 1814 di depan majelis rendah (parlemen) dan majelis tinggi (senat).
Tanggung jawab politik lain seorang ratu adalah menandatangani dan mengesahkan semua peraturan atau perundang-undangan yang dibuat parlemen ataupun majelis tinggi. Selain itu, dia mengangkat wali kota, gubernur, duta besar, dan pejabat tinggi lain. Sebagai kepala negara, Ratu Beatrix merangkap fungsi sebagai ibu negara. Dialah yang bertugas menerima kedatangan tamu kepala negara lain dan melakukan kunjungan balasan ke negara lain.
Dalam politik Belanda, menjadi ratu adalah anugerah keturunan. Anak pertama dalam keturunan keluarga kerajaan secara otomatis dijadikan ahli waris takhta kerajaan. Beatrix adalah ratu ketiga Belanda setelah ibunya, Ratu Juliana, dan neneknya, Ratu Wilhelmina.
Sandy Indra Pratama, Asbari Nurpatria Krisna (Den Haag)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo