Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DARI Kampung Pamokolan di pelosok Cianjur, Jawa Barat, Encep Nurjaman menggoreskan namanya ke peta dunia. Sayang, laki-laki yang tenar sebagai Hambali ini terkenal justru karena tuduhan sebagai gembong teroris dunia. Penangkapannya di sebuah apartemen di Thailand diumumkan secara resmi oleh Presiden Amerika Serikat George W. Bush, dan dicermati oleh agen intelijen mancanegara. Ia menjadi buruan dunia yang namanya bertengger di belakang Usamah bin Ladin, pimpinan gerakan Al-Qaidah.
Inilah negara yang berkepentingan terhadap Hambali.
Indonesia
Markas Besar Kepolisian RI menduga Hambali terlibat setidaknya dalam 41 aksi peledakan di banyak tempat di Indonesia dalam kurun waktu sejak tahun 2000. Di antaranya adalah 29 aksi pengeboman di Medan, Batam, Jakarta, Pekanbaru, Bandung, Sukabumi, dan Mojokerto pada malam Natal tahun 2000. Ia juga dituduh berada di balik bom Atrium Senen (Jakarta) dan di trotoar depan gedung Kedutaan Besar Filipina di Jakarta. Aksinya yang terbesar adalah dalam kasus Bom di Kuta, Bali, pada 12 Oktober 2002, yang menewaskan 202 orang. Terakhir, Hambali disebut-sebut berada di balik bom yang meledak di lobi Hotel JW Marriott, Jakarta, yang menewaskan 12 orang pada 5 Agustus lalu. Menurut polisi, Hambali diduga mengirim uang sekitar Rp 382 juta untuk biaya pengeboman ini. Mabes Polri sendiri telah menyiapkan tim pemeriksa Hambali, tapi Amerika belum memberi akses untuk itu.
Australia
Pemerintah Australia sangat bernafsu menginterogasi Hambali karena keterlibatannya dalam bom di Bali, 12 Oktober 2002. Maklum, dari 202 korban tewas dalam serangan teroris nomor dua terbesar setelah peristiwa World Trade Center di New York itu, 88 di antaranya adalah warga Australia yang tengah melancong ke Kuta.
Filipina
Puluhan korban tewas di Manila sekitar tiga tahun lalu membuat Filipina juga ngotot menghukum Hambali. Ia dituduh berada di belakang aksi peledakan bom di stasiun di Manila, yang menewaskan 22 orang pada 30 Desember 2000. Bahkan, menurut laporan intelijen AS, Hambali bertanggung jawab atas serangan bom ke pesawat Philippines Airlines, rencana peledakan 12 pesawat AS, dan usaha pembunuhan Paus Yohanes Paulus II dalam kunjungannya ke Filipina pada tahun 1990-an. Pemerintah Filipina yakin, aksi bom keji di stasiun itu merupakan pembalasan atas penangkapan beberapa anggota Front Pembebasan Islam Moro (MILF) di markas mereka di Filipina Selatan, awal tahun 2000.
Fathur Rohman al-Ghozi, warga Indonesia yang dipidana di Filipina tapi melarikan diri, pernah menyebut Hambali sebagai pemimpinnya.
Malaysia
Negeri yang menjadi tempat persinggahan para teroris Asia ini menuduh Hambali telah menggunakan dana donasi warga Malaysia untuk membiayai pengeboman di sejumlah tempat dan latihan militer di Afganistan. Harian The Star yang terbit di Malaysia menyebutkan, Hambali pernah menerima 95 ribu ringgit untuk menjalankan Jamaah Islamiyah. Sebagian di antaranya, sebesar 8.000 ringgit, diperoleh dari sumbangan Pertubuhan Al-Ehasan, sebuah organisasi nirlaba Malaysia yang didirikan pada 1998 atas perintah Hambali. Menurut The Star, dana yang dikumpulkan dengan janji untuk membantu umat muslim itu juga dipakai membiayai pengeboman di Manila. Dengan uang itu pula, Jamaah Islamiyah membiayai Zaccharias Moussaoui, warga Prancis yang ditahan AS dengan tuduhan terlibat aksi WTC pada 2001. Malaysia telah menahan sedikitnya 80 tersangka militan Islam, mayoritas diduga anggota Jamaah Islamiyah yang berniat mendirikan negara Islam regional di Asia Tenggara.
Singapura
Negeri ini menganggap Hambali berada di balik rencana serangan bom ke berbagai kepentingan Amerika dan Eropa di Singapura. Itu diketahui dari temuan pemerintah Malaysia di tempat yang diduga gudang bahan pembuat bom di sebuah perkebunan kelapa sawit pada Maret lalu. Pemerintah Singapura pada Desember 2001 mengumumkan telah menangkap 31 orang dan memblokir rencana Jamaah Islamiyah menyerang sejumlah aset Amerika dan negara-negara Barat.
Amerika Serikat
Negara adidaya inilah yang kini menguasai Hambali di sebuah tempat yang masih dirahasiakan. Sebagai negara korban teror terbesar, Amerika telah menyatakan perang terhadap terorisme di seluruh pelosok dunia. Pada 11 September 2001, empat pesawat komersial Amerika dibajak sekelompok teroris dan ditabrakkan ke menara kembar gedung WTC di New York, gedung Pentagon, dan juga ada yang terjatuh di hutan. Lebih dari 3.000 orang tewas. Amerika menuduh Al-Qaidah, organisasi yang dipimpin bangsawan Arab Saudi, Usamah bin Ladin, berada di balik bom ala kamikaze ini. Amerika menuduh Hambali sebagai jaringan Usamah di Asia. Apalagi, menurut penyelidikan Amerika sendiri, Hambali pernah bertemu dengan Halid al-Midhar dan Nawaf al-Hasmi, dua di antara pembajak pesawat ke WTC itu, di sebuah apartemen di Kuala Lumpur pada Januari 2000.
Thailand
Semula, demi kepentingan pariwisata, Thailand menafikan adanya teroris yang bergerak di negara itu. Tapi penangkapan Hambali di sebuah apartemen di Ayutthaya, 80 kilometer dari Bangkok, 11 Agustus 2003 lalu memaksa Negeri Gajah Putih mawas diri. Perdana Menteri Thaksin Shinawatra ataupun polisi setempat yakin, Hambali berada di sana untuk mempersiapkan serangan saat pertemuan ekonomi negara-negara Asia Pasifik (APEC) Oktober mendatang, yang dihadiri Presiden AS George W. Bush.
Tomi Lebang dan Jobpie Sugiharto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo