Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KOMISARIS Jenderal Budi Waseso mulai memimpin Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI pada 19 Januari 2015 dalam situasi "tidak normal". Ia dilantik diam-diam, setelah pendahulunya, Komisaris Jenderal Suhardi Alius, dicopot—juga dengan "diam-diam". Korps Bhayangkara ketika itu dalam sorotan: calon Kepala Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi, yang diikuti serangkaian tindakan "balas dendam".
Budi kemudian menjadikan Badan Reserse sebagai panggung, yang bagi banyak aktivis antikorupsi menakutkan. Tak mengherankan bila muncul petisi kepada Presiden Joko Widodo untuk mencopotnya. Aparat di bawah Budi Waseso juga rajin menggeledah dalam pelbagai perkara. Hingga yang terakhir, Budi sendiri yang memimpin operasi penggeledahan di kantor Direktur Utama PT Pelindo II, R.J. Lino.
Kini pencopotan Budi Waseso pun "tidak normal". Aneka spekulasi merebak, termasuk mengaitkan pergeserannya ke posisi Kepala Badan Narkotika Nasional dengan operasi penggeledahan di Pelindo II. Wartawan Tempo Moyang Kasih Dewimerdeka dan Syailendra Persada mewawancarainya dalam dua kesempatan pada Jumat pekan lalu.
Anda dituduh membuat gaduh....
Apa maksudnya membuat gaduh? Saya hanya menjalankan tugas menegakkan hukum. Kalau dianggap membuat gaduh, apa dasarnya?
Kabar mutasi Anda muncul tak lama setelah Badan Reserse Kriminal menggeledah kantor Pelindo II.
Jangan dihubung-hubungkan. Saya orang yang tidak pernah menghubung-hubungkan permasalahan ini dan itu. Yang penting bagi saya bekerja dengan baik dan pada jalurnya.
Pada 25 Agustus, Presiden Joko Widodo mengumpulkan penegak hukum di Istana Bogor. Presiden berpesan agar penegak hukum hati-hati mengusut kasus yang bisa menghambat perekonomian dan pembangunan. Tiga hari kemudian, ada peristiwa Pelindo.
Saya tahu pertemuan itu. Tapi apa yang selama ini saya lakukan sudah sesuai dengan prosedur. Sebelum bergerak, saya akan mempelajari dulu kasusnya. Saya selalu bergerak setelah ada pegangan kuat.
Anda tak khawatir disebut membangkang perintah Presiden?
Kami mengusut kasus Pelindo empat bulan sampai kemudian turun menggeledah. Artinya, sudah ada persiapan matang. Tidak bisa disebut buru-buru. Semua sudah sesuai dengan prosedur. (Anak buah Budi Waseso menyatakan polisi menerima pengaduan dugaan korupsi di Pelindo II baru pada 27 Agustus 2015.)
Benarkah Wakil Presiden Jusuf Kalla menelepon Anda dari Seoul setelah penggeledahan Pelindo II?
Wakil Presiden menelepon saya hanya ingin memastikan apa yang terjadi. Ya, saya sampaikan fakta bahwa sudah sesuai dengan prosedur. Saya bilang penegakan hukum adalah penegakan hukum. Apa yang saya lakukan justru menyelamatkan uang negara. Masak, dibiarkan dengan alasan BUMN? Saya minta Pak JK membiarkan ini berjalan. Saya akan mengawasi kasus ini. Bapak silakan mengawasi saya.
Anda mengadukan kasus Pelindo II ke PDI Perjuangan dan Megawati?
Tidak mungkin seperti itu. Saya bekerja atas nama korps polisi, kalaupun lapor ke Kepala Polri.
Anda disebut-sebut melobi PDI Perjuangan agar tidak dimutasi?
Tidak mungkin. Saya prajurit Bhayangkara. Jadi tidak pernah berhubungan ke sana-sini, apalagi minta tolong ke mana-mana.
Mengapa belum ada kasus yang Anda tangani masuk pengadilan?
Semua berjalan. Ada tahap-tahapnya. Ada yang sudah dilimpahkan ke kejaksaan.
Kalau diberi kesempatan memilih, Anda sebenarnya ingin dimutasi ke mana?
Di mana pun berada, Buwas akan tetap buas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo