Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KOMISARIS Jenderal Anang Iskandar menyatakan terkaget-kaget melihat ratusan pesan masuk telepon selulernya pada Kamis malam pekan lalu. Kepala Badan Narkotika Nasional ini baru mendarat di Bandar Udara Soekarno-Hatta setelah menempuh hampir sepuluh jam perjalanan dari Kepulauan Fiji.
Semua pengirim pesan menanyakan kebenaran informasi bahwa dia ditunjuk menjadi Kepala Badan Reserse Kriminal, menggantikan Komisaris Jenderal Budi Waseso. "Padahal, sewaktu transit di Hong Kong, saya baca berita, Saud Usman yang menjadi Kepala Bareskrim," ujar Anang di kantornya, Jumat pekan lalu.
Anang menuturkan, ia menghubungi Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti untuk mengecek kebenaran berita itu. Badrodin, kata dia, membenarkan kabar itu dan memberikan sejumlah nasihat.
Anang Iskandar, 57 tahun, muncul pada saat akhir. Sampai Kamis sore, sejumlah perwira di kepolisian menyebut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komisaris Jenderal Saud Usman sebagai pengganti Budi Waseso. Menurut Badrodin, Anang punya kompetensi untuk memimpin Badan Reserse Kriminal.
Sebelum mengisi pos di Badan Narkotika Nasional, Anang menjadi Kepala Kepolisian Daerah Jambi, Kepala Divisi Humas Polri, dan Gubernur Akademi Kepolisian. Ia pun setidaknya sudah dua kali masuk bursa calon Kepala Polri.
Tiga tahun memimpin badan antinarkotik itu, menurut Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Mohammad Nasser, Anang mengubah pola penanganan pengguna narkotik. Misalnya, Anang menyerukan pentingnya memasukkan pengguna narkotik ke panti rehabilitasi. Yang patut dihukum berat, menurut Anang, adalah penyelundup dan pengedar narkotik.
Anang punya waktu juga menulis di blog. Ia banyak bercerita tentang pengalamannya. Dalam satu tulisan, Anang menyatakan mewarisi bakat mencukur rambut dari ayahnya, yang menurut dia merupakan "pemangkas rambut yang biasa mangkal di bawah pohon rindang".
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Edi Saputra Hasibuan berharap Anang bisa membangun hubungan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Pada kepemimpinan Budi Waseso di Badan Reserse Kriminal, hubungan Polri dengan komisi antikorupsi panas-dingin.
Sebelum benar-benar meninggalkan Badan Narkotika Nasional, Anang punya pekerjaan tambahan menenangkan anak buahnya. Penyebabnya: pernyataan kontroversial Budi Waseso soal pengguna narkotik. "Tak ada rehabilitasi untuk kasus narkoba. Semua harus dihukum berat," kata Budi Waseso di Markas Besar Polri, Jumat pekan lalu. Seorang penyidik di lembaga itu menganggap pernyataan calon bosnya meresahkan.
Anang menggelar rapat internal. Menurut dia, wajar Budi Waseso menyatakan pendapat soal hukuman bagi pengguna narkotik itu. "Dulu, sebelum di sini, saya juga berpikiran seperti itu, tapi lama-lama berubah," ujarnya.
Syailendra Persada, Linda Trianita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo