Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DALAM perjalanan pulang menuju kompleks menteri di Widya Chandra, Jakarta Selatan, telepon seluler Menteri Sekretaris Negara Pratikno berdering. Dari ujung telepon, ajudan Presiden Joko Widodo menyampaikan pesan penting. Malam itu, Selasa pekan lalu, Pratikno diminta segera menyiapkan surat keputusan presiden.
Isinya: memberhentikan Luhut Binsar Panjaitan--yang kini menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan--dari posisi Kepala Kantor Staf Presiden. Jokowi juga meminta Pratikno menyusun keputusan presiden mengenai pengganti Luhut dan menyiapkan pelantikan di Istana Negara besok paginya.
Setelah menutup telepon, Pratikno menceritakan rencana pelantikan itu kepada Teten Masduki. Anggota Tim Komunikasi Presiden itu kebetulan menumpang mobil Pratikno. Teten sempat bertanya siapa pengganti Luhut, Pratikno menjawab tidak tahu. Tapi Pratikno sempat melontarkan guyonan. "Siapa tahu Pak Teten yang jadi," kata Teten, menirukan ucapan Pratikno, Kamis pekan lalu.
Dalam perjalanan, Pratikno langsung menyusun draf keputusan presiden. Ia menelepon Ari Dwipayana, staf khususnya, dan sejumlah pegawai Sekretariat Negara yang biasa menyiapkan dokumen serupa. "Pembuatan keppres itu mendadak," kata Pratikno.
Malam itu Pratikno juga menelepon Kepala Sekretariat Presiden Darmansjah Djumala dan Kepala Protokoler Istana Irwansyah Wibisono. Keduanya diminta menyiapkan undangan sekaligus tempat pelantikan. Sebagian undangan disebar melalui grup Whatapps dan pesan pendek.
Tapi Pratikno tak mau gegabah. Ia meminta agar surat undangan tidak mencantumkan siapa pengganti Luhut. Sebab, Jokowi belum menandatangani surat keputusan. Malam itu Presiden menginap di Istana Bogor.
Menurut Pratikno, Jokowi baru meneken surat keputusan presiden keesokan harinya sekitar pukul 08.30, tak lama setelah ia tiba dari Bogor. Sebelum keputusan Nomor 91/P/2015 itu diteken, Jokowi menyampaikan rencana pelantikan Teten kepada Pratikno. Bekas Rektor Universitas Gadjah Mada ini segera melanjutkan informasi itu kepada Teten.
Dari Gedung Sekretaris Negara, Teten yang masih mengenakan batik bergegas menelepon sopirnya. Mantan Ketua Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch itu meminta agar peci dan setelan jas hitam—yang selalu tersedia di mobil--diantarkan kepadanya.
Di ruang kerjanya yang bersebelahan dengan ruang kerja Pratikno, Teten buru-buru bersalin pakaian. Ari Dwipayana dan Alexander Lay, staf khusus Pratikno lainnya, ikut menemani di sana. Usai mengenakan jas, Teten dan Pratikno menuju tempat pelantikan di Istana Negara.
Pelantikan Teten memecah teka-teki siapa pengganti Luhut di Kantor Staf Presiden. Sejak Jokowi melantik Luhut sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan pada pertengahan Agustus lalu, sejumlah nama beredar meramaikan bursa. Jokowi, menurut orang dekatnya, memang sudah memiliki beberapa nama untuk dipertimbangkan.
Nama yang santer disebut-sebut antara lain Duta Besar Indonesia untuk Filipina Johny Lumintang, bekas Wakil Panglima TNI Fachrul Rozi, dan ekonom Sri Adiningsih. Dari kalangan internal Kantor Staf Presiden, nama Darmawan Prasodjo dan Yanuar Nugroho sempat mengemuka. Sebaliknya nama Teten tidak pernah diperhitungkan.
Ditemui setelah pelantikan, Teten mengaku terkejut. Sebab, sehari sebelumnya, ia mendampingi Jokowi di setiap agenda kepresidenan. Tapi Jokowi tidak pernah menyinggung rencana pelantikan tersebut. "Pak Jokowi tidak bilang apa-apa," katanya.
DALAM sebuah rapat pada akhir Agustus lalu, nama Teten Masduki sempat muncul saat Jokowi melontarkan beberapa nama yang akan menjadi nakhoda Kantor Staf Presiden. "Tapi itu hanya selintas," ujar salah satu orang dekat Jokowi. Rapat itu, kata dia, membahas plus-minus sejumlah kandidat.
Kandidat yang dibahas antara lain dua deputi dari internal Kantor Staf Presiden, yakni Deputi I Bidang Monitoring dan Evaluasi Darmawan Prasodjo, yang juga kader Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia, dan Deputi II Bidang Pengelolaan Program Prioritas Yanuar Nugroho. Dua nama ini, menurut sumber tadi, diragukan bisa menghadapi tekanan politik yang kerap menerpa Kantor Staf Presiden.
Salah satu yang pernah mempersoalkannya adalah Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia mengaku tidak pernah diajak bicara Jokowi dalam penyusunan Kantor Staf Presiden. Kalla juga mengaku kaget saat Luhut dilantik pada akhir Desember lalu.
Kalla tambah kecewa setelah kewenangan Kantor Staf Presiden diperluas. Di mata Kalla, Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2015 yang diterbitkan Jokowi pada Februari lalu mempereteli fungsi wakil presiden.
Itu sebabnya, setelah Jokowi merombak kabinet pada pertengahan bulan lalu, Kalla menyampaikan bahwa Kantor Staf Presiden akan berada di bawah koordinasi Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Pertimbangannya, menurut Kalla, tugas Kepala Staf Presiden hampir sama dengan tugas Sekretaris Kabinet.
Luhut tidak sependapat dengan Kalla. Ia ingin agar posisi lembaga ini tidak diotak-atik. Agar polemik tidak berkepanjangan, seorang pejabat Istana mengatakan, Jokowi sengaja menunda pelantikan bos baru Kantor Staf Presiden hingga awal September.
Nah, di tengah proses mencari orang nomor satu untuk Kantor Staf Presiden itulah, kata pejabat tadi, Luhut menyodorkan sejumlah nama. Salah satunya Johny Lumintang, yang saat ini menjadi duta besar untuk Filipina. Johny kebetulan teman satu angkatan Luhut ketika keduanya lulus pendidikan akademi militer pada 1970.
Karier militer Johny melejit saat Wiranto menunjuknya sebagai Panglima Kostrad menggantikan Prabowo Subianto pada Mei 1998. Tugas Johny: mengambil tongkat komando dari Prabowo. Johny menempati posisi strategis itu hanya 17 jam, sebelum digantikan Djamari Chaniago.
Kedekatan Luhut dan Johny berlanjut. Lepas dari dunia militer, Johny sempat menjadi Direktur Utama Adimitra Baratama Nusantara. Adimitra merupakan salah satu anak usaha PT Toba Bara Sejahtera Tbk, kelompok usaha yang didirikan Luhut.
Menurut salah satu pejabat Kantor Staf Presiden, Luhut menyodorkan nama Johny karena pria asal Minahasa ini dinilai sanggup menghadapi gempuran politik yang kerap menyerang lembaga tersebut. "Johny juga diyakini tidak akan merecoki urusan teknokrasi yang menjadi kewenangan para deputi," kata pejabat tadi.
Tak cuma Johny, Luhut juga menyodorkan nama Jusman Syafii Djamal, Menteri Perhubungan 2007-2009 di Kabinet Indonesia Bersatu periode kedua. Hubungan Luhut dan Jusman lumayan dekat karena Jusman kini menjabat Komisaris Utama PT Toba Bara Sejahtera Tbk. "Tapi saya tidak pernah diberi tahu oleh Pak Luhut mengenai pencalonan tersebut," katanya, Jumat malam pekan lalu.
Nama terakhir yang disodorkan Luhut adalah Fachrul Rozi, Wakil Panglima TNI di era Presiden Abdurrahman Wahid. Fachrul merupakan kawan Luhut yang juga membantu kampanye Jokowi di tim Bravo V.
Ditemui pada Kamis dua pekan lalu, Luhut membenarkan Jokowi sudah mengantongi tiga nama. Ia membantah ikut campur menyodorkan nama-nama tadi. "Tapi, kalau Presiden minta masukan, ya, biasa," ujarnya.
Sebelum dua nama tadi muncul, menurut orang dekat Jokowi, nama Sri Adiningsih lebih dulu dipertimbangkan. Sri tak lain teman Jokowi semasa Sekolah Menengah Pertama di Solo, Jawa Tengah. Sri juga dikenal aktif di Megawati Institute, lembaga non-profit yang banyak memberikan masukan ekonomi saat kampanye pemilihan presiden kemarin. Sebelum menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Sri adalah staf khusus Luhut di Kantor Staf Presiden.
Namun, menurut salah satu pejabat internal Kantor Staf Presiden, sosok Sri dikhawatirkan kurang diterima di lembaga tersebut. Sebab, Sri kerap berbenturan dengan sejumlah deputi. Kecemasan lain: Sri dikhawatirkan tidak mampu menahan serangan politik dari luar lembaga.
Seorang pejabat Istana mengatakan bahwa Jokowi kurang sreg dengan sejumlah nama yang disodorkan. "Pak Jokowi kenal mereka," kata pejabat tadi, "Tapi mereka belum tentu memahami Pak Jokowi." Karena itu, Jokowi membutuhkan sosok yang loyal dan sudah dikenal lama.
Dari sejumlah kandidat yang ada di tangan, Jokowi merasa nyaman bila Teten yang menempati posisi tersebut. Pratikno membenarkannya. Menurut Pratikno, Teten dipilih karena dianggap sudah mengerti dan memahami kemauan presiden. Ia juga yakin Jokowi telah lama membidik nama Teten.
Orang dekat Jokowi mengatakan, terpilihnya Teten bagian dari strategi Jokowi mengevaluasi anak buah. Teten termasuk yang dipantau hari demi hari. "Wajar bila dapur Presiden jatuh pada orang yang dikenalnya selama ini," katanya.
Meski undangan sudah disebar, beberapa deputi tidak tahu ada pelantikan bos baru hari itu. Salah satunya Yanuar Nugroho. Ia baru mengetahui ada pelantikan pada pukul 07.30, setelah menerima pesan pendek. "Saya buru-buru ambil jas dan ganti baju di mobil karena sebelumnya mengenakan batik," katanya.
Luhut juga mengaku baru tahu Jokowi memilih Teten pada pagi hari menjelang pelantikan. Ia mengapresiasi pilihan tersebut. "Presiden Jokowi tahu yang diinginkannya," katanya.
Yandhrie Arvian, Widiarsi Agustina, Ananda Theresia
Tiga Era 'West Wing'
Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP3R)
Terbentuk :
29 September 2006
Payung hukum :
Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2006
Masa kerja :
29 September 2006-8 Desember 2009. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Kepala :
Marsillam Simandjuntak
Tugas
Membantu presiden dalam melaksanakan pemantauan, pengendalian, serta percepatan program pembangunan dan reformasi.
Fungsi
1. Menetapkan sasaran perubahan dan prioritas pencapaian kemajuan pembangunan.
2. Menemukan kendala dalam pelaksanaan program dan reformasi serta cara mengatasinya.
3. Menampung saran dan keluhan masyarakat, termasuk dunia usaha, serta melakukan pemantauan dan analisis kelemahan pelayanan publik.
4. Menetapkan perbaikan mutu administrasi publik dan pelaksanaan program pembaruan tata kelola pemerintahan.
5. Melaksanakan fungsi lain yang diberikan presiden.
Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)
Terbentuk :
8 Desember 2009
Payung hukum :
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2009, diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2012 dan Peraturan Presiden Nomor 84 Tahun 2014
Masa kerja :
8 Desember 2009-23 Februari 2015. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Kepala :
Kuntoro Mangkusubroto
Tugas
Membantu presiden dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian pembangunan.
Fungsi
1. Sinkronisasi dan konsistensi perencanaan, pemantauan, pengendalian, pelancaran, dan percepatan program pembangunan.
2. Menetapkan unsur dan tata cara pengendalian pelaksanaan program pemerintah, pembenahan sistem, analisis kebijakan, dan mengusulkan langkah untuk memperlancar pelaksanaan program.
3. Menerima saran dan keluhan masyarakat serta melakukan pemantauan, analisis, dan tindak lanjut pelaksanaan program dan tugas pemerintah serta membantu mengatasinya.
4. Pengendalian lima belas program prioritas unggulan.
5. Fungsi lain yang ditugaskan presiden.
Kantor Staf Presiden (KSP)
Terbentuk :
23 Februari 2015
Payung hukum :
Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2015
Masa kerja :
23 Februari 2015-sekarang. Pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Nama sebelumnya:
Unit Staf Kepresidenan, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 190 Tahun 2014, tertanggal 31 Desember 2014.
Kepala:
Luhut Binsar Panjaitan (31 Desember 2014-2 September 2015), Teten Masduki (2 September 2015-sekarang)
Tugas
Memberi dukungan kepada presiden dan wakil presiden dalam melaksanakan pengendalian program prioritas nasional, komunikasi politik, dan pengelolaan isu strategis.
Fungsi
1. Pengendalian untuk memastikan program prioritas berjalan sesuai dengan visi dan misi presiden.
2. Penyelesaian masalah secara komprehensif terhadap program prioritas yang pelaksanaannya terhambat.
3. Percepatan pelaksanaan program prioritas.
4. Pemantauan kemajuan pelaksanaan program prioritas.
5. Pengelolaan isu strategis.
6. Pengelolaan strategi komunikasi politik dan diseminasi informasi.
7. Penyampaian analisis data dan informasi strategis untuk mendukung proses pengambilan keputusan.
8. Pelaksanaan administrasi Kantor Staf Presiden.
9. Pelaksanaan fungsi lain yang ditugaskan presiden.
Sumber: Keputusan Presiden, Peraturan Presiden, PDAT Naskah: Prihandoko
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo