Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Audit Kilat tanpa Data Mutakhir

Perkara data menjadi masalah utama dalam proses audit industri sawit. BPKP baru menemukan data perkebunan sawit dari tahun 2010. Akankah audit sawit ini selesai dalam waktu tiga bulan?

8 Juli 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petani mengumpulkan buah sawit hasil panen di perkebunan Mesuji Raya, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, 9 Mei 2022. ANTARA/Budi Candra Setya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA — Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mulai mengumpulkan data untuk mengaudit industri sawit dari hulu sampai hilir. Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengatakan lingkup audit sawit tersebut sangat luas, dari kebun, pabrik minyak sawit mentah, pabrik produk turunan, ekspor, hingga ke penggunaan dana yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

"Itu akan kami lihat semua sehingga tata kelola akan diatur kembali dari awal sampai akhir," ujar Ateh, kemarin. Pada tahap awal, BPKP sudah menemukan beberapa persoalan dalam industri sawit, khususnya di bagian hulu.

Persoalan tersebut, misalnya, harga tandan buah segar (TBS) petani rakyat yang tidak terproteksi, penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan izin, konflik lahan perkebunan, produktivitas timpang antara perkebunan besar dan perkebunan rakyat, hingga pemanfaatan dana pungutan ekspor yang belum optimal untuk pengembangan sektor hulu sawit.

Namun, menurut Ateh, ada persoalan mendasar yang ditemukan BPKP dalam proses audit tersebut, yakni ihwal kesinambungan dan kemutakhiran data. Ia mencontohkan, data perkebunan rakyat yang dia terima dari pemerintah masih data 2010. Dalam data tersebut, luas perkebunan rakyat sebanyak 42 persen dari total luas perkebunan sawit nasional.

"Menurut perhitungan kami, luas itu sudah jauh lebih berkurang. Namun sampai saat ini tidak ada satu instansi pun yang punya data itu. Ada yang punya data 2010, ada yang punya 2009, ada yang tidak sama sekali," ujar Ateh. Hal itu ia simpulkan setelah menghimpun data sementara dari sejumlah kementerian dan pemerintahan daerah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pekerja mengisi truk tangki dengan minyak sawit mentah di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Padahal data tersebut diperlukan untuk melihat kesesuaian perizinan hingga memastikan produktivitas perkebunan sawit di Tanah Air. Menurut dia, salah satu masalah yang mendera industri hulu sawit Indonesia adalah usia pohon yang semakin tua dan produktivitasnya melandai, tapi tidak diimbangi dengan penanaman ulang atau replanting.

Karena itu, dalam beberapa waktu ke depan, ia meminta semua pihak, khususnya daerah penghasil sawit, menyetor data yang diminta BPKP. "Nanti akan dikumpulkan oleh tim auditor kami," ujar dia. Dari data yang dihimpun, BPKP akan mencoba menyatukan data-data tersebut dan melakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Ia mengatakan proses itu akan dilakukan dalam kurun waktu tiga bulan.

Demi Memperbaiki Tata Kelola Sawit

Ketua Umum Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia (AKPSI), Yulhaidir, mengatakan sejatinya pemerintah daerah, melalui dinas perkebunan, memiliki semua data perkebunan sawit yang dimaksudkan BPKP. Namun data itu terpisah-pisah di setiap daerah. "Sebenarnya data sudah ada, tinggal diserahkan. Secepatnya akan kami serahkan kepada BPKP.”

Menurut Yulhaidir, perkara data tersebut adalah tugas bersama antara pemerintah pusat dan daerah untuk menjaga sektor hulu hingga hilir industri sawit tertata dengan baik, dari pengelolaan hulu hingga tata niaga. Apalagi Indonesia merupakan produsen terbesar sawit dunia. "Kami akan berupaya menyerahkan secepatnya karena kami juga dikejar rakyat. Sawit ini adalah isu yang hangat," tutur Bupati Seruyan itu.

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan sawit di Indonesia merupakan salah satu industri strategis karena lebih dari 16,4 juta orang hidup dan bekerja di industri tersebut. Selain itu, industri ini merupakan penghasil devisa ekspor terbesar. Karena itu, pemerintah terus mengambil berbagai langkah untuk dapat mencapai target dari sisi hulu sampai hilir industri sawit.

Menurut Luhut, target tersebut hanya bisa dicapai apabila kebijakan dan tata kelola sawit bisa dibenahi. Audit sawit, menurut dia, menjadi salah satu cara mencapai tujuan tersebut. "Hal ini akan membantu melengkapi data dan informasi sehingga pembuatan kebijakan menjadi lebih akurat.”

Bongkar muat minyak sawit mentah atau crude palm oil di Pelabuhan Cilincing, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan

Data Bermasalah, Kebijakan Meleset

Perkara demi perkara terus hadir dari industri sawit dan produk turunannya. Pada awal tahun, pemerintah menghadapi permasalahan tingginya harga minyak goreng. Persoalan ini ditangani pemerintah dengan bergonta-ganti kebijakan dan berujung pada larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) serta produk turunannya pada akhir April lalu. Kini persoalan itu bertambah dengan anjloknya harga tandan buah segar petani yang merupakan imbas dari larangan ekspor tersebut. 

Peneliti dari Auriga Nusantara, Wiko Saputra, menduga ketidakakuratan data pada pemerintah menjadi penyebab tak tercapainya berbagai harga acuan pemerintah, meski kebijakan silih berganti. Menurut dia, situasi saat ini menandakan bahwa ketidakakuratan data itu mempengaruhi implementasi kebijakan. "Apa pun policy yang dikeluarkan pemerintah enggak akan bisa efektif selama datanya enggak pernah valid.”

Wiko juga melihat selama ini regulasi cenderung bias ke pelaku usaha besar. Berdasarkan pantauannya, perusahaan-perusahaan dan asosiasi-asosiasi yang memegang data melobi pemerintah untuk merumuskan kebijakan. Karena tidak ada data pembanding dari pemerintah, data yang disodorkan asosiasi itulah yang menjadi landasan kebijakan. “Nah, kebijakan itu cenderung hanya mengakomodasi kelompok mereka. Dan mereka yang (menjadi) semakin besar di industri ini,” tutur Wiko.

Karena itu, Wiko melihat audit sawit yang dilakukan BPKP memang diperlukan. Namun waktu tiga bulan yang diberikan dianggap terlalu singkat untuk bisa mencakup persoalan dari hulu hingga ke hilir. Ia menyarankan agar audit itu berfokus dulu pada peningkatan kesejahteraan petani sawit dan optimalisasi penerimaan negara. “Karena waktunya pendek, saya sarankan tiga hal: audit sistem, audit kelembagaan, dan audit regulasi,” ucap Wiko. Audit secara keseluruhan dapat dilaksanakan pada tahun depan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Institute (Paspi), Tungkot Sipayung, menilai pemerintah semestinya sudah memiliki data yang cukup untuk mengambil kebijakan yang tepat ketimbang harus menunggu dulu audit industri sawit secara menyeluruh.

Misalnya, ujar Tungkot, ketika keran ekspor dibuka kembali, pemerintah seharusnya tidak langsung menerapkan kebijakan domestic market obligation (DPO) dan domestic price obligation (DPO) yang menyebabkan pasokan menumpuk. "Seandainya dari satu bulan lalu ketika harga CPO dunia masih tinggi, DMO dan DPO dicabut, kita tidak mengalami masalah ini: stok melimpah, harga TBS anjlok.”

Di sisi lain, ia meragukan target audit sawit dari hulu ke hilir yang dijanjikan selesai dalam waktu tiga bulan. Ia memperkirakan setidaknya perlu lima tahun untuk menyelesaikan pekerjaan itu. "Mengaudit apa tiga bulan? Tim Menko untuk satu data pakai citra satelit saja butuh tiga tahun dan belum selesai verifikasi lapangan hingga saat ini. Saya perkirakan audit sawit ini butuh lima tahun," kata Tungkot.

CAESAR AKBAR | NATHANIA S. ALEXANDRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus