Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Api Century Menjalar Sampai Jauh

Keberadaan Komite Koordinasi, lembaga yang memerintahkan Bank Century ditangani Lembaga Penjamin Simpanan, dinilai tak sah. Sejumlah anggota DPR bersiap “menembak” Menteri Keuangan.

30 November 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menteri Keuangan Sri Mulyani punya perbanding­an untuk menggambarkan dampak sistemik Bank Century jika tak diselamatkan. Ia mengibaratkan Bank Century itu rumah terbakar. Menurut Sri, se­kalipun rumah itu milik pelaku tindak pidana, tetap saja harus diselamatkan, disiram air. Jika tidak, api bisa menjalar ke mana-mana. ”Apakah bisa dijamin tidak menjalar ke rumah lain,” katanya Selasa pekan lalu.

Gerojokan Rp 6,7 triliun untuk menyelamatkan Bank Century agar tidak menjelma menjadi ”badai sistemik” itulah yang kini menjadi pembicaraan hangat anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Sejak Badan Pemeriksa Ke­uangan menyerahkan laporan investigasinya ke DPR, Senin pekan lalu, peran Sri Mulyani di balik pengucuran duit itu ramai dibicarakan. Ia disorot karena posisinya sebagai Ketua Komite Koordinasi. Komite ini yang menetapkan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik sehingga harus ditangani Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Anggota Komite: Gubernur Bank Indonesia, kala itu dijabat Boediono (kini wakil presiden), dan Ketua Dewan Komisioner LPS Rudjito.

Keberadaan Komite ini dipersoalkan sekarang. Dalam audit BPK disebutkan, Komite ini belum pernah dibentuk berdasarkan undang-undang. Sesuai dengan penjelasan Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang LPS, menurut BPK, lembaga seperti itu seharusnya dibentuk berdasarkan undang-undang tersendiri. Ketentuan ini dipertegas Pasal 11 ayat 5 Undang-Undang Bank Indonesia. Dengan argumentasi itulah, penyelamatan Century bisa dianggap cacat hukum lantaran status hukum Komite tak jelas.

Sri Mulyani tak setuju atas tudingan seperti ini. Menurut dia, pembentukan Komite sudah sesuai dengan Undang-Undang LPS. Beleid itu menyebutkan, dalam rangka memberikan masukan ke Komite Koordinasi, dibentuk Forum Stabilitas Sistem Keuangan. Forum Stabilitas ini pun dibentuk atas dasar Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Gubernur BI, dan Ketua Dewan Komisioner LPS per 29 Juni 2007. Menurut Sri, penjelasan pasal 21 itu sifatnya tidak mengikat. Dengan demikian, Komite Koordinasi dianggap tidak perlu dibentuk dengan undang-undang tersendiri.

Anggota Komisi Perbankan DPR, Andi Rahmat, tetap menuding Komite tak memiliki payung hukum. Undang-Undang LPS, kata dia, justru yang meminta Komite ini dibentuk oleh undang-undang tersendiri. ”Ini dipaksa­kan,” katanya. Hal senada diungkapkan pengamat hukum tata negara Irmanputra Sidin. Menurut Sidin, jika ketentuan yang ada memerintahkan perlunya undang-undang tersendiri, lembaga itu baru bisa bertugas setelah undang-undangnya keluar. ”Tanpa itu, Presiden pun tak bisa melakukannya,” kata mantan Staf Ahli Mahkamah Konstitusi ini.

Setelah terbit Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) pada pertengahan Oktober 2008, Forum Stabilitas berganti nama menjadi Komite Stabilitas Sektor Keuangan. Medio Desember 2008, perpu itu tidak diterima Dewan. Saat itu DPR memberi catatan, yakni pemerintah diminta mengajukan rancangan undang-undang baru tentang hal yang sama. Pada 30 September, perpu itu secara resmi ditolak dalam sidang paripurna. Sejak itulah Komite Stabilitas resmi dibubarkan.

l l l

RUANG rapat Menteri Keuangan, 21 November 2008. Jumat tengah malam itu, Komite Stabilitas menggelar rapat superpenting, membahas nasib Bank Century. Hadir di situ, semua anggota Komite. Di antaranya, Gubernur BI, para Deputi Gubernur BI, pejabat eselon satu Departemen Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), serta Komisioner LPS.

Tiga jam sebelumnya Komite Stabi­litas menerima surat dari Bank Indonesia. Isinya: Rapat Dewan Gubernur BI memutuskan Bank Century sebagai bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik. Analisis dampaknya menggunakan memorandum of understanding (MOU) Uni Eropa. Aspek yang di­ukur dampaknya, yakni terhadap institusi keuangan, pasar keuangan, sistem pembayaran, sektor riil, dan psikologi pasar. Hasilnya, bank sentral menganggap adanya ketidakpastian psikologi masyarakat atau pasar yang dapat memicu gangguan ekonomi. ”Ini tidak dapat dilepaskan dari ciri krisis 1998,” kata Deputi Gubernur Senior BI Darmin Nasution. Seorang petinggi BI, dalam audit itu, mengaku bahwa MOU itu baru pertama kali digunakan dan masih tahap coba-coba.

Langkah cepat dilakukan BI. Sikap itu langsung disampaikan ke Komite Stabilitas. Dalam suratnya, BI mengusulkan Komite Stabilitas memutuskan kebijakan penanganan bank itu apakah tergolong berdampak sistemik atau tidak. Tak menunggu waktu, Komite Stabilitas bergegas menggelar rapat. Nah, dalam rapat itu keputusan Dewan Gubernur BI dikuliti.

Yang paling alot, tentu saja, soal penetapan dampak sistemik. Badan Kebijakan Fiskal, misalnya, menilai analisis BI lebih pada dampak psiko­logi karena tidak didukung data cukup dan terukur. Bapepam juga beranggapan secara finansial penutupan Bank Century tidak bakal menimbulkan risiko signifikan terhadap bank lain karena asetnya kecil. Sebagai perusahaan publik, sahamnya pun tidak aktif diperdagangkan. Bahkan seorang anggota Komisioner LPS mengatakan, jika analisisnya seperti itu, semua bank bisa dikategorikan berdampak sistemik. Tapi, tentang ini semua, kepada Tempo, Oktober lalu, Sri Mul­yani menyanggah. ”Itu rumor,” katanya.

Pada akhirnya, BI tetap pada pendapatnya. Alasannya, dampak sis­temik sulit diukur karena risikonya berantai. BI meminta Komite Stabilitas mengambil pendekatan hati-hati. Sri Mulyani meminta masukan dari anggotanya. Setelah itu, rapat Komite Stabilitas ditutup menjelang subuh. Setelah rehat sejenak, masukan di tingkat Komite Stabilitas itu dibawa ke Komite Koordinasi untuk diputuskan. Hasilnya sama dengan yang diputuskan rapat Dewan Gubernur BI.

Menurut ekonom Drajad Wibowo, ada yang janggal dalam rapat Komite Koordinasi itu. Pasalnya, dalam rapat di Komite Stabilitas, penetapan dampak sistemik masih menjadi perdebatan. ”Ada missing link, rapat itu kotak hitamnya kasus ini,” katanya. Hal senada diungkapkan ekonom Kwik Kian Gie. Menurut Kwik, ada yang salah dalam rapat Komite Koordinasi itu. ”Terkesan ada yang memaksa,” ujarnya.

l l l

TIGA hari setelah mendapat mandat, LPS langsung melakukan penanganan Bank Century dengan melakukan penyertaan modal pertama Rp 2,7 triliun. Sampai Juli 2009, jumlah duit yang digelontorkan Rp 6,762 triliun. Dana ini untuk mendongkrak rasio kecukupan modal Bank Century dari minus 3,53 persen menjadi 8 persen. Pembengkakan ini baru diketahui DPR pada pertengahan Agustus lalu. Sebelumnya DPR hanya tahu yang digelontorkan Rp 1,3 triliun. Sejak itu kasus ini membuat geger.

Menurut BPK, penyertaan modal tahap kedua Rp 2,2 triliun tidak dikoordinasi dengan Komite Koordinasi. Hal ini dianggap melanggar Peraturan LPS Nomor 5/PLPS/2006. Selain itu, BPK beranggapan, dana yang dikucurkan setelah Perpu JPSK ditolak pada 18 Desember 2008 tidak sah. Nilainya Rp 2,88 triliun. Maka, dari total yang dikucurkan, total jenderal yang dianggap BPK melanggar ketentuan adalah Rp 4 triliun.

Sri Mulyani menyanggah jika dikatakan pihaknya melanggar aturan. Dalam setiap penyertaan modal, kata dia, LPS selalu melapor ke Komite Koordinasi. Hal ini dibenarkan Ketua Komisioner LPS Rudjito. Karena menggunakan dana lembaga penjamin, menurut Sri, tak perlu persetujuan DPR. Soal perpu, pemerintah menganggap belum ditolak. ”Karena DPR tidak secara resmi menolak, hanya meminta pemerintah mengajukan RUU baru,” Sri Mulyani menjelaskan.

Anton Aprianto, Nieke Indrietta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus