Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Api Menjilat Uang Melayang

Asap kebakaran hutan mengganggu aktivitas bisnis. Kerugian tak bisa dihindari.

21 September 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sudah sepekan lebih papan pengumuman tentang kendala pengiriman barang terpampang di PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Jambi. Perusahaan logistik ini belum bisa melayani pengiriman barang dari dan ke daerah-daerah yang terkena dampak asap kebakaran hutan, seperti Jambi, Palangkaraya, Pekanbaru, dan Pontianak.

Sejak Bandar Udara Sultan Taha Syaifuddin tidak beroperasi, hampir sebulan ini, menurut Kepala Cabang JNE Jambi Edawaty Hui, pengiriman barang terpaksa mengambil jalan memutar lewat Palembang. "Akhirnya telat satu hari dari jadwal pengiriman semestinya," ujar Hui di kantornya, Kamis pekan lalu.

Kesulitan pengiriman bertambah-tambah ketika kabut asap yang tak kunjung menipis itu merambah wilayah lain. Menurut Hui, JNE terpaksa menutup layanan khusus satu hari sampai dan menolak pengiriman barang yang mudah rusak dalam hitungan hari, seperti makanan dan minuman. "Dalam tiga tahun, ini yang paling parah dan paling lama kabut asapnya."

Nasib serupa dialami PT Pos Indonesia di kota yang sama. Wakil Kepala Kantor Pos Jambi Yudi Bayu Wardhana mengatakan volume pengiriman barang turun hingga 100 kilogram per hari akibat kabut asap. "Pengiriman barang pun bisa mundur sampai satu pekan karena jalur memutar," ujarnya. Manajer Humas PT Pos Indonesia Abu Sofyan menaksir kerugian yang ditanggung perusahaan akibat pengalihan jalur ini mencapai ratusan juta rupiah. "Ada tambahan ongkos untuk bongkar-muat karena pengalihan hub ini," katanya.

Ketua Asosiasi Logistik Indonesia Zaldi Masita memperkirakan kerugian total yang ditanggung perusahaan-perusahaan logistik akibat kabut asap ini bisa mencapai Rp 50 miliar. "Berasal dari tambahan biaya angkut, klaim konsumen, dan bertambahnya biaya inventory," ujarnya. Itu, menurut Zaldi, belum termasuk turunnya jumlah konsumen hingga 50 persen selama bencana terjadi.

Sektor lain yang terganggu akibat kebakaran hutan adalah penerbangan. Di Pekanbaru, misalnya, 30 penerbangan terpaksa dibatalkan pada Selasa pekan lalu akibat landasan pacu Bandara Sultan Syarif Kasim II tertutup asap dan ini menurunkan jarak pandang hingga sebatas 700 meter. "Sedangkan jarak pandang minimal yang dibutuhkan untuk penerbangan adalah seribu meter," ujar Hasnan, Duty Manager Bandara Sultan Syarif Kasim II.

Vice President Corporate Communication Garuda Indonesia Benny S. Butarbutar mengakui penundaan dan pembatalan penerbangan selama ini membuat maskapai merugi. "Karena ada fixed cost dan opportunity lost yang harus kami tanggung," ujar Direktur Umum Lion Air Edward Sirait. Padahal porsi biaya-biaya tetap yang harus ditanggung maskapai cukup besar, sekitar 30 persen dari biaya operasional per pesawat.

"Sekali terbang, pesawat butuh biaya operasional US$ 6.000 per jam," tutur Edward. Bisa dibayangkan jika dijumlah jadwal penerbangan pesawat yang tertunda atau batal sejak musibah asap terjadi. Diperkirakan jumlah kerugian mencapai miliaran rupiah. "Kami belum menghitung pastinya, tapi kami terus memastikan langkah antisipasi agar penundaan dan pembatalan penerbangan di wilayah asap tidak mengganggu jadwal lainnya."

Direktur Perhutanan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Basah Hernowo mengatakan kerugian material akibat kebakaran hutan bisa dilihat dari serapan kementerian pada akhir tahun. "Kalau serapannya bagus, lebih dari 60 persen, berarti itu untuk meng-cover kerugian kebakaran hutan," kata Basah kepada Tempo, Jumat pekan lalu.

Saat ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan rata-rata menghabiskan Rp 45 ribu per hektare per tahun untuk perawatan keseluruhan hutan seluas 120 juta hektare. Jumlah tersebut berada di kisaran Rp 5,4 triliun.

"Kalau penggunaan anggaran lebih dari itu, sisanya bisa dihitung sebagai kerugian," katanya. Namun, menurut Basah, itu baru kerugian dari satu kementerian. Belum kerugian dari sisi ekonomi pemerintah daerah, kepolisian, tentara, dan kementerian lain yang turut membantu pemadaman. Juga dampak kerugian lintas sektor yang menaruh harapan pada sektor kehutanan, seperti mebel, kertas, bioenergi, dan ternak. "Jadi sulit dicari angka pastinya," ujarnya.

Basah yakin luas hutan yang terbakar tahun ini takjauh berbeda dengan kebakaran pada 2014, yang mencapai 29 ribu hektare. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana, kerugian akibat kebakaran hutan pada 2014 mencapai Rp 50 triliun. "Sekitar itulah kerugian tahun ini," katanya.

Gustidha Budiartie, Andi Ibnu Rusli, Ahmad Faiz, Syaipul Bakhori (Jambi), Riyan Nofitra (Pekanbaru)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus