Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DATA satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) yang diunduh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia itu cukup mencengangkan. Area hutan Riau yang terbakar tiga tahun terakhir yang berada dalam wilayah konsesi perusahaan-perusahaan besar ternyata amat luas.
Salah satunya PT Satria Perkasa Agung, yang terafiliasi dengan Asia Pulp and Paper (APP) Group--induk grup perusahaan kertas terbesar di Indonesia yang juga menaungi Sinar Mas Group. "Sepanjang 2014 saja area izin penguasaan hutan milik Satria Perkasa mencapai seribu hektare," kata Direktur Walhi Riau Riko Kurniawan, Rabu pekan lalu. Itu sekitar 2,5 persen dari total hutan Riau yang ludes dilahap api tahun lalu. Sekarang area izin perusahaan ini di Desa Serapung, Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan, kembali terbakar bersama 4.000-an hektare lahan gambut lain.
Seturut citra satelit NOAA, lahan gambut milik perusahaan Satria Perkasa Agung selalu terbakar tiga tahun terakhir. Tahun lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sempat menyelidiki perusahaan ini. Tapi tak ditemukan bukti kuat bahwa Satria sengaja membakar lahan konsesinya.
Kali ini giliran polisi yang mengusut dugaan keterlibatan Satria dalam kebakaran hutan. "Kami sedang mengumpulkan bukti," ujar Kepala Kepolisian Resor Pelalawan Ajun Komisaris Besar Ade Johan Sinaga pekan lalu.
Sayangnya, Tempo tak berhasil menemui petinggi Satria untuk meminta konfirmasi. Kantor perusahaan itu di Jalan Teuku Umar, Pekanbaru, Jumat sore pekan lalu kosong. Penjaga keamanan mengatakan para pemimpinnya sedang tak ada di kantor.
Direktur Pelaksana APP Group Aida Greenbury tak percaya PT Satria sengaja membakar hutan di lahan konsesinya. Menurut dia, APP sudah melarang 38 perusahaan penyuplai bahan baku yang berafiliasi dengannya membuka lahan dengan cara membakar. Ia sebaliknya menuduh perambah hutan ilegal sebagai biang kebakaran. Lagi pula, "Kami mendapat laporan, tidak ada kebakaran berarti dalam konsesi kami di Riau," katanya.
Pernyataan Aida berbeda dengan data yang Tempo peroleh. Dalam tiga tahun terakhir, hutan dalam wilayah izin APP di Riau sudah terbakar tiga kali. Kebakaran antara lain terjadi di area yang dikuasai PT Ruas Utama Jaya (Rokan Hilir), PT Arara Abadi (Pelalawan), PT Bukit Batu Hutani Alam dan PT Sakato Pratama Makmur (Bengkalis), PT Suntara Gajapati (Dumai), serta PT Balai Kayang Mandiri (Siak).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah menetapkan petinggi ketujuh perusahaan itu sebagai tersangka, tahun lalu. Entah mengapa kasus tersebut seolah-olah menguap.
Di luar APP Group, kebakaran hutan yang berulang di Riau juga terjadi di wilayah konsesi tiga perseroan yang terafiliasi dengan Asia Pacific Resources International (April) Group, yang beralamat di Singapura. Ketiganya adalah PT Sumatera Riang Lestari, PT Rimba Peranap Indah, dan PT Riau Andalan Pulp and Paper. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun lalu sudah menetapkan bos Sumatera Riang Lestari sebagai tersangka.
Tudingan ini ditampik Direktur Pelaksana April Indonesia Tony Wenas. "Semua kebakaran telah kami laporkan kepada pihak yang berwajib agar ada transparansi antara perusahaan dan pemangku kepentingan," katanya melalui surat elektronik, Jumat pekan lalu.
Kebakaran hutan di Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah juga melibatkan APP. Di Sumatera Selatan, ada setidaknya tujuh perusahaan terafiliasi dengan APP yang lahannya ikut terbakar. Di antaranya PT Sebangun Bumi Andalas, PT Tripupa Jaya, PT Rimba Hutan Mas, PT Bumi Persada I dan II, serta PT Bumi Andalas Permai.
Menurut data Walhi, kebakaran hutan berulang terjadi pula pada lahan konsesi milik 84 perusahaan sawit. "Temuan itu berdasarkan citra satelit dan pengecekan di lapangan," ujar Direktur Walhi Sumatera Selatan Hadi Jatmiko.
Sedangkan di Kalimantan Tengah terdapat 8.131 titik kebakaran yang berada dalam wilayah konsesi 347 perusahaan sawit. Di antaranya, tiga perusahaan terafiliasi dengan Sinar Mas Group dan 14 terafiliasi dengan Wilmar Group. Ketiga perusahaan grup Sinar Mas yang dimaksud adalah PT Agro Lestari Sentosa, PT Satya Kisma Usaha, dan PT Mitratama Abadi Makmur.
Tapi Direktur Pelaksana Sinar Mas Group Gandhi Sulistyo membantah ada kebakaran di lahannya. "Area perusahaan sangat mudah diidentifikasi sehingga tidak rasional jika perusahaan sengaja membakar," katanya lewat pesan pendek, Kamis pekan lalu.
Wilmar Group juga membantah. Juru bicara perusahaan, Master Parulian Tumanggor, mengatakan hanya enam perusahaan afiliasi grup itu yang lahannya terbakar. Perusahaan-perusahaan itu adalah PT Bumi Sawit Kencana, PT Karunia Kencana Permai Sejati, PT Mentaya Sawit Mas, PT Mustika Sembuluh, PT Rimba Harapan Sakti, dan PT Sarana Titian Permata. Menurut dia, masyarakatlah yang membakar lahan, dan apinya merembet. "Kami sudah melapor ke polisi," ujarnya.
Lantaran sulit membuktikan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut telah sengaja membakar hutan, pemerintah kini mengubah strategi. "Kami akan menerapkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.
Dengan undang-undang tersebut, kata Siti, perusahaan pemegang konsesi yang lahannya terbakar akan dianggap lalai serta diberi sanksi administrasi ringan, sedang, dan berat. Sanksi ringan berupa teguran dan kewajiban merehabilitasi bekas area kebakaran. Sanksi sedang berupa pembekuan izin selama enam bulan dan kewajiban merehabilitasi bekas area kebakaran. Sedangkan sanksi terberat berupa pencabutan izin lingkungan disertai gugatan pidana dan perdata.
Kriteria pemberian sanksi mengacu pada luas area konsesi yang terbakar. Kalau luas area yang terbakar di bawah 100 hektare, perusahaan hanya mendapat sanksi ringan. Sanksi sedang untuk 100-500 hektare dan sanksi berat buat area di atas 500 hektare.
Siti mengatakan Kementerian akan mulai menerapkan aturan sanksi tersebut terhadap 286 perusahaan yang lahan konsesinya terbakar tahun ini. Empat di antaranya akan mendapat sanksi pencabutan izin penggunaan lahan. "Tapi kami masih mengecek dulu untuk memastikannya," ujar Siti. Ia mengatakan nasib perusahaan yang lain menunggu hasil investigasi Kementerian.
Kebakaran lahan tak melulu terkait dengan perusahaan. Ada pula lahan yang sengaja dibakar penduduk. Misalnya dua warga Pelalawan, Victor Siagian, 55 tahun, dan Tunggino, 36 tahun. Polisi telah menetapkan keduanya sebagai tersangka. Kepala Kepolisian Resor Pelalawan Ade Johan mengatakan keduanya ditangkap saat tengah membakar lahan.
Victor, saat ditemui di penjara Pelalawan, mengaku membakar 1,5 hektare lahan di belakang rumahnya untuk ditanami sayuran. Demikian juga Tunggino. Dia mengatakan membakar 1,3 hektare lahan miliknya untuk berkebun. "Saya tak menyangka akan seperti ini," katanya.
Rusman Paraqbueq, Andri El Faruqi (Riau), Karana W. (Palangkaraya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo