Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Surat Rekomendasi Terganjal Ketua

Rekomendasi Ombudsman RI tentang pelanggaran aparat kepolisian dalam penanganan perkara Novel Baswedan tak kunjung diterbitkan. Tersebab intervensi Ketua Ombudsman.

21 September 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA kali menggelar rapat pleno, Ombudsman Republik Indonesia gagal menerbitkan rekomendasi untuk pelaporan oleh Novel Baswedan. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ini mengadu ke Ombudsman RI perihal dugaan maladministrasi oleh polisi yang menangkap dan menahannya.

Anggota pimpinan Ombudsman Republik Indonesia, Budi Santoso, mengatakan draf rekomendasi sebenarnya telah siap diteken Ketua Ombudsman RI Danang Girindrawardana. Namun pemimpin lembaga negara yang berjumlah tujuh orang itu belum mencapai kata sepakat. "Di antara pemimpin ada beda pendapat," ujarnya Kamis pekan lalu.

Budi mengatakan Ombudsman telah membentuk tim yang berisi delapan orang. Dua di antaranya dari unsur pimpinan dan enam lainnya dari staf ahli yang telah bertahun-tahun menjalankan fungsi asistensi di lembaga ini. Setelah bekerja sekitar tiga bulan, tim menghasilkan draf rekomendasi 74 lembar. Draf ini telah dibawa ke rapat pleno pemimpin Ombudsman RI pada 11 dan 31 Agustus lalu, dan gagal disepakati. Maka laporan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi itu ke Ombudsman hingga kini masih menggantung.

Novel ditangkap dan ditahan polisi pada Mei lalu atas sangkaan menganiaya pencuri sarang burung walet ketika bertugas di Kepolisian Resor Kota Bengkulu pada 2004. Lima hari setelah penangkapan itu, dia mengadu ke Ombudsman. Menurut Novel, ada dugaan pelanggaran administrasi dalam proses penahanan, penangkapan, penggeledahan, hingga proses rekonstruksi yang dijalaninya. "Ini adalah drama yang dibuat-buat," tutur Novel.

Melalui kuasa hukum Muji Kartika Rahayu, Novel melaporkan dugaan pelanggaran administrasi oleh Komisaris Jenderal Budi Waseso, yang saat itu menjadi Kepala Badan Reserse Kriminal Polri. Budi Waseso, menurut Muji, telah mengeluarkan surat pada Senin pekan ketiga April lalu, yang dijadikan dasar diterbitkannya surat penangkapan dan penahanan terhadap Novel. "Ini tidak lazim dan bisa ditafsirkan sebagai intervensi terhadap penyidik," kata Muji.

Novel juga melaporkan Brigadir Polisi Yogi Haryanto, pelapor kasusnya, dengan tuduhan melakukan maladministrasi atas pelaporannya itu. Yogi dipertanyakan karena sebagai pelapor tidak mengalami langsung kejadian di Bengkulu tersebut. Selain itu, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Herry Prastowo tercantum sebagai salah satu nama yang diduga melanggar administrasi. Novel melaporkan Herry karena mengeluarkan surat perintah penangkapan. Di luar dua nama itu, Novel juga melaporkan sejumlah nama lain ke Ombudsman.

Seorang sumber yang mengetahui sidang pleno Ombudsman menceritakan ihwal belum terbitnya rekomendasi itu. Ia mengatakan, dalam dua kali rapat pleno pimpinan, Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana menolak draf yang telah disusun oleh tim. Padahal sahnya rekomendasi lembaga jika diteken Ketua Ombudsman.

Bahkan, menurut dia, Danang menyodorkan selembar kertas berisi dissenting opinion atau pendapat berbeda dalam rapat pleno yang kedua. Isinya, sejumlah butir yang menjadi alasan keberatan dia. Selain itu, Danang mempertanyakan masuknya nama Budi Waseso ke draf rekomendasi. "Isi dissenting opinion Danang mementahkan seluruh isi rekomendasi dalam draf itu," kata sumber itu. Danang membenarkan mengajukan dissenting opinion. Tapi ia menolak untuk membukanya. "Nanti saja, kalau kasus ini meledak, akan saya buka dan beberkan juga kasusnya."

Danang, seperti dikutip dari orang yang mengetahui rapat pleno, menuding sejumlah pemimpin memaksakan agar nama Budi Waseso masuk rekomendasi. Dalam rapat pleno, pernyataan Danang ini ditanggapi oleh Budi Santoso. Budi justru mempertanyakan keberatan Danang atas masuknya nama Budi Waseso ke draf rekomendasi. "Budi beralasan draf itu merupakan hasil kerja keras tim, berbasis fakta dan temuan," katanya.

Selain itu, Budi menawarkan agar ihwal ini diputuskan dengan cara pemungutan suara. Sebab, rapat pleno Ombudsman telah digelar dua kali dan menemui jalan buntu. "Danang menolak karena jika dipetakan dia akan kalah," kata sumber tersebut. Menurut kalkulasinya, dari tujuh pemimpin Ombudsman yang aktif, setidaknya empat suara setuju pada draf rekomendasi.

Sedangkan yang tidak setuju dua orang. Seorang lagi mungkin bersikap abstain. Sebenarnya pemimpin Ombudsman berjumlah sembilan orang. Namun seorang anggota, Ibnu Tricahyo, meninggal pada 2013. Seorang lagi, Azlaini Agus, kesandung perkara memukul orang dan divonis bersalah oleh pengadilan. "Katakanlah yang abstain itu berpihak ke Danang, kelompok Budi Santoso menang," ujar sumber itu.

Seorang pegawai Ombudsman menyebutkan ada alasan lain yang membuat Danang keras menolak. Menurut sumber itu, ketika masih menjabat Kepala Bareskrim, Budi Waseso pernah mengirimkan orangnya untuk "memeriksa" Ombudsman. Selain itu, Danang kini sedang mencalonkan kembali menjadi anggota Ombudsman untuk periode kedua, 2016-2021. "Ini yang membuat dia gentar," ujarnya.

Menanggapi tudingan ini, Danang mengatakan rekomendasi untuk laporan Novel belum terbit karena kasus Novel saat ini sedang ditangani polisi. Jadi, kata Danang, tidak ada kaitannya dengan ancaman Budi Waseso.

Dia juga menampik penolakan itu karena dia maju lagi dalam seleksi pemimpin Ombudsman. Menurut Danang, sesuai dengan undang-undang, Ombudsman tidak punya wewenang menangani laporan Novel, apalagi mengeluarkan rekomendasi. "Ombudsman menolak laporan yang substansinya sedang dan telah menjadi obyek pemeriksaan pengadilan," katanya.

Menurut Danang, Ombudsman harus menghormati lembaga penegak hukum, baik peradilan maupun kepolisian. Ia merujuk aturan pada poin b, ayat 1 Pasal 36 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Aturan itu menyebutkan Ombudsman menolak substansi laporan yang sedang dan telah menjadi obyek pemeriksaan pengadilan, kecuali laporan tersebut menyangkut tindakan maladministrasi dalam proses pemeriksaan di pengadilan.

Artinya, kata Danang, Ombudsman masih menunggu putusan hukum tetap yang sedang dijalani Novel Baswedan. "Jadi ini amanat undang-undang, bukan karena takut atau yang lain," ujar Danang.

Dalam draf rekomendasi yang salinannya diperoleh Tempo, tim Ombudsman RI telah membuat kesimpulan atas laporan ini. Kesimpulan diambil berdasarkan hasil pemeriksaan, pendapat ahli, dan mempertimbangkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tim menyimpulkan telah terjadi maladministrasi dalam proses penyelidikan. Untuk Budi Waseso, misalnya, Ombudsman menyatakan ia menyalahgunakan wewenang serta mengabaikan kewajiban hukum dengan tidak mengecek dan memeriksa secara cermat adanya rekayasa dan manipulasi penanganan.

Ada lima butir inti rekomendasi yang termuat dalam draf itu yang mengikat terlapor, dalam hal ini Budi Waseso dkk; dan atasan terlapor, yaitu Kepala Polri. Pertama, melakukan pembinaan dan pengawasan, dan pengendalian kepada penyidik yang menangani perkara Novel Baswedan, untuk meningkatkan profesionalisme.

Kapolri juga diminta melakukan gelar perkara khusus dengan melibatkan Novel, penasihat hukum, dan pihak terkait untuk mengevaluasi penanganan perkara.

Gelar perkara ini untuk menentukan status hukum Novel Baswedan karena perkara ini menjadi perhatian publik.

Ombudsman juga merekomendasikan kepada Kapolri agar melakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap Budi Waseso dkk atas maladministrasi berupa penyalahgunaan wewenang, pengabaian kewajiban hukum, rekayasa, dan manipulasi penanganan perkara.

Ombudsman juga mengeluarkan rekomendasi untuk menyelidiki dan menyidik dugaan tindak pidana pemalsuan dan keterangan palsu atas dokumen surat tersebut. Ini berkaitan dengan serangkaian rekayasa keterlibatan Novel Baswedan dalam penganiayaan yang menyebabkan kematian Mulia Johani alias Aan pada 2004 di Bengkulu.

Yang terakhir, Ombudsman memerintahkan semua polisi yang terlibat dalam penanganan perkara Novel Baswedan menaati undang-undang dan peraturan kedinasan.

Budi Waseso enggan menanggapi ihwal rekomendasi ini. "Sekarang bukan wewenang saya lagi," ujarnya. Sebelum dimutasi ke Badan Narkotika Nasional, Budi Waseso menyatakan telah meningkatkan status sejumlah kasus dari penyelidikan menjadi penyidikan. Terutama, kata dia, kasus yang menjadi pekerjaan rumah Waseso. Di antaranya seperti kasus Novel Baswedan.

Menanggapi laporan ke Ombudsman, Budi Waseso menyatakan hal itu merupakan koreksi agar ia bekerja lebih baik. "Kalau ada kekurangan, (laporan) itu untuk perbaikan buat saya," tuturnya.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Kepolisian RI Brigadir Jenderal Agus Rianto mengatakan, jika rekomendasi Ombudsman menemukan pelanggaran, bisa dilaporkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. Menurut dia, kasus Novel akan jalan terus. "Sampai saat ini tidak ada alasan bagi Polri untuk menghentikan," kata Agus.

Pengacara Novel, Asfinawati, menyayangkan tidak segera turunnya rekomendasi Ombudsman. Padahal rekomendasi itu sangat ditunggu kliennya, dan selanjutnya dijadikan dasar untuk mengevaluasi kembali kasus tersebut "Kami minta Ombudsman segera mengumumkan rekomendasinya, publik menunggu," ujarnya.

Sunudyantoro, Avit Hidayat, Dewi Suci Rahayu


Maladministrasi Perkara

SETUMPUK kejanggalan dalam penyidikan kasus dugaan penganiayaan yang dituduhkan kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, terungkap. Ombudsman Republik Indonesia menemukan pelanggaran administrasi dari pelaporan kasus sampai penanganan perkara yang dilakukan petinggi kepolisian.

Temuan Maladministrasi

1. Penyalahgunaan wewenang dan pengabaian hukum dalam penanganan perkara.

Pelaku:
Komisaris Jenderal Budi Waseso ketika menjabat Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI.

Peraturan yang dilanggar:
Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian RI, Peraturan Presiden tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian RI, serta Peraturan Kepala Kepolisian RI tentang Kode Etik Profesi Kepolisian RI.

2. Penyalahgunaan wewenang berupa konflik kepentingan dan pengabaian kewajiban hukum dengan melakukan pembiaran atas rekayasa dan manipulasi perkara.
- Penyimpangan prosedur dan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan.

Pelaku:
Brigadir Jenderal Harry Prastowo, ketika itu menjabat Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.

Peraturan yang dilanggar:
Peraturan Kepala Kepolisian RI dan Kode Etik Kepolisian RI.

3. Perbuatan melawan hukum dan melampaui wewenang, manipulasi, serta rekayasa pembuatan laporan polisi.

Pelaku:
Brigadir Yogi Hariyanto.

Peraturan yang dilanggar:
Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian RI, dan Peraturan Kepala Kepolisian RI tentang Kode Etik Profesi Kepolisian RI.

4. Perbuatan melawan hukum dan melampaui wewenang serta merekayasa penerbitan surat keputusan penghukuman disiplin.

Pelaku:
Ajun Komisaris Besar M. Elia Wasono Mastoko, yang ketika menerbitkan surat menjabat Kepala Kepolisian Resor Kota Bengkulu.

Peraturan yang dilanggar:
Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian RI dan Peraturan Kepala Kepolisian RI tentang Kode Etik Profesi Kepolisian RI.

5. Perbuatan melawan hukum dan melampaui wewenang berupa manipulasi dan rekayasa penerbitan berita acara pemeriksaan laboratoris kriminalistik.

Pelaku:
Komisaris Besar Tarsim Tarigan, Ajun Komisaris Besar Maruli Simanjuntak, Ajun Komisaris Hartanto Bisma, dan Afifah.

Peraturan yang dilanggar:
Peraturan Pemerintah tentang Disiplin Anggota Kepolisian RI dan Peraturan Kepala Kepolisian RI.

6. Perbuatan melawan hukum dan melampaui wewenang berupa manipulasi dan rekayasa penerbitan berita acara pengambilan barang bukti proyektil.

Pelaku:
Dokter Arif Wahyono S.F., DFM; Juli Purwo Jatmiko; Max Mariners; Maruli Simanjuntak; dan Hartanto Bisma.

Peraturan yang dilanggar:
Peraturan Pemerintah tentang Disiplin Anggota Kepolisian RI dan Peraturan Kepala Kepolisian RI.

7. Perbuatan melawan hukum berupa penyimpangan prosedur dalam penetapan pelapor sebagai tersangka.

Pelaku:
Komisaris Besar Dedy Irianto ketika menjabat Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Bengkulu.

Peraturan yang dilanggar:
Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Kepala Kepolisian RI.

8. Perbuatan melawan hukum berupa penyimpangan prosedur dan pengabaian kewajiban hukum dalam menggeledah rumah.

Pelaku:
Komisaris Besar Prio Soekotjo, Ajun Komisaris Besar Agus Prasetiyono, dan Komisaris Suprana.

Peraturan yang dilanggar:
Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Kepala Kepolisian RI.

9. Perbuatan melawan hukum berupa penyimpangan prosedur dan pengabaian kewajiban hukum dalam proses penggeledahan bahan.

Pelaku:
Polisi wanita yang menggeledah istri Novel Baswedan dan Komisaris Suprana, yang ketika itu menjabat kepala unit di Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.

Peraturan yang dilanggar:
Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Kepala Kepolisian RI.

10. Perbuatan melawan hukum berupa penyimpangan prosedur dan pengabaian kewajiban hukum dalam proses penyitaan.

Pelaku:
Komisaris Besar Prio Soekotjo, Ajun Komisaris Besar Agus Prasetiyono, dan Komisaris Suprana.

Peraturan yang dilanggar:
Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Kepala Kepolisian RI.

11. Perbuatan melawan hukum berupa pengabaian kewajiban hukum dengan tidak memberikan akses kepada Novel Baswedan untuk didampingi penasihat hukum.

Pelaku:
Ajun Komisaris Besar T.D. Purwantoro dan Ajun Komisaris Suradi.

Peraturan yang dilanggar:
Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Kepala Kepolisian RI.

Perjalanan Kasus

2012

1 Oktober
Novel Baswedan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Bengkulu atas laporan Yogi Hariyanto, polisi berpangkat brigadir, untuk kasus yang ditanganinya pada 2004.
Polda Bengkulu menerbitkan surat perintah penyidikan terhadap Novel.

5 Oktober
Polda Bengkulu menerbitkan surat perintah penangkapan, tapi Novel tak jadi ditangkap.

2015

26 Januari
Polda Bengkulu melimpahkan kasus ini ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI.

1 Mei
Penyidik Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya menangkap Novel di rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

4 Mei
Novel mengajukan permohonan praperadilan atas penangkapan dan penahanan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

11 Mei
Novel mendaftarkan gugatan praperadilan atas penggeledahan, penyitaan, dan pengembalian barang-barang milik dia yang sebelumnya disita polisi ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

9 Juni
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan yang diajukan Novel.

11 September
Kepala Pusat Penerangan Hukum Amir Yanto menyatakan Kejaksaan Agung telah empat kali bolak-balik menerima berkas perkara Novel Baswedan dan menyatakan belum lengkap.

Sumber: PDAT, Draf Rekomendasi Ombudsman RI atas Pengaduan Novel Baswedan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus