MOBIL-mobil bagus yang sering terlihat berderet di Desa Jatisrono Wonogiri, bukanlah milik penduduk asli di sana. Para pemilik kendaraan yang berasal dari Solo, Semarang, Bandung, Surabaya, danJakarta itu secara sendiri-sendiri atau kebetulan bersamaan sedang mendatangi istri muda masing-masing. Desa dengan penduduk yang umumnya hidup sederhana ltu memang menyimpan kekayaan luar biasa: wanita-wanita cantik. Alamiah. Belum mengenal alat-alat kecantikan modern. Berkulit kuning. Hidung lancip. Bertubuh semampai. Dan ramah. Namun, tak mudah digaet begitu saja. "Harus dinikahi secara sah," ujar seorang di antara mereka, "walaupun dijadikan istri muda." Tak heran, banyak laki-laki yang bertandang dan menancapkan kuku di Jatisrono. "Dulu, saya bertekad tak akan kawin lagi," tutur Suseno, seorang pemborong bangunan dari Solo. "Tapi setelah datang ke Jatisrono, pikiran berubah." Maka, ketika ia mendapat borongan di desa itu pada 1980, Suseno, yang punya istri dan tiga anak di Solo itu, menikahi Sumini. Hasil borongannya di Jatisrono telah membuahkan dua anak. "Wanita di sini selain cantik, juga patuh. Cuma tersenyum pasrah. Bayangkan ujar pemborong bangunan ltu lagi. Pertengahan Desember lalu, 45 istri muda di desa itu diam-diam membentuk paguyuban "Kandi Bodro" - singkatan nama kedua istri Arjuna dalam cerita wayang, Srikandi dan Sembodro. Programnya, kumpul-kumpul sebulan sekali membahas berbagai ramuan tradisional untuk menyenangkan suami. Agar wanita lain di desa itu tak berminat menjadi anggota, mereka mengadakan arisan dengan setoran Rp 50.000 tiap orang. Tapi Suseno dan rekan-rekannya yang punya kepentingan sama terhadap anggota paguyuban itu barangkah mulai menghitung. Sebab, dalam program tambahan paguyuban juga disebutkan bahwa tiap anggota akan meminta kepada suami masing-masing agar dibelikan kebun cengkih. "Untuk biaya sekolah anak-anak, kelak," kata Sumini, istri muda Suseno. Program tambahan yang masuk akal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini