Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Meninggal Dunia

Pelukis spanyol, 90, meninggal dunia, 25 desember yang lalu. (sr)

7 Januari 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

POSTER resmi untuk publikasi Piala Dunia 1982, Spanyol, tak bersifat figuratif seperti lazimnya. Tak ada gambar lapangan, atau gawang, atau bola. Poster itu cuma gambar berbentuk tak keruan dengan warna menyolok: merah, biru, kuning. Tapi itulah poster ciptaan Joan Miro, senirupawan Spanyol yang namanya disejajarkan dengan Picasso dan Salvador Dali, yang pada Hari Natal lalu meninggal dalam usia 90 tahun. Dalam pameran karya permadani beberapa seniman Eropa di Jakarta, awal 1970-an, karya Miro banyak mengundang perhatian. Suatu komposisi bentuk biomorfis dengan warna-warna primer yang memesonakan. Suatu karya yang menunjukkan betapa kaya fantasl si penciptanya. Miro, seperti dikatakan para pengamat seni rupa di Eropa, memang unggul dalam menciptakan bentuk, entah apa. Bentuk-bentuk yang kadangkadang memberikan citra bulan, bintang, matahari, spiral, atau potongan bentuk tubuh yang erotis. Tapi lebih sering bentuk-bentuk itu sulit diidentifikasikan. Sama-sama dilahirkan di Barcelona, Spanyol, Miro tak secepat Picasso dalam meraih kemasyhuran. Baru dalam usia sekitar 30 tahun, Miro mengukuhkan kehadirannya dalam dunia seni rupa. Sementara itu, Picasso, yang 12 tahun lebih tua, dalam usia 20-an telah disebut di mana-mana. Miro, lahir 1893, memang bekerja dan berkembang lambat. Anak seorang pandai emas itu, konon, menyelesaikan satu lukisan paling cepat sekitar sebulan. Dunia Petani, karya besar pertamanya yang bertahun 1922, yang menjadikan namanya dikenal, digarapnya selama enam bulan. Banyak kritisi sepakat, Dunia Petani merupakan semacam ringkasan karya-karya Miro sebelumnya. Gambar rumah, jago, anjing, seekor ikan, dan alat-alat pertanian dalam karya itu sudah sering muncul dalam lukisan Miro sebelum 1922. Dan kata Ernest Hemingway, novelis Amerika pemenang Nobel yang membeli lukisan itu, "Karya itu memiliki semuanya tentang Spanyol yang bisa dilihat bila kamu ke negeri itu - memiliki semua yang kaubayangkan bila kau tak sempat ke sana." Miro sendiri, kemudian, sesudah menjadi masyhur, sering menyebut beberapa lukisannya sebagal "ringkasan dari seluruh hidup dan karyaku, sebagai sintese dari semua yang pernah kulakukan." Perjalanan hidup Miro bukan gampang. Dalam usia belasan tahun, ketika telah belajar melukis, ia pernah jatuh sakit. Ini garagara ayahnya memaksa dia meninggalkan seni lukis dan meminta anak lelakinya itu meneruskan profesi pandai emas. Oleh ayahnya kemudian ia dikirim ke desa, ke Montroig. Di desa pertanian inilah, konon, Miro menyerap dan menangkap bau tanah Spanyol, yang kemudian selalu muncul dalam karya-karyanya. Paris pada awal abad ke-20 merupakan idaman setiap seniman. Miro pun pada akhir 1920 hijrah ke kota itu, dan tahun-tahun pertamanya di rantau orang adalah tahun kelaparan. Sebagai pemuda yang datang dari kelas menengah, ia merasa malu minta tolong kepada teman-temannya. Dan, merasa tak bisa memenuhi permintaan orangtuanya, ia pun segan minta bantuan ayahnya. Tapi kelaparannya itulah yang melahirkan keorisinilan karyakaryanya. Dengan mata berkunang-kunang, dengan tangan yang gemetar, ia membuat sketsa-sketsa bentuk-bentuk aneh yang muncul dalam khayalnya karena lapar. Maka, sejumlah kritisi mengatakan, beberapa karya besar Miro bukanlah sekadar dilukis lewat kenangan atau memindahkan sketsa-sketsa tanah Spanyol. Tapi karya-karya itu lahir lewat halusinasi. Mungkin karena itu, ketika gerakan surealisme lahir di Paris pada 1924, Miro menggabungkan diri meski, kemudian, anak Barcelona ini menyatakan bahwa pertemuannya dengan kaum pemuja mimpi dan bawah sadar itu cuma kebetulan. Ia setuju dengan surealisme karena salah satu doktrin gerakan itu sejalan dengan sikapnya. Yakni, seni yang baik mestinya bukan merekam gambaran keseharian, tapi "mencampakkan dunia sehari-hari." Agar lebih "memurnikan rasa magis segala yang ada di dunia ini," - katanya. Adalah menarik cara Miro berupaya tetap menyegarkan daya kreativitasnya, ketika kelaparan tak mungkin lagi menjadi sumber ilhamnya - karena kemasyhuran datang bersama uang. Di mana saja, Miro suka sekali memperhatikan hal-hal remeh yang luput darl perhatian kebanyakan orang. Kerikil yang aneh bentuknya, sepotong paku yang telah tumpul, sehelai daun yang digerogoti ulat, sebuah kaleng minuman yang telah peyot, atau seekor kupu-kupu yang sedang hinggap. Hal-hal yang dilupakan orang itu, kata Miro, membuatnya lebih bisa menangkap misteri alam raya. Dan itulah yang selalu diungkapkannya dalam karya seni lukisnya, seni patungnya, seni grafisnya, Juga seni keramiknya. Toh, orang yang perhatiannya tertuju pada soal-soal "remeh" itu, suatu ketika, terpaksa marah. Perang saudara di Spanyol yang konon begitu sadistis menghantui Miro, dan lahirlah Alam Benda dengan Sepatu Tua, 1937. Tanpa tahu latar belakang lahirnya karya ini, orang akan menangkap suasana tragedi di situ. Seberkas warna kuning di sana-sini justru lebih membuat muram suasana hitam dalam Alam Benda itu. Dan betapa, kata Manuel Gasser, pengamat seni rupa kelahiran Spanyol yang menulis buku tentang Miro, gambar garpu yang menghunjam buah apel di situ melambangkan kekejaman. Lukisan ini didominasi bentuk-bentuk hitam yang menggeliatkan kesakitan. Inilah lukisan yang memprotes kekejaman perang saudara Spanyol tahun 1930-an, sebagaimana lukisan Guernica Picasso yang terkenal tu. Perang Dunia II meletus, Miro beserta istri dan seorang anaknya kembali ke Spanyol, sampai akhir hayatnya. Pada 1956, ia membangun rumah di Palma di Pulau Mallorca. Dari pulau inilah karya demi karyanya lahir, menunjang ketenaran namanya, mendatangkan uang. Tapi si pencipta tetap hidup bak seorang petani biasa. Miro biasa bangun pagi-pagi, sarapan sepotong roti bakar, sebelum mulai bekerja. Ia, tak seperti Picasso atau Dali, tak berbuat atau berucap aneh-aneh. Orang Spanyol yang termasuk pendek ini, sekitar 155 cm, menjalani hidup rutin dan damai dengn senang. Ia Mengagumi puisi-puisi Rimbaud dan Mallarme. "Saya ingin menggunakan warna seperti kata yang membentuk puisi, seperti nada-nada yang menciptakan musik," katanya suatu hari. Itu sebabnya ia menolak dimasukkan dalam golongan pelukis abstrak. Benar, banyak karya Miro sepintas memang termasuk nonfiguratif, tidak mewakili benda-benda yang bisa dikenal sehari-hari. Tapi itu bukanlah bentuk yang semata bidang dan warna. Bentuk-bentuk itu "memiliki napas hidup." Jika Anda melihat lukisan Miro, "yang terpenting adalah bentuk-bentuk yang kuat dan berisi, yang langsung menerpa wajahmu sebelum engkau sempat berpikir itu apa," kata Miro, pada tahun 1936. "Dan itulah puisi bentuk yang berbicara dengan bahasanya sendiri." Dan sebelum lahir kaum abstrak-ekspresionis - yang tak lagi melukis dengan kanvas dipasang berdiri, tapl kanvas kadang ditaruh di lantai, diguyur minyak dan cat, lantas dioles-oles Miro telah melakukan "gaya melukis abstrak-ekspresionisme" itu. Bila ia melukis pada kanvas besar, ia akan menaruh kanvas itu di lantai, mengguyurnya dengan minyak, lantas ia berjalan-jalan di kanvas itu. "Tentu saja, tubuhku pun lantas berlepotan dengan cat, tapi itulah lukisan. Memang di balik hidupny yang rutin, wajahnya yang kekanak-kanakan, seniman ini menyimpan semangat besar. Pada hari-hari terakhirnya, ia tetap membuat sketsasketsa, mencoba mengungkapkan rahasia alam raya, sampaijantung dan paru-parunya tak lagi mau bekerja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus