Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Arsitek si miskin

Cerita seorang arsitek mesir bernama hassan fathy yang belajar dari arsitektur kuno. ia berhasil membuktikan batu bata lumpur tahan lama sebagai bahan bangunan. (fk)

13 Maret 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALI ini cerita dari Mesir. Seorang arsitek pergi ke desa. Desa yang dikunjunginya terletak di daerah Nubia, dekat kota Aswan. Ketika memasuki dusun pertama di situ, sang arsitek -- Hassan Fathy -- tahu: ia telah menemukan apa yang dicarinya. Adapun ia tengah mencari satu segi teknis bangunan yang direncanakannja. Ia merencanakan bangunan yang batu batanya dibuat dari lumpur sederhana, sebagaimana rumah petani Mesir. Dan di dusun itu ia sadar, bahwa yang dilihatnya adalah "bagian yang masih hidup terus dari arsitektur tradisionil Mesir, suatu cara mendirikan bangunan yang merupakan pertumbuhan wajar dari tamasya alam, sebagaimana pohon kurma yang tumbuh di distrik itu". Yang ia lihat adalah "suatu visi arsitektur sebelum Kejatuhan: sebelum uang, industri, keserakahan, dan snobisme yang telah merenggutkan arsitektur dari akarnya sejati dalam alam". Begitulah ditulisnya dalam bukunya yang terbit tiga lahun lalu di Amerika, Architecture for the Poor (Arsitektur bagi Si Miskin). Adakah Hassan Fathy hanya seorang romantis, yang mencintai apa yang kuno, kedusun-dusunan, dan seakan tak berarti? Mungkin. Tapi sebagaimana terbukti dari judul bukunya, ia ternyata melontarkan suatu pikiran yang penting buat zaman ini dan kelak. Yakni, bagaimana memecahkan persoalan perumahan yang menghantui setiap negeri yang mayoritas rakyatnya melarat. Caranya: ia belajar dari rakyat. Hassan Fathy, anak tuan tanah dari kota dan lulusan Fakultas Seni Rupa Kairo, belajar dari tukang batu bersahaja dari dusun Nubia. Ia telah membuktikan bahwa bahan tradisionil petani Mesir -- batu bata lumpur -- bisa tahan lama, dan bisa dipakai dengan gampang serta murah. Ia belajar dari pengalaman rakyat yang berabad-abad. "Penyelesaian bagi masalah perumahan Mesir", tulisnya, "terletak dalam sejarah Mesir". Tentu saja dengan itu ia melawan arus besar: menghadapi mereka, termasuk orang di pemerintahan, yang lebih menyukai bangunan yang mentereng (meski tak lebih artistik), mahal (meskipun tak lebih kuat) . . . dan banyak uang komisinya. "Modernisasi" memang telah sering sesat. Fathy mengutip Qur'an untuk mengingatkan bahwa manusia juga dibuat dari bahan sederhana, tanah. Ia juga mengutip Dante Alighieri: "Mungkin apa yang kita sebut modern hanyalah apa yang tak berharga untuk tertinggal sampai tua".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus