Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

10 tahun yang lalu

Cerita awal lahirnya supersemar. menurut sudharmono tak benar anggapan suharto melakukan kup terhadap pemerintahan pimpinan sukarno. (nas)

13 Maret 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBELAS Maret, sepuluh tahun yang lalu, Presiden Suharto, waktu itu masih menjabat Menteri Pangad dan Panglima Operasi Pemulihan Keamanan, sedang sakit. Masuk angin di tenggorokan, ditambah dengan batuk dan tidak bisa berbicara dengan lancar. Ia mengenakan sarung plekat warna hijau, piyama dan leher dibebat oleh kain angkin milik ibu Tien Suharto. Demonstrasi mahasiswa anti Presiden Soekarno dan pemerintahannya makin memuncak. Karena diduga adanya "pasukan yang tak dikenal" di sekitar Istana, Bung Karno terpaksa menyingkirkan diri ke Bogor, bersama beberapa orang Menteri. Melihat keadaan ini, datanglah menghadap tiga orang Pati, Amir Machmud, Basuki Rachmat (almarhum) dan M. Yusuf menghadap Soeharto. Untuk minta izin pergi ke Bogor sekalian melaporkan bagaimana sebetulnya keadaan yang sebenarnya. Karena sakit, Soeharto waktu itu cuma titip pesan untuk Kepala Negara yang berada di Bogor itu: "Kalau saya masih dipercaya, saya sanggup mengatasi keadaan". Ketiga Pati tersebut berangkatlah ke Bogor. Di sepanjang perjalanan. Amirmachmud -- yang kini jadi Menteri Dalam Negeri -- membaca Surat Al Ikhlas dan Alfatehah. Demilian pula M Yusuf (sekarang Menteri Perindustrian) dan Basuki Rachmat almarhum. Suasana memang tegang. "Jadi tidaklah benar anggapan bahwa Jenderal Soeharto menuntut kekuasaan lebih besar, apalagi memaksa, melakukan kup atau mendongkel kekuasaan secara inkonstitusionil terhadap pemerintahan lama pimpinan Presiden Soekarno dengan keluarnya SP 11 Maret", demikian penjelasan Mensekneg Sudharmono, setelah mengadakan rekonstruksi peristiwa tersebut di rumah bekas Menteri Pangad Soeharto di jalan Agus Salim 98, Jakarta. Direkam oleh Kepala Pusat Sejarah ABRI Nugroho Notosusanto selama sekitar 2 jam, Presiden seminggu sebelum 11 Maret 1976, telah menceriterakan kembali apa dan bagaimana kejadian 10 tahun tersebut telah terjadi. SP 11 Maret itu didiktekan Bung Karno almarhum untuk kemudian ditik oleh Brigjen M. Sabur (juga almarhum), yang oleh J. Leimena dan Subandrio kemudian dirobah satu kalimat saja. "Jadi tidaklah benar kalau Jenderal Soeharto yang membuat konsep SP 11 Maret", demikian Sudharmono menambahkan. Memang sejak Oktober 1965 sampai 11 Maret 1966. Lebih dari 10 kali telah terjadi pertemuan antara Soekarno-Soeharto. Baik secara bersama-sama dengan yang lain, maupun secara pribadi. Untuk menentramkan situasi, Soeharto sesungguhnya menganjurkan agar Bung Karno membubarkan saja PKI. Bung Karno waktu itu menjawab: "Kalau PKI dibubarkan, akan hilang muka saya sebagai pimpinan dunia". Soeharto kemudian menekankan betapa pentingnya keutuhan nasional dijaga, ketimbang kepentingan internasional. Dengan SP 11 Maret itulah, Soeharto kemudian membubarkan PKI, memenuhi salah satu di antara tiga tuntutan mahasiswa. Rumah di jalan Agus Salim 98 sendiri tidak banyak perobahan. Demikian pula tempat tidur Soeharto, di mana dia menerima tiga orang Pati sebelum ke Bogor, masih seperti kamar 10 tahun yang lalu. Beberapa perabot rumah memang ada yang baru dan rumah ini kini didiami oleh Sigit, putera sulung Presiden, sementara di bagian pavilyun telah dibuka salon kecantikan milik isteri Sigit, Ilse, yang kini jadi ibu dari 2 orang anak. Sebelum Sigit, pernah pula tinggal Probosutedjo, adik Soeharto dari satu ibu. Beberapa saat rumah tersebut pernah kosong, dan sekali pernah dijadikan rumah pengantin laki mengadakan upacara kramasan, ketika adik terkecil Soeharto yang wanita, menikah. Demi keselamatan (karena di belakangnya kini berdiri gedung-gedung tinggi), Presiden dan keluarga kemudian pindah ke jalan Cendana, rumah yang hingga kini tetap dihuninya. Tampaknya, rumah Agus Salim 98 akan dijadikan rumah bersejarah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus