SEJUMLAH staf Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) kini telah siap-siap angkat koper. Mereka bukan korban pengusiran pemerintah Indonesia, tapi untuk menanggapi tekad Duta Besar AS, Ralph L. Boyce, yang ingin memulangkan mereka jika keamanan warga AS di sini terus terancam.
Itu bukan sekadar gertak sambal, kata Boyce. Dalam pertemuan dengan sekitar 30 duta besar di Jakarta, Selasa pekan silam, ia menunjuk insiden peledakan granat di depan sebuah rumah di Jalan Teluk Betung, Menteng, 23 September lalu. Itulah yang ia anggap sebagai upaya mengganggu keselamatan warga AS. Kata sumber TEMPO yang hadir dalam dialog itu, "AS rupanya yakin sasaran sebenarnya adalah rumah yang menjadi tempat tinggal staf kedutaan di jalan tersebut."
AS bahkan menuding Abu Bakar Ba'asyir sebagai otak ledakan di Menteng. Begitu mendengar tuduhan Washington, pengasuh pondok pesantren di Ngruki, Solo, Jawa Tengah itu serta-merta menampiknya. "Itu bohong besar Amerika," ujar Ba'asyir, yang juga pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia. Waktu itu ia mengaku sedang berada di Jawa Tengah.
Bantahan serupa datang dari Ali Santoso. Orang kepercayaan Hasim Sutiono, yang disebut-sebut polisi menjadi sasaran para pembawa granat, menyatakan ledakan di dekat kediaman majikannya tidak ada urusannya dengan "teroris, Al-Qaidah, atau gerakan Islam militan". Wakil juru bicara kepolisian, Brigadir Jenderal Edward Aritonang, bersuara sama dengan Ali. Sejauh ini, kata Edward, polisi terus memeriksa para saksi dan tersangka. "Kita belum ada kesimpulan apa motif mereka," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini