Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ketika Gubernur Pilihan Presiden Berwenang Mereklamasi

RUU Provinsi DKJ memberi kewenangan khusus gubernur untuk menyelenggarakan reklamasi. Ditentang sejumlah kalangan.

9 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga menggunakan masker saat berada di halte Transjakarta di Jakarta, 8 Desember 2023. ANTARA/Hafidz Mubarak A

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kewenangan reklamasi semestinya tetap berada di pemerintah pusat.

  • Berbagai kewenangan khusus pemerintah DKJ di bidang kelautan.

  • Kewenangan reklamasi berpotensi jadi alat tukar politik.

JAKARTA – Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengkritik kewenangan khusus Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) untuk menyelenggarakan reklamasi di laut. Ia menilai kewenangan penyelenggaraan reklamasi tersebut semestinya tetap berada di pemerintah pusat dan tidak diserahkan ke pemerintah daerah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Jangan sampai pemerintah daerah asal tabrak ruang hidup nelayan karena memiliki kewenangan khusus ini,” kata Isnur, kemarin, 8 Desember 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Isnur merujuk pada reklamasi Pantai Utara Jakarta yang menggusur permukiman nelayan di sana. Ia melihat reklamasi tersebut lebih banyak menguntungkan oligarki dan investor. “Saya khawatir kewenangan ini menjadi alat tukar politik,” katanya.

Kewenangan penyelenggaraan reklamasi itu tertuang dalam Pasal 35 ayat 2 huruf h Rancangan Undang-Undang Provinsi Daerah Khusus Jakarta. Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan RUU DKJ ini menjadi usul inisiatif mereka, Selasa lalu.

Pasal 35 RUU itu mengatur kewenangan khusus Pemerintah Provinsi DKJ di bidang kelautan dan perikanan, yaitu kewenangan untuk mengelola ruang laut hingga 12 mil laut, yang diukur dari garis pantai ke arah laut. Pengelolaan ruang laut itu meliputi kegiatan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di luar minyak serta gas bumi; mengatur administrasi dan tata ruang; persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut sampai dengan 12 mil laut di luar migas; menyelenggarakan reklamasi; serta mengatur kawasan khusus di pelabuhan.

Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono (kiri) meninjau penanaman pohon di kawasan Hutan Kota Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) di Pulogadung, Jakarta Timur, 29 November 2023. ANTARA/Fakhri Hermansyah

Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansah menguatkan pendapat Isnur. Trubus berpandangan bahwa kewenangan penyelenggaraan reklamasi semestinya tetap berada di pemerintah pusat. “Sumber daya yang ada di pemerintah daerah, saya rasa, tidak cukup untuk mengelola reklamasi,” kata Trubus.

Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto belum menjawab permintaan konfirmasi mengenai kewenangan khusus pemerintah DKJ tersebut. Adapun juru bicara Menteri Kelautan dan Perikanan, Wahyu Muryadi, hanya membaca pesan WhatsApp yang dikirim ke nomor kontak telepon selulernya.

Kewenangan pemerintah DKJ menyelenggarakan reklamasi ini membetot perhatian berbagai kalangan. Apalagi yang bertanggung jawab mengelola reklamasi itu nantinya adalah gubernur dan wakil gubernur yang ditunjuk serta diangkat oleh presiden. Penunjukan dan pengangkatan Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ oleh presiden ini diatur dalam Pasal 10 RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta.

Urusan reklamasi di Pantai Utara Jakarta berpolemik di era Joko Widodo menjabat Gubernur DKI Jakarta pada 2012-2014 hingga era Basuki Tjahaja Purnama—awalnya Wakil Gubernur Jakarta, lalu menjadi gubernur menggantikan Jokowi yang terpilih sebagai presiden dalam Pemilu 2014.

Proses reklamasi Pantai Utara Jakarta itu sesungguhnya berawal di era Presiden Soeharto pada 1995. Saat itu, Soeharto menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Tujuan reklamasi ketika itu adalah memperluas wilayah daratan Jakarta dengan jalan menguruk laut, dari garis pantai hingga kedalaman air 8 meter.

Selanjutnya, Soeharto menyerahkan tanggung jawab reklamasi ke Gubernur DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta lantas menugaskan enam perusahaan sebagai rekanan reklamasi Teluk Jakarta.

Proses reklamasi ini berlanjut ke era Presiden Abdurrahman Wahid hingga Megawati Soekarnoputri. Agenda reklamasi itu terhenti di masa Megawati karena terhambat urusan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) pada 2003. Namun keenam perusahaan menggugat penghentian reklamasi itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Mereka menang di tingkat peninjauan kembali di Mahkamah Agung pada 2011.

Selanjutnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Tanggung jawab reklamasi Pantai Utara Jakarta tetap berada di tangan Gubernur DKI Jakarta. 

Lalu Gubernur DKI Jakarta saat itu, Fauzi Bowo, menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Dalam peraturan gubernur itu, desain reklamasi berubah menjadi pembentukan 17 pulau baru, yang diberi nama Pulau A hingga Pulau Q. Fauzi Bowo juga menerbitkan izin reklamasi ataupun izin prinsip reklamasi terhadap pulau-pulau tersebut.

Proses reklamasi tersebut berlanjut ketika Joko Widodo terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 2012. Dua tahun berselang, setelah jabatan Gubernur DKI berpindah ke Ahok—panggilan Basuki Tjahaja Purnama, terbit empat izin reklamasi, yaitu Pulau F, G, I, dan K.  

Belakangan, Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli menghentikan reklamasi tersebut pada 18 April 2016. Tiga bulan setelah moratorium itu, Presiden Jokowi me-reshuffle Rizal Ramli. Penggantinya adalah Luhut Binsar Pandjaitan. Selanjutnya, Luhut mencabut moratorium reklamasi tersebut pada 2017.

Namun, ketika Anies Rasyid Baswedan terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 2018, ia menugasi PT Jakarta Propertindo—perusahaan milik daerah—mengelola tiga dari empat pulau reklamasi yang telanjur terbangun. Ketiga pulau itu adalah Pulau C, D, dan G. Anies juga mencabut izin reklamasi 13 pulau lainnya. 

Khusus Pulau G, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjadikannya sebagai zona ambang untuk kawasan permukiman penduduk dan perkantoran. Kondisi terkini Pulau G berupa hamparan daratan pasir, yang sebagian mulai terkikis oleh abrasi air laut.

ANDI ADAM FATURRAHMAN | RUSMAN PARAQBUEQ

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus