Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Babi, Pembasmi Sampah Baru

Dr. d.t.h Sihombing, mengadakan penelitian cara menanggulangi sampah dengan ternak potong seperti: babi, sapi, sebagai alat pembasmi. Tapi ada seorang yang meragukan citra Sihombing.

28 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CARA menanggulangi sampah yang paling praktis dan murah sudah ditemukan Dr. D.T.H. Sihombing. Memang ia sama sekah tidak menciptakan alat baru. Sejak Oktober tahun silam, Kepala Bagian Ilmu Ternak dari IPB ini, justru sibuk membina enam ekor babi agar ternak potong itu dapat berfungsi sebagai alat pembasmi sampah. Caranya sederhana. Hewan-hewan itu dikandangkan di pekarangan belakang Fakultas Peternakan IPB. Tiap pagi Sihombing menyodorkan sampah segar dari rumahnya ke mulut binatang itu selama dua minggu terus-menerus. Keenam hewan yang selalu rakus itu ternyata sehat-sehat. Tapi scbaliknya yang terjadi pada Sihombing. Sarjana berperawakan kurus kecil ini malah kurang tidur karena was-was, "takut kalau-kalau ada babi yang mati." Andaikata ada yang mati, pagi seka!i ia sudah siap menyingkirkan bangkainya. Sementara itu ia juga tidak lupa menimbang berat badan binatang-binatang itu, mengawasi pertumbuhannya, bahkan meneliti cara mereka melahap sampah. "Saya yakin percobaan ini berhasil," kata Sihombing dengan pasti. Penelitian tahap berikut dilakukan terhadap 100 ekor babi, juga di lingkungan IPB. Segerobak sampah disediakan Dinas Kebersihan dan Keindahan Kodya Bogor. "Mula-mula ada babi yang malu-malu," kata sang peneliti. Tapi lewat dua hari, babi mulai ketagihan. Hidangan sampah tidak cukup segerobak upi meningkat jadi satu truk yang diangkut dari Pasar Ramayana, 700 m dari kampus IPB. Setelah babi-babi itu tanpa rasa malu lagi, Sihombing hilang pula waswasnya. Sarjana ini menyembelih dua hewan percobaan untuk sekedar mengetahui mutu daging hewan pemakan sampah. "Ternyata lebih gurih," ujar Sihombing memuji, "gajihnya lebih tipis, serat-seratnya halus dan empuk, malah mengandung protein." Lebih penting lagi, katanya, tidak mengandung benih penyakit serta bebas dari cacing. Menurut sarjana yang sempat meninjau pelbagai usaha pemanfaatan sampah di berbagai negara ini, "pemecahan masalah sampah dengan mesin tidaklah menyelesaikan masalah. Lagi pula biayanya cukup besar." Sebaliknya, menyodorkan sampah pada ternak berarti mendapat manfaat ganda, seperti yang sudah ia buktikan. Untuk menyempurnakan penemuan Sihombing, sejak Februari lalu, penelitian dilakukan lebih terpadu, dibantu oleh satu tim terdiri dari delapan ahli Fakultas Peternakan IPB. Dibiayai oleh Direktorat Cipta Karya Bandung, penelitian bermaksud mengungkap hal-hal seperti: berapa kapasitas ternak menelan sampah dan berapa lama waktu yang diperlukan hewan itu untuk bisa melahap volume sampah tertentu. Hewan percobaan adalah babi, sapi dan kerbau, semua 65 ekor. Sampah yang dihidangkan sebanyak dua truk. "Saya sengaja memilih kombinasi ini, karena mereka bisa kerjasama," ujar Sihombing yang tak bosan-bosan nongkrong di depan kandang. Maka diketahui: sapi cuma suka menggasak sampah yang ada di permukaan, kerbau mau makan sampah yang sudah terinjak-injak Sedangkan babi sangat aktif, tidak hanya melahap tapi juga membongkar sampah yang kemudian dimakan oleh sapi dan kerbau. Napsu makan para hewan itu menggembirakan. Tanpa pandang kiri kanan, segala jenis sampah disikat, kecuali beling, kaleng, kayu, tulang dan plastik. Yang juga sulit dipercaya adalah timbunan sampah di sana tak berbau sama sekali. Bahkan menurut Sihombing, kotoran babi di situ juga tak berbau, satu hal yang menimbulkan tanda-tanya dan katanya akan diteliti juga. Sementara itu oleh peneliti yang lain, Dr. Simamora, sampah tersisa bekas ternak dijadikan kompos untuk menambah humus tanah. Malah sisa sampah yang bercampur dengan kotoran babi dan sapi, kata sarjana itu bisa menghasilkan kompos yang baik. "Tanaman bayam dalam usia 28 hari lebat sekali tumbuhnya," ungkap Simamora. Mungkin karena mengandung vitamin B kompleks, mineral, garam dan zat-at lain yang berguna bagi pertumbuhan tanaman tersebut. Begitu pulatambahnya, kuman-kuman yang berkembang-biak di situ justru berfungsi sebagai probiotik yang memperkuat daya tahan tubuh hewan itu. "Ini proses alam yang sangat berguna," kata Simamora. Tidak Tersinggung? Dalam rangka penelitian itu, hewan potong dianjurkan tidak makan sampah dua minggu sebelum disembelih. Ini dimaksudkan supaya berat badan hewan bertambah. Diakui oleh Sihombing pertumbuhan hewan pemakan sampah lambat, seperti ternak kampung. Dengan berpantang sampah berat bertambah, tanpa lemak ikut bertambah. Dinas Pemotongan Hewan Bogor akan mencoba eksperimen tersebut tahun depan. Dengan catatan, dua minggu menjelang disembelih hewan-hewan diberi makanan berkalori. Drs. A. Darul Tahkik, 35 tahun, Kepala Dinas Kebersihan Bogor, menyambut gembira hasil penelitian Sihombing, seraya berharap agar para peternak bersedia mengambil sendiri sampah ke 15 tempat penampungan di seantero Bogor. Dengan begitu, masyarakat bisa berpartisipasi menanggulangi sampah. Tapi Ahong, 34 tahun, seorang peternak babi di Gunung Guntur, Bogor, masih meragukan pemberantasan sampah model Sihombing. Peternak yang rajin mengolah makanan babi dari campuran dedak, ampas tahu, nasi kering dan protein bekas ikan teri ini, masih ingin membuktikan: apakah sampah tidak menyebabkan babi sakit? Satu hal lagi, apakah umat beragama tidak ada yang tersinggung bila ketiga jenis hewan dikumpulkan jadi satu. Pembauran ini perlu, karena dengan jalan itulah sampah bisa habis tuntas, seperti dibuktikan percobaan Sihombing.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus