CARA menanggulangi sampah yang paling praktis dan murah sudah
ditemukan Dr. D.T.H. Sihombing. Memang ia sama sekah tidak
menciptakan alat baru. Sejak Oktober tahun silam, Kepala Bagian
Ilmu Ternak dari IPB ini, justru sibuk membina enam ekor babi
agar ternak potong itu dapat berfungsi sebagai alat pembasmi
sampah. Caranya sederhana.
Hewan-hewan itu dikandangkan di pekarangan belakang Fakultas
Peternakan IPB. Tiap pagi Sihombing menyodorkan sampah segar
dari rumahnya ke mulut binatang itu selama dua minggu
terus-menerus. Keenam hewan yang selalu rakus itu ternyata
sehat-sehat. Tapi scbaliknya yang terjadi pada Sihombing.
Sarjana berperawakan kurus kecil ini malah kurang tidur karena
was-was, "takut kalau-kalau ada babi yang mati."
Andaikata ada yang mati, pagi seka!i ia sudah siap menyingkirkan
bangkainya. Sementara itu ia juga tidak lupa menimbang berat
badan binatang-binatang itu, mengawasi pertumbuhannya, bahkan
meneliti cara mereka melahap sampah. "Saya yakin percobaan ini
berhasil," kata Sihombing dengan pasti.
Penelitian tahap berikut dilakukan terhadap 100 ekor babi, juga
di lingkungan IPB. Segerobak sampah disediakan Dinas Kebersihan
dan Keindahan Kodya Bogor. "Mula-mula ada babi yang malu-malu,"
kata sang peneliti.
Tapi lewat dua hari, babi mulai ketagihan. Hidangan sampah tidak
cukup segerobak upi meningkat jadi satu truk yang diangkut dari
Pasar Ramayana, 700 m dari kampus IPB.
Setelah babi-babi itu tanpa rasa malu lagi, Sihombing hilang
pula waswasnya. Sarjana ini menyembelih dua hewan percobaan
untuk sekedar mengetahui mutu daging hewan pemakan sampah.
"Ternyata lebih gurih," ujar Sihombing memuji, "gajihnya lebih
tipis, serat-seratnya halus dan empuk, malah mengandung
protein." Lebih penting lagi, katanya, tidak mengandung benih
penyakit serta bebas dari cacing.
Menurut sarjana yang sempat meninjau pelbagai usaha pemanfaatan
sampah di berbagai negara ini, "pemecahan masalah sampah dengan
mesin tidaklah menyelesaikan masalah. Lagi pula biayanya cukup
besar." Sebaliknya, menyodorkan sampah pada ternak berarti
mendapat manfaat ganda, seperti yang sudah ia buktikan.
Untuk menyempurnakan penemuan Sihombing, sejak Februari lalu,
penelitian dilakukan lebih terpadu, dibantu oleh satu tim
terdiri dari delapan ahli Fakultas Peternakan IPB. Dibiayai oleh
Direktorat Cipta Karya Bandung, penelitian bermaksud mengungkap
hal-hal seperti: berapa kapasitas ternak menelan sampah dan
berapa lama waktu yang diperlukan hewan itu untuk bisa melahap
volume sampah tertentu. Hewan percobaan adalah babi, sapi dan
kerbau, semua 65 ekor. Sampah yang dihidangkan sebanyak dua
truk. "Saya sengaja memilih kombinasi ini, karena mereka bisa
kerjasama," ujar Sihombing yang tak bosan-bosan nongkrong di
depan kandang.
Maka diketahui: sapi cuma suka menggasak sampah yang ada di
permukaan, kerbau mau makan sampah yang sudah terinjak-injak
Sedangkan babi sangat aktif, tidak hanya melahap tapi juga
membongkar sampah yang kemudian dimakan oleh sapi dan kerbau.
Napsu makan para hewan itu menggembirakan. Tanpa pandang kiri
kanan, segala jenis sampah disikat, kecuali beling, kaleng,
kayu, tulang dan plastik. Yang juga sulit dipercaya adalah
timbunan sampah di sana tak berbau sama sekali. Bahkan menurut
Sihombing, kotoran babi di situ juga tak berbau, satu hal yang
menimbulkan tanda-tanya dan katanya akan diteliti juga.
Sementara itu oleh peneliti yang lain, Dr. Simamora, sampah
tersisa bekas ternak dijadikan kompos untuk menambah humus
tanah. Malah sisa sampah yang bercampur dengan kotoran babi dan
sapi, kata sarjana itu bisa menghasilkan kompos yang baik.
"Tanaman bayam dalam usia 28 hari lebat sekali tumbuhnya,"
ungkap Simamora. Mungkin karena mengandung vitamin B kompleks,
mineral, garam dan zat-at lain yang berguna bagi pertumbuhan
tanaman tersebut. Begitu pulatambahnya, kuman-kuman yang
berkembang-biak di situ justru berfungsi sebagai probiotik yang
memperkuat daya tahan tubuh hewan itu. "Ini proses alam yang
sangat berguna," kata Simamora.
Tidak Tersinggung?
Dalam rangka penelitian itu, hewan potong dianjurkan tidak makan
sampah dua minggu sebelum disembelih. Ini dimaksudkan supaya
berat badan hewan bertambah. Diakui oleh Sihombing pertumbuhan
hewan pemakan sampah lambat, seperti ternak kampung. Dengan
berpantang sampah berat bertambah, tanpa lemak ikut bertambah.
Dinas Pemotongan Hewan Bogor akan mencoba eksperimen tersebut
tahun depan. Dengan catatan, dua minggu menjelang disembelih
hewan-hewan diberi makanan berkalori.
Drs. A. Darul Tahkik, 35 tahun, Kepala Dinas Kebersihan Bogor,
menyambut gembira hasil penelitian Sihombing, seraya berharap
agar para peternak bersedia mengambil sendiri sampah ke 15
tempat penampungan di seantero Bogor. Dengan begitu, masyarakat
bisa berpartisipasi menanggulangi sampah.
Tapi Ahong, 34 tahun, seorang peternak babi di Gunung Guntur,
Bogor, masih meragukan pemberantasan sampah model Sihombing.
Peternak yang rajin mengolah makanan babi dari campuran dedak,
ampas tahu, nasi kering dan protein bekas ikan teri ini, masih
ingin membuktikan: apakah sampah tidak menyebabkan babi sakit?
Satu hal lagi, apakah umat beragama tidak ada yang tersinggung
bila ketiga jenis hewan dikumpulkan jadi satu. Pembauran ini
perlu, karena dengan jalan itulah sampah bisa habis tuntas,
seperti dibuktikan percobaan Sihombing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini