Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Pusat Gempa Entah Di Mana

Pusat gempa yang baru saja melanda Sumatra Barat sangat membingungkan. Koordinatnya menunjuk ke samudera Indonesia, bahkan ke Atlantik. Tadinya pusat gempa disangka di sekitar alahan panjang.

28 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GUNCANGAN (13 November) itu berlangsung hanya 4 detik, melanda sebagian besar Sumatera Barat--tidak hanya terasa di Bukittinggi. Pagi itu (pukul 02.28 WIB) bumi Sum-Bar berguncang sampai lima kali, dan beberapa kali lagi siangnya dan Sabtu siang, meski yang susulan itu tak sekuat guncangan pertama. Tak terjadi korban jiwa. Kerusakan material tak banyak tapi beberapa gedung bertingkat retak, terutama di Padang dan Indarung. Penjelasan pertama tersiar dari Padangpanjang seperti dimuat harian Kompas. Menurut I Made Rae, Kepala Pusat Meteorologi dan Gcofisika di Lubuk Matakucing, Padangpanjang, pusat gempa (episentrum) itu di laut, sekitar 100 km sebelah selatan stasiunnya. Ia pun memperkirakan kekuatannya melebihi angka 5 pada Skala Richter. Made Rae tak bisa lebih cermat karena seismograf di stasiun yang ia pimpin tak bisa mencatat angka yang melebihi 5 itu, sedang jarumnya sudah melampaui garis maksimum. Kosasih dari Kantor Meteorologi dan Geofisika di Padang menerangkan pusat gempa itu punya kedalaman yang melebihi 30 km. Cukup banyak pihak yang pusing mengikuti berita simpang siur sekitar lokasi pusat gempa itu. Salah Kutip Di mana sebetulnya episentrum gempa itu? Buchari, Kepala Kantor Meteorologi dan Geofisika di Padang, mengungkapkan analisa sementara yang ia terima dari Lembaga Meteorologi dan Geofisika di Jakarta. Laporan itu menyebutkan gempa tadi berkekuatan 5,4 pada Skala Richter dan pusatnya terletak sekitar Alahan Panjang pada--seperti dikutip harian Sinar Harapan (14 November)-"9 derajat lintang selatan dan 107 bujur timur, lebih kurang 77 km di selatan Padang." Kesemrawutan agaknya dimulai di sini. Laporan dari Jakarta itu "memindahkan" episentrum gempa itu ke darat. Tapi koordinat yang dikutip Sinar Harapan, bertentangan dengan itu, menunjuk pada suatu lokasi di Samudera Indonesia . . . 280 km sebelah selatan Kota Sukabumi di Jawa Barat. Apalagi koordinat lokasi ini "diperjelas dengan "77 km di selatan Padang". Ini menempatkan "sekitar Alahan Panjang" juga di tengah laut, antara Kota Painan dan Pulau Sipora, Sum-Bar. Sebetulnya Alahan Panjang terletak di koordinat 100ø 47' 5" Bt (Bujur Timur) dan 1ø 4' Ls (Lintang Selatan), sekitar 50 km sebelah tenggara Kota Padang. Tidak itu saja. Buletin Antara (15 November) sempat memberitakan lokasi episentrum gempa tektonik itu "terletak pada 01' 06" lintang selatan dan 99' 12" bujur timur". Meski sudah ada keterangan Buchari berdasarkan analisa dari Jakarta, berita A ntara menempatkan pula episentrum itu di "selatan Kotamadya Padang, yaitu sebelah utara Provinsi Bengkulu." Yang hebat, menurut "koordinat Antara" itu, episentrum gempa bumi di Sumatera Barat berada di tengah Samudera Atlantik, sebelah barat Benua Afrika, 1.000 km lepas pantai Gabon. Koordinat yang janggal itu tanpa ragu dikutip Kompas pagi berikutnya. Hanya Sinar Harapan sore itu rupanya mencium suatu keanehan dan "membetulkan" koordinat itu hingga menjadi "0,1 derajat Lintang Selatan dan 99 derajat 12 menit Bujur Timur". Ini memang lebih layak, meski letaknya 180 km sebelah barat-laut Kota Padang, di laut, lepas Airbangis, masih di Sumatera Barat. Agaknya ini semua terjadi karena salah kutip -- atau keliru memahami data laporan dari Jakarta yang diumum kan Buchari. Analisa sementara dari Lembaga Meteorologi dan Geofisika di Jakarta menempatkan episentrum gempa di Sum-Bar itu pada koordinat "0,9 S - 100,7ø E". Meski tampaknya lebih layak, penulisan angka koordinat itu dengan desimal kembali membingungkan pembaca awam. Soalnya pelajaran Ilmu Bumi di sekolah dulu hanya mengajarkan sistem sexagesimal, berdasarkan lingkaran yang dibagi 360 derajat, setiap derajat dib'agi 60 menit dan setiap menit dibagi 60 detik pula. Tak pernah orang awam mengetahui ada sistem lain yang membagi sebuah lingkaran menjadi 400 derajat dan setiap derajat itu dibagi 100 menit, setiap menit 100 detik. Sistem centigesimal ini terkadang digunakan ahli geodesi dan sebangsanya. Salah Kira Tapi nilai 0,9ø S bisa menjadi 54' S dan 100,7ø E menjadi 100ø.42' T. Ini menempatkan episentrum gempa di Sum-Bar itu 9 km sebelah utara Gunung Talang, 40 km sebelah timur Kota Padang, tepat di ?tas Patahan Semangko, rekahan geologis besar yang membujur di punggung Pegunungan Bukit Barisan dari ujung utara sampai ujung selatan Pulau Sumatera (TEMPO, 5 Januari 1980). Lokasi ini hampir bersamaan dengan lokasi pusat gempa dahsyat di tahun 1926 yang dikenal dengan nama gempa Padangpanjang dengan koordinat 0,7ø S dan 100,6ø Bt atau 42' Ls dan 100ø 36 ' Bt. Lokasi ini juga bagi Profesor Dr. J.A. Katili, Dirjen Pertambangan Umum, masuk akal. Menurut Katili, karena pusat gempa itu relatif dangkal (33 km), hanya, ada dua kemungkinan sebagai sumbernya. Pertama, sepanjang zone subduksi, jauh di laut, yang merupakan pertemuan antara lempengan Samudera Indonesia dengan lempengan Eurasia. Kedua, sepanjang Patahan Semangko itu. Tapi Katili memastikan gempa itu bukan gempa vulkanis. "Ini gempa tektonis," katanya. "Semula saya kira gempa subduksi," ujar Prof. Katili kepada TEMPO pekan lalu. "Apalagi ketika ada berita Padang terkena." Tapi kemudian ternyata tidak ada tanda di laut seperti dilaporkan sejumlah nelayan maupun Syahbandar Teluk Bayur, Djamaran. Tinggal kemungkinan kedua Patahan Semangko. Dan analisa dari geofisika Jakarta menunjang dugaan ini. Lebih kuat lagi karena analisa itu dibuat mencakup data dari berbagai stasiun pencatat gempa di luar negeri, sumber informasi yang tidak diperoleh stasiun di daerah. Selain itu stasiun pencatat di daerah letaknya terlalu dekat dengan pusat gempa hingga plotting-nya bisa kurang jelas. "Stasiun yang letaknya lebih jauh dari episentrum gempa bisa lebih teliti," ujar Katili.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus