Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Mencoba Kelinci Di Sarampad

Untuk memulihkan penyakit kurang gizi yang pernah menyerang penduduk Sarampad, Cianjur, pemerintah Belanda menyerahkan sumbangan berupa bibit-bibit kelinci.

28 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETIAP Sabtu: makan sebutir telur ayam. Selasa: minum seperempat liter susu sapi segar. Kamis: makan daging kelinci dengan singkong. Hari-hari lain, bebas: makan nasi dengan lauk yang sesuai dengan kemampuan masing-masing. Itulah menu sebagian penduduk Desa Sarampad di Kecamatan Cugenang, Cianjur (Jawa Barat). Daftar makanan yang digalakkan sejak Mei lalu itu, diharapkan dapat memulihkan penyakit kurang gizi yang menyerang penduduk dua tahun lewat. Ketika itu ratusan anak balita dan beberapa orang tua menderita buncit perut dan bengkak kaki dan bermata sayu. Penderitaan penduduk Sarampad itu rupanya didengar oleh pihak Kedubes Negeri Belanda di Jakarta. "Ketika meninjau desa itu dua tahun lalu, seorang petugas kedubes menyerahkan sumbangan seharga Rp 4,5 juta. Tidak berupa uang, tapi kredit bibit kelinci," kata Kepala Desa Sarampad, Endang Saepudin. Lewat Yayasan Peternakan Kelinci Romayo di Bandung, 12 penduduk menerima 48 bibit kelinci. Tiap orang masing-masing empat ekor, tiga betina dan satu jantan. Dipilih hari Kamis, menurut Peternakan Romayo, sebab pada hari itulah, 26 Juni 1980, Peternakan Romayo memperkenalkan sate kelinci kepada Presiden Soeharto di Bina Graha Jakarta. Sampai akhir bulan ini, sudah 86 keluarga menjadi peternak, memelihara lebih dari 1.000 ekor kelinci. Mereka tersebar di Kampung Sarampad. Suka warna dan Jamaras. "Setiap Kamis sekitar 176 jiwa makan kelinci. untuk memperbaiki gizi," kata Saepudin lagi. Kelinci-kelinci itu dimakan setelah berkembang biak, bukan untuk dijual kembali. Mereka diwajibkan mengembalikan kredit berupa delapan ekor kelinci kepada Peternakan Romayo yang akan menyerahkannya pula. kepada orang lain. Terletak di lereng Gunung Gede pada ketinggian 650 meter di atas permukaan laut, desa itu dihuni 1.000 kk atau 4.000 jiwa lebih. Sekitar 80% penduduknya terdiri dari buruh tani. Sisanya buruh kasar dengan penghasilan rata-rata Rp 700/hari. Dengan penghasilan sekecil itu mereka tak mampu membeli daging, bahkan tak sanggup memelihara kelinci. Tak Makan Daging Sebab untuk beternak kelinci ternyata dibutuhkan modal juga. Memang penduduk yang bersedia memelihara kelinci mendapat dana Rp 5.000 untuk membuat kandang. Tapi dalam praktek pembuatan kandang itu menghabiskan biaya antara Rp 20.000 sampai Rp 30.000. Udin, 35 tahun, termasuk seorang dari banyak penduduk yang tak marnpu membuat kandang. "Sebetulnya saya ingin beternak kelinci. Tapi saya tak punya modal," katanya. Sebagai buruh pencangkul, penghasilan Udin hanya Rp 600/hari. "Sampai sekarang saya belum pernah merasakan enaknya daging kelinci," katanya polos. Penduduk Sarampad, selama ini memang hampir tak pernah makan daging."Mereka baru ketemu daging kalau mendapat pembagian pada Hari Raya Idul Adha," kata Achmad Sholeh, petugas Bina Sarana Usaha Dinas Peternakan Cianjur. Sebagian besar warga desa memang belum sempat memperbaiki gizi dengan daging kelinci. Karena itu pada akhir 1982 nanti direncanakan 500 keluarga lagi akan memperoleh kredit serupa. Sekarang, untuk sementara, para peternak dilarang menjual kelinci ke warung atau restoran-restoran. Hewan itu diternakkan khusus untuk memenuhi gizi keluarga. Dengan menu kelinci setiap Kamis -- ditambah susu setiap Selasa dan telur ayam setiap Sabtu--diharapkan gizi sebagian warga Sarampad bisa diperbaiki. Menurut Ny. Rodiah, salah seorang peternak kelinci, memelihara kelinci tidak sulit. "Makanan untuk mereka banyak terdapat di kampung sini. Yang penting kandangnya bersih," katanya. Beternak sejak Februari lalu, kini Rodiah memelihara 19 ekor kelinci. Seekor kelinci betina sanggup melahirkan anak empat kali setahun --masing-masing antara enam sampai sepuluh ekor. Hewan jinak itu hanya membutuhkan rerumputan dan kangkung serta sedikit dedak. Kalau ada kelinci yang satu biasanya cukup diberi sebutir Bodrex. "Setelah makan kelinci, badan rasanya sehat --karena itu saya sekarang sudah ketagihan," kata Rodiah tertawa. Peternakan Romayo didirikan oleh tiga bersaudara Rosyid, Mamad dan Yoyo pada September 1979, berpusat di Kampung Cirateun, Lingkungan Isola, Kotamadya Bandung. Rosyid sudah beternak kelinci sejak 1958. Dan dari peternakan ini pula ribuan bibit unggul kelinci disebar ke seluruh Jawa dan beberapa kota di luar Jawa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus