Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah tengah menyiapkan skema pajak atas aset digital, termasuk NFT.
Ketentuan umum aturan perpajakan tetap dapat digunakan untuk NFT.
Metode pelaporan pajaknya adalah self-assessment.
INDONESIA, sampai saat ini, belum memiliki skema perpajakan yang khusus mengatur transaksi non-fungible token atau NFT. NFT adalah suatu teknologi berupa sertifikat digital yang menyatakan kepemilikan sebuah karya atau produk digital. NFT bisa berwujud citra lukisan, gambar, dan foto nonfisik. Juga video, game, lagu, dan barang digital lain. Data sertifikat digital itu kemudian akan ditautkan dalam sistem yang bernama blockchain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NFT diperjualbelikan melalui lokapasar atau marketplace seperti Mintable, Rerible, dan OpenSea dengan mata uang kripto (cryptocurrency) sebagai jaminan atas nilainya. Semua proses transaksi itu tercatat secara autentik dalam sistem blockchain. Namun maraknya perdagangan aset digital seperti NFT belakangan ini menimbulkan pertanyaan: apakah skema pemajakan sudah diterapkan terhadap transaksi model ini di Indonesia?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebab, sebagai perbandingan, sejumlah negara telah menerapkan pemotongan pajak atas aset digital. Australia, misalnya, memungut pajak dari capital gain (penghitungan pajak berdasarkan selisih keuntungan kepemilikan aset) dengan tarif maksimal 30 persen. Hong Kong memakai skema pengenaan pajak remunerasi atas aset kripto yang diterima sebagai pendapatan dari pekerjaan. Adapun Korea Selatan mengenakan tarif pajak penghasilan 22 persen (termasuk pajak penghasilan daerah).
Seniman digital, Ajay Ahdiyat, mengungkapkan, selama melakukan transaksi NFT, baik sebagai kreator maupun kolektor, ia sama sekali tidak dikenai pajak. “Kalau royalti malah ada, bisa 10-25 persen, tergantung marketplace-nya,” kata Ajay. Weldy Rhadiska, kreator dan fotografer, juga menyatakan tidak ada pungutan pajak atas aset NFT-nya. “Sampai sekarang belum ada, sih,” ujarnya. Hanya, tutur Weldy, ia pernah mendapat surat elektronik dari kantor pajak yang memintanya melaporkan aset digitalnya. “Tapi saya bingung juga bagaimana cara melaporkannya.”
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor mengatakan pemerintah tengah menyiapkan aturan untuk memungut pajak atas penghasilan yang diperoleh dari transaksi aset digital, seperti uang kripto ataupun NFT. Sampai saat ini, skema pungutan pajak untuk transaksi aset digital masih dalam pembahasan.
Menurut Neilmaldrin, pemerintah belum mengenakan pajak secara khusus terhadap transaksi digital tersebut. Namun ketentuan umum aturan perpajakan tetap dapat digunakan. “Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, setiap tambahan kemampuan ekonomis dikenai pajak, termasuk transaksi kripto dan NFT,” katanya melalui pesan WhatsApp, Jumat, 21 Januari lalu.
Metode pelaporan pajak untuk penghasilan, tutur Neilmaldrin, juga sama dengan pajak lain, yakni self-assessment atau deklarasi sendiri oleh wajib pajak. Metode tersebut berlaku pula untuk aset digital, yang tergolong obyek pajak penghasilan, karena didefinisikan sebagai “setiap tambahan kemampuan ekonomis” wajib pajak.
“Aset NFT ataupun aset digital lain wajib dilaporkan dalam surat pelaporan pajak tahunan menggunakan nilai pasar tanggal 31 Desember pada tahun pajak tersebut,” ucapnya.
ISMA SAVITRI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo