Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Mereka Kolektor Karya Digital

Kolektor karya seni rupa mulai melirik aset digital non-fungible token atau NFT. Punya fungsi estetika dan investasi.

22 Januari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kolektor karya seni mulai mengumpulkan NFT.

  • Tak hanya berfungsi estetika, NFT juga memiliki fungsi investasi.

  • Kompetisi NFT pertama di Asia Tenggara dihelat Art Moments Jakarta.

BAGI kolektor-kolektor sepuh, agaknya membeli karya digital di platform non-fungible token (NFT) belum menjadi pilihan utama. “Kolektor NFT banyak milenial. Baby boomers generation rata-rata setengah gaptek (gagap teknologi) seperti saya," kata Tossin Himawan, mantan Direktur Astra International yang juga dikenal sebagai kolektor. Tossin mengakui perkembangan NFT pesat dan mulai ada pertumbuhan supply and demand dalam transaksi karya seni rupa di sana. Namun, bagi dia, artwork yang dikoleksi adalah the one and only yang bisa dipajang dan dinikmati secara fisik di rumah. "Lukisan koleksi itu menyangkut scarcity," ujarnya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Para kolektor muda yang tertarik membeli citra-citra digital di platform NFT awalnya juga begitu. Saat pamor NFT mulai melejit beberapa tahun lalu di kalangan internasional, Detty Wulandari belum “menjerumuskan diri” untuk mempelajarinya. Kolektor karya seni rupa ini baru penasaran mengulik aset digital saat ruang obrolan di platform Clubhouse dua tahun belakangan ramai menguliti seluk-beluknya. April tahun lalu, Detty akhirnya mulai mengoleksi NFT. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak sampai setahun, koleksi NFT Detty mencapai 1.500. Rentang harganya beragam, dari 0,1 tezos (mata uang kripto atau cryptocurrency) hingga 2,2 ethereum. Namun sekitar 200 di antaranya sudah dijual lagi oleh Detty. Ribuan karya itu pun tak semuanya didapatkan Detty dengan membeli. Hampir separuh koleksinya adalah kado pemberian seniman. “Koleksiku amat eklektik. Ada yang aku suka karena visualnya bagus, atau cerita di baliknya menarik. Bisa juga karena NFT itu berbentuk meme konyol ataupun GIF,” ucapnya melalui telepon, Rabu, 19 Januari lalu. 

Konsep aset digital yang menguntungkan seniman dalam bentuk perekaman data hak cipta dan pemberian royalti membuat Detty tergiur. “Tak sedikit teman saya yang seniman hidupnya kurang mapan. Sedangkan sistem NFT ini menarik karena menguntungkan kreator ataupun kolektornya,” kata Detty. 

Koleksi Detty Wulandari dari karya Sari Sartje berjudul The Yin+Yang Twins. Dok. Pribadi

Kebiasaan mengoleksi karya seni fisik tak membuat Detty enggan memiliki format digital. Walau tak dapat menyentuhnya langsung, ia tetap bisa merasakan kepuasan dari memandang dan memiliki aset itu. Detty menganalogikan hal ini dengan daftar putar di Spotify yang kita bikin dan bisa kita nikmati walau tak menyentuhnya. Dia juga menganggap format digital NFT lebih praktis karena ia tak perlu menyediakan tempat lagi di rumahnya untuk memajang karya itu. Apalagi Detty mengaku sebagai tipe kolektor yang ingin koleksinya “terlihat”, tak tersimpan di gudang. 

Karena berbentuk digital, koleksi NFT bisa dilihat dan dibawa ke mana saja. Adapun di rumahnya Detty memiliki layar yang bisa memamerkan koleksi NFT-nya. Artinya, satu layar atau media pamer saja bisa mempertontonkan banyak karya secara bergantian. Dimensi kepraktisan NFT ini pun dipuji Sendy Widjaja, kolektor seni rupa yang juga chief operating officer pameran Art Moments Jakarta. “Saya bisa lihat itu di layar telepon seluler, laptop, atau memajangnya di layar televisi. Ini memudahkan karena kita tak perlu menyiapkan area pamer atau simpannya di rumah,” ujar Sendy, Jumat, 21 Januari lalu. 

Ketertarikan Sendy pada NFT bermula dari minatnya terhadap mata uang kripto. Ia mulai mempelajari mata uang kripto pada September 2020. Sebagian keuntungannya dipakai untuk membeli token digital. Dalam memilih karya, Sendy mengaku belajar kepada sejumlah orang yang ia anggap berkompeten. Selain kepada beberapa seniman, ia berguru kepada Detty. “Apa yang mereka beli, selama wallet (dompet digital) saya masih mencukupi, saya akan ikut membelinya,” kata Sendy, yang memiliki 70 NFT. 

Detty Wulandari. Dok. Pribadi

Tak hanya mengoleksi, baik Detty maupun Sendy terbiasa memfasilitasi seniman untuk mengikuti diskusi ataupun pelatihan aset digital. Sementara Detty kerap bergerilya di Twitter, Sendy ikut merintis kompetisi NFT lewat Art Moments Jakarta 2021 bareng Leo Silitonga. Acara yang berlangsung pada 20 Mei-30 Juni 2021 ini menjadi kompetisi NFT pertama di Asia Tenggara. Dari kompetisi itu lahir pemenang NFT Art Prized Moments yang dinilai oleh panel juri: Detty sebagai perwakilan kolektor, kurator Khai Hori, dan seniman NFT yang juga pendiri MetaRupa, Prasajadi. 

Sendy menyebutkan tahun ini kompetisi NFT akan kembali digelar. Pertengahan tahun nanti, seniman diharapkan sudah mulai bisa mendaftarkan karyanya. “Kami sedang memikirkan inovasinya agar kompetisi ini bisa lebih segar dari tahun lalu,” tuturnya. 

SENO JOKO SUYONO
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus