Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Uji Balistik Lacak Kematian Yosua

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia memeriksa hasil uji balistik yang dilakukan Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri. Pemeriksaan ini merupakan pendalaman penyelidikan kasus pembunuhan Brigadir Yosua.

11 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas kembali mendatangi rumah dinas mantan Kepala Divisi Propam (non aktif) Inspektur Jenderal Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren tiga, Jakarta, 23 Juli 2022. Tempo/Febri Angga Palguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Komnas HAM merampungkan pemeriksaan uji balistik kasus penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

  • Puslabfor telah memberikan data titik-titik sebaran residu peluru yang dilontarkan di tempat kejadian perkara.

  • Polisi didesak tidak berhenti pada pelanggaran etik personel yang diduga terlibat dalam upaya menghilangkan, merusak, dan merekayasa kejadian pembunuhan Yosua.

JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merampungkan pemeriksaan hasil uji balistik oleh tim Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Markas Besar Kepolisian RI dalam kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Komnas masih mencari jejak data gunshot residue (GSR) atau partikel residu tembakan dari dua senjata dalam penembakan pada kasus tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, mengatakan lembaganya mendapat keterangan ahli balistik dari Puslabfor Mabes Polri perihal peluru hingga data GSR atau serbuk residu pelor yang diletuskan. "Termasuk analisis laboratorium terkait dengan metalogi," ujar Beka, setelah memeriksa data forensik uji balistik yang diberikan Puslabfor, Rabu, 10 Agustus 2022. Dia menjelaskan, pemeriksaan metalogi diperlukan untuk menentukan komposisi logam dari peluru yang digunakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Komnas, Puslabfor juga memberikan data jejak digital video recorder (DVR) kamera pengawas atau CCTV terkait dengan peristiwa penembakan Brigadir Yosua, yang sebelumnya diklaim rusak. Puslabfor menunjukkan lima DVR CCTV yang berada di sekitar lokasi kejadian kepada tim Komnas. Namun Beka belum bisa memaparkan jejak digital di DVR tersebut. "Tadi juga ada data satu handphone yang diberikan kepada kami," ujarnya.

Pemeriksaan maraton yang dilakukan Komnas HAM bertujuan menguatkan data lembaganya untuk menentukan ada-tidaknya pelanggaran HAM dalam kasus pembunuhan Yosua. Pria berusia 28 tahun itu ditemukan tewas meregang nyawa di rumah dinas Inspektur Jenderal Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli lalu. 

Berdasarkan keterangan awal kepolisian, Yosua tewas dalam baku tembak dengan sesama ajudan bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri itu. Setelah penyelidikan misteri kematian Yosua diambil alih tim khusus yang dibentuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, terungkap bahwa pemuda itu tewas ditembak sesama ajudan Ferdy Sambo, yakni Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.

Ajudan Kadiv Propam Polri (nonaktif) Irjen Ferdy Sambo, Bharada E, tiba di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta, 26 Juni 2022. TEMPO/Subekti

Tim khusus menetapkan Ferdy sebagai tersangka pembunuhan berencana karena telah menyuruh Bharada Eliezer menembak Yosua. Tim juga menetapkan Brigadir Kepala Ricky Rizal, yang juga ajudan Ferdy, serta sopir bernama Kuwat sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan ini. Mereka disebut membantu dalam pembunuhan Yosua. Mereka dijerat dengan Pasal 340 subsider 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana. Ancaman hukuman terberat dalam pasal tersebut adalah hukuman mati.

Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, memberikan keterangan ihwal informasi dari Puslabfor, di kantor Komnas HAM, Jakarta, 5 Agustus 2022. ANTARA/M. Risyal Hidayat

Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, mengatakan pemeriksaan uji balistik peluru dan selongsong yang terlontar dari senjata yang digunakan Richard sangat penting untuk mengungkap proses penembakan pada peristiwa itu. Puslabfor juga telah memberikan data registrasi pemilik senjata yang dipegang tersangka penembakan. Namun Anam menolak menjelaskan identitas pemilik senjata itu. "Jumlah senjata yang tadi diberitahukan kepada kami sebanyak dua. Sejumlah selongsong, anak peluru, dan peluru yang masih utuh juga diberitahukan kepada kami," ujarnya.

Selain itu, tim Komnas HAM mendapat penjelasan soal GSR dari senjata yang terdapat di lokasi kejadian. Puslabfor telah memberikan data titik-titik sebaran residu peluru yang dilontarkan di tempat kejadian perkara serta yang ada di tubuh Yosua dan Eliezer.

Anam menjelaskan bahwa GSR akan menjadi hal yang menentukan. Sebab, GSR merupakan rekam jejak residu tembakan. "Ya, siapa yang menembak, di mana yang menembak, residu paling banyak di mana, dan sebagainya," ucap Anam. "Itu pentingnya mengecek residu."

Tidak Berhenti di Pelanggaran Etik

Dalam penanganan kasus pembunuhan ini, Kapolri Jenderal Listyo memutasi 25 personel kepolisian karena melanggar etik. Jumlah tersebut belakangan bertambah menjadi 31 orang. Beberapa di antara mereka ditahan di ruangan khusus di Mako Brimob. Mereka dianggap tidak profesional dalam menangani kasus tersebut di lokasi kejadian perkara, bahkan disebut menghalangi penyelidikan dan berupaya menghilangkan barang bukti.

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta kepolisian tidak hanya berhenti sampai sidang dan sanksi etik bagi personel yang diduga terlibat dalam upaya menghilangkan, merusak, dan merekayasa kejadian pembunuhan Yosua. Polisi diminta memproses pidana terhadap mereka yang melakukan upaya obstruction of justice atau menghalang-halangi penyelidikan. "Pasal 221 KUHP jelas mengatur soal ancaman pidana bagi mereka yang menghilangkan atau menyembunyikan bukti-bukti agar tidak dapat diperiksa untuk kepentingan penyelidikan," kata Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus A.T. Napitupulu.

Hukumannya, kata Erasmus, seharusnya bisa diperberat jika pelakunya adalah aparat hukum dibanding warga sipil. Sebab, aparat diberi kewenangan besar yang kemudian disalahgunakan. Menurut dia, kasus ini akan menjadi salah satu uji coba terhadap penggunaan Pasal 221 KUHP tentang obstruction of justice bagi pelaku yang berasal dari aparat hukum.

Erasmus menilai KUHP Indonesia belum mengatur secara khusus tentang rekayasa kasus atau rekayasa bukti (fabricated evidence). Perbuatan yang tergolong sebagai upaya menghalang-halangi proses peradilan bisa berupa menyampaikan bukti, memberikan keterangan palsu, atau mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan palsu dalam proses peradilan.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, mendesak polisi segera mengungkap motif dan menyelesaikan berkas perkara kasus tersebut agar segera disidangkan. Dalam kasus pembunuhan berencana, semestinya penyidik telah mengetahui motif yang dilakukan tersangka. "Karena kalau pembunuhan berencana, itu pasti ada niat dan perbuatan yang mempunyai tenggang waktu," ucap Sugeng.

IPW mendesak Kapolri berani memberhentikan perwira hingga bintara yang terlibat dalam upaya menghilangkan barang bukti hingga ikut merekayasa kasus ini. "Mereka yang terlibat segera diberhentikan agar proses pidananya bisa berjalan," kata Sugeng. "Jika menunggu sidang etik, akan memakan waktu lama."

Menanggapi hal itu, Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, mengatakan tim khusus akan segera mengungkap motif Ferdy Sambo melakukan pembunuhan berencana terhadap ajudannya. Tim khusus juga akan segera memproses personel yang telah melanggar etik dalam kasus ini.

Selain itu, tim khusus bakal memproses pidana bagi personel yang terbukti terlibat menghilangkan barang bukti, merusak tempat kejadian perkara, dan merekayasa kejadian dalam kasus kematian Brigadir Yosua. Proses tindak pidana itu akan ditentukan setelah sidang etik dilakukan. "Kami sudah tetapkan 31 orang untuk diperiksa karena pelanggaran etik profesi dan 11 personel sudah ditempatkan di tempat khusus," ujarnya.

IMAM HAMDI | MUTIA YUANTISYA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus