Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemulihan ekonomi Indonesia diprediksi berlanjut pada 2022.
Sejumlah sektor industri mulai menggeliat.
Dinamika perekonomian dunia menyimpan risiko bagi Indonesia.
PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) sama sekali tak berniat menggeser rencana besar perusahaan pada 2022. Produsen otomotif asal Jepang ini tetap akan meluncurkan mobil hybrid pada paruh kedua tahun depan. Kendaraan listrik ini akan menjadi produk hijau pertama perusahaan yang diproduksi langsung di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Corporate Affairs TMMIN Bob Azam mengatakan perusahaannya harus mengikuti arah permintaan pasar ke depan. “Kami harus memenuhi tren environment friendly,” kata Bob pada Rabu, 1 Desember lalu. Dia tak khawatir akan pandemi Covid-19 yang masih membayangi perekonomian domestik ataupun global. “Bisnis ini dirancang jauh-jauh hari, sejak tiga tahun lalu.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Optimisme Bob didorong oleh geliat pasar otomotif akhir-akhir ini. Penyelenggaraan pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2021, 11-21 November lalu, misalnya, menambah keyakinan akan mulai pulihnya kinerja penjualan otomotif. Digelar di tengah tren penurunan angka kasus positif Covid-19, acara tahunan itu tak hanya dibanjiri pengunjung, tapi juga diwarnai penjualan mobil yang jumlahnya di luar ekspektasi banyak kalangan.
Sponsor utama GIIAS 2021, PT Sedaya Multi Investama alias Astra Financial & Logistic, mencatat transaksi hingga Rp 830 miliar. Agen pemegang merek mengantongi ribuan surat pemesanan kendaraan (SPK) hanya dalam 10 hari penyelenggaraan pameran. PT Toyota Astra Motor, saudara TMMIN, ditaksir sebagai pemasar produk terbanyak dalam pameran itu dengan 4.502 SPK.
Gejala mulai pulihnya industri otomotif juga terlihat dari data penjualan domestik yang dicatat Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia. Hingga akhir Oktober lalu, jumlah penjualan domestik kendaraan roda empat telah mencapai 703.089 unit. Meski belum menyamai penjualan Januari-Oktober 2019—sebelum pandemi merebak—yang tercatat sebanyak 851.222 unit, capaian kinerja penjualan itu naik 67 persen dibanding pada periode yang sama tahun lalu.
Badan Pusat Statistik mencatat sinyal yang sama. Pada triwulan II dan III lalu, produk domestik bruto (PDB) industri alat angkutan—bagian dari lapangan usaha industri manufaktur—tumbuh berturut-turut 45,7 persen dan 27 persen dibanding pada periode yang sama tahun lalu. Begitu pula PDB perdagangan mobil dan sepeda motor serta reparasi, yang melonjak hingga 37,88 persen dan 14,91 persen. Seperti banyak sektor lain, sepanjang tahun lalu, sektor ini ambles tergilas wabah.
•••
SEJALAN dengan pulihnya perekonomian global, laju pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia kembali ke jalur positif pada triwulan II dan III 2021. Selama setahun sebelumnya, ekonomi terjungkal hingga jatuh ke lubang resesi setelah PDB triwulanan berturut-turut minus akibat pukulan pandemi Covid-19.
Tren pemulihan ekonomi Indonesia ini diperkirakan berlanjut di triwulan terakhir tahun ini. Pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi 2021 bakal mencapai 4 persen. Begitu pula tahun depan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2022 ditetapkan dengan asumsi ekonomi kembali tumbuh sebesar 5,2 persen.
Laporan Tempo pada edisi ini mengurai bagaimana pelaku industri akan memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi. Hampir semua lapangan usaha memang tampak mulai bangkit, seperti yang terjadi pada industri manufaktur dan perdagangan kendaraan bermotor, dengan kecepatan berbeda-beda. Namun tren pertumbuhan beberapa waktu terakhir menjadikan bisnis energi, ekonomi digital, dan logistik sebagai sektor yang berpotensi melesat pada 2022.
Di sektor energi, industri pertambangan serta minyak dan gas bumi (migas) bahkan terbang lebih awal. Pemulihan ekonomi dunia yang datang lebih cepat dari perkiraan menjadi berkah bagi sektor ini. Harga kedua bahan bakar fosil itu melambung lantaran peningkatan permintaan tak diimbangi kesiapan pasokan. Pengusaha batu bara Indonesia kini bahkan punya peluang tambahan. Perang dagang antara Cina dan Amerika Serikat merembet ke Australia. Cina menyetop impor emas hitam dari Australia sehingga membuka lebih lebar potensi pasar ekspor batu bara Indonesia.
Pemulihan ekonomi juga diprediksi menopang prospek bisnis ketenagalistrikan. Konsumsi listrik, yang menyusut sepanjang tahun pertama masa pandemi, kini kembali meningkat. Di sisi lain, meski penuh tantangan, pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) diproyeksikan juga akan menggeliat seiring dengan tekad pemerintah mengejar target net zero emission untuk memenuhi Kesepakatan Paris.
Di sektor ekonomi digital, pandemi mendorong berbagai jenis layanan pemenuhan kebutuhan berbasis Internet, dari transportasi hingga perdagangan online, makin kencang bertumbuh. Tahun ini, omzet ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai US$ 70 miliar, dan diproyeksikan bakal berlipat pada 2025.
Peluang baru mencuat di tengahnya. Jumlah pengguna layanan teknologi kesehatan, seperti telemedis, asuransi, juga farmasi online, diprediksi meningkat. Seperti halnya perusahaan di sektor keuangan, layanan kesehatan digital punya prospek besar seiring dengan terbatasnya kapasitas medis di Indonesia. "Saat pandemi, layanan digital kesehatan telah membuka akses masyarakat makin inklusif,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate dalam Forum Ekonomi Digital III, Selasa, 30 November lalu.
Adapun sektor logistik kejatuhan durian runtuh di tengah geliat perdagangan komoditas dan ekonomi digital. Data Badan Pusat Statistik mencatat laju pertumbuhan PDB lapangan usaha transportasi dan pergudangan kembali positif seiring dengan munculnya gejala pemulihan ekonomi nasional. Tahun depan, pemerintah memproyeksikan sektor ini tumbuh lebih tinggi, 7,5-8 persen.
•••
UNTUK sementara, lonjakan harga komoditas perdagangan, terutama hasil eksploitasi sumber daya alam seperti batu bara dan minyak sawit, menjadi berkah bagi Indonesia, yang belakangan terus mencatatkan rekor nilai surplus neraca perdagangan. Sepanjang Januari-Oktober 2021, angkanya telah mencapai US$ 30,81 miliar.
Namun berkah itu juga menyimpan mara bahaya. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mewanti-wanti, kenaikan harga energi ini bisa berpengaruh pada Indonesia, khususnya subsidi energi. "Kita punya ekspor seluruhnya walaupun positif, non-migas US$ 40 miliar, tapi energi minus," ujarnya dalam konferensi pers, Senin, 22 November lalu.
Maksud Airlangga, kinerja positif neraca perdagangan selama ini ditopang oleh neraca non-migas yang secara kumulatif surplus US$ 40,08 miliar. Sedangkan neraca perdagangan migas tetap defisit, yakni senilai US$ 9,28 miliar.
Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira menilai fenomena ini bisa menjadi muara krisis baru. “Stagflasi, inflasi tinggi tapi tidak disertai serapan tenaga kerja baru yang signifikan. Artinya, daya beli bisa terkoreksi cukup dalam,” ucapnya.
Menurut Bhima, bila harga naik terlalu tinggi, akan timbul blunder belanja pemerintah, terutama subsidi energi. “Bisa enggak pemerintah mempertahankan harga bahan bakar minyak, tarif listrik, LPG 3 kilogram?”
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengidentifikasi masalah ini. Inflasi global, kata dia, telah melonjak sangat tinggi dari 3,5 persen menjadi 4,3 persen. “Ini menjadi suatu tekanan yang harus kita antisipasi dan waspadai,” ujarnya beberapa waktu lalu. Ia menambahkan, selain dipicu harga komoditas, inflasi turut disumbang oleh harga pangan, disrupsi dari sisi pasokan, dan peningkatan agregat permintaan. “Karena itu, indeks harga pangan harus diwaspadai karena kita khawatir bisa menjadi pemicu inflasi.”
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menyoroti rencana bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, menerapkan pengurangan suntikan likuiditas alias tapering off dan menaikkan suku bunga secara bertahap. Dua langkah ini dikhawatirkan bisa berdampak buruk bagi perekonomian negara-negara berkembang, termasuk ekonomi Indonesia, jika tak diantisipasi dengan baik.
Menurut dia, kebijakan The Fed bisa memicu aliran modal asing keluar dari Indonesia. “Ini akan mengerek bonds yield kita,” kata Andry, Selasa, 30 November lalu. “Kalau ada outflow, mungkin akan terjadi pelemahan kurs rupiah.”
KHAIRUL ANAM, AISHA SHAIDRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo