Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA -- Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi hukum turut mempersoalkan banyaknya desas-desus di seputar kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang melibatkan Inspektur Jenderal Ferdy Sambo dan sejumlah anggota kepolisian. Kemarin, dalam rapat kerja Komisi III, sejumlah anggota Dewan mencecar Mahfud Md, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.
Dokumen bertajuk "Kaisar Sambo dan Konsorsium 303" yang beredar luas sejak awal pekan lalu termasuk yang banyak dipertanyakan kepada Mahfud yang juga menjabat Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). “Setelah melihat fakta ini, rekomendasi atau pertimbangan apa yang Prof (Mahfud) sampaikan kepada Presiden atau kepada kita setidaknya, Prof?" tanya anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan, kepada Mahfud.
Anggota Komisi III DPR, Habiburokhman, juga mempersoalkan kebenaran isi selebaran yang memuat tudingan adanya koneksi antara Ferdy Sambo dan jaringan bisnis perjudian di sejumlah daerah tersebut. “Seperti apa kelompok itu? Bagaimana kekuasaannya? Sewenang-wenangkah memindah orang, memecat orang, atau intervensi perkara?” kata politikus Partai Gerindra itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sepekan terakhir, seiring mulai terangnya penyebab kematian Brigadir Yosua, beredar salinan file portable document format (PDF) berjudul “Kaisar Sambo dan Konsorsium 303”. Angka 303 merupakan pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur tentang perjudian. Dalam dokumen tersebut, nama dan foto Ferdy Sambo terpampang di pucuk bagan jaringan polisi yang ditengarai berhubungan dengan bisnis perjudian online.
Rabu pekan lalu, 17 Agustus 2022, Mahfud Md. sempat menyebut Ferdy Sambo memiliki kelompok yang kuat di institusi kepolisian. “Ini ada kelompok Sambo sendiri yang seperti menjadi kerajaan Polri sendiri di dalamnya. Seperti sub-Mabes yang berkuasa. Dan ini yang menghalang-halangi (penyidikan), kelompok ini yang jumlahnya 31 orang itu sekarang sudah ditahan,” kata Mahfud ketika berbicara dalam bincang-bincang yang disiarkan pada platform YouTube, Akbar Faisal Uncensored.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kadiv Propam nonaktif, Irjen Pol. Ferdy Sambo. Tempo/Hilman Fathurrahman W
Kemarin, dalam rapat dengan Komisi II DPR, Mahfud Md. mengaku menerima dokumen yang sama. Namun ia tak mengetahui asal-muasalnya. “Saya punya datanya banyak, tapi tidak pernah dibahas, karena itu di luar perkara ini. Saya bilang itu nanti sajalah. Saya juga tidak tahu sumbernya dari mana,” ucap Mahfud di gedung parlemen. Dia menyatakan sudah mengirim surat kepada Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memberikan rekomendasi penyelesaian isu ini.
Adapun soal pernyataannya tentang “kerajaan Sambo”, Mahfud menjelaskan, istilah tersebut tidak berkaitan dengan munculnya dokumen yang belakangan beredar luas. Kerajaan yang ia maksudkan adalah Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri--yang sebelumnya dipimpin Ferdy Sambo. Menurut dia, Divisi Propam Polri memiliki kewenangan yang terlalu luas sehingga seakan-akan seperti markas besar di dalam markas besar kepolisian.
Sehari setelah Mahfud berbicara tentang "kerajaan Sambo", Kepala Kepolisian Jenderal Listyo Sigit Prabowo berbicara memperingatkan jajarannya tentang merosotnya kepercayaan publik terhadap Polri. Listyo berjanji bakal memberantas seluruh aktivitas perjudian online ataupun konvensional, termasuk pihak-pihak di institusinya yang berupaya menjadi beking. “Saya tidak memberikan toleransi kalau masih ada kedapatan, pejabatnya saya copot. Saya tidak peduli apakah itu kapolres, apakah itu direktur, apakah itu kapolda, saya copot. Demikian juga di Mabes Polri, tolong untuk diperhatikan, akan saya copot juga,” tutur Sigit dalam video conference yang disiarkan di akun Instagram Divisi Humas Polri.
PPATK Ambil Bagian Mengusut Bisnis Perjudian
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kemarin menerbitkan laporan hasil analisis 25 kasus judi online yang ditemukan pada periode 2019-2022. Dalam laporan tersebut disebut aliran dana dalam pusaran judi online mencapai ratusan triliun rupiah per tahun. “Mereka kerap melakukan pergantian situs judi online baru, berpindah-pindah dan berganti rekening. Bahkan menyatukan hasil judi online tersebut dengan bisnis yang sah,” kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, melalui siaran pers.
Ivan menyebutkan, transaksi di pusaran judi online ini terendus mengalir ke berbagai negara di kawasan Asia Tenggara, seperti Thailand, Kamboja, Filipina, juga Indonesia. Karena itu, PPATK membangun kolaborasi dengan aparat penegak hukum dengan memberikan sejumlah informasi intelijen keuangan mengenai aliran dana tersebut. Lembaganya berupaya melakukan repatriasi atau membawa uang tersebut kembali ke tanah air.
Namun Ivan tidak menjawab ketika dimintai konfirmasi apakah siaran pers tersebut berhubungan dengan beking judi dari kelompok “Konsorsium 303” yang disebut-sebut berhubungan dengan polisi.
Ivan sebelumnya sempat menyebutkan akan menelusuri semua aliran uang yang berhubungan dengan kasus Ferdy Sambo, termasuk ihwal dugaan hilangnya uang Rp 200 juta dari rekening Brigadir Yosua. “Untuk transaksi yang terjadi antara rekening J dan lainnya, sudah kami bekukan rekeningnya. Kami dalami semuanya,” ucap Ivan. Hasil analisis PPATK nantinya bakal diserahkan kepada kepolisian untuk keperluan penyidikan.
Penelusuran ini dimulai Ivan ketika pengacara keluarga Brigadir Yosua, Kamaruddin Simanjuntak, menemukan adanya transaksi di rekening korban pada 11 Juli 2022, atau tiga hari selepas Yosua dinyatakan meninggal. Kata Kamaruddin, uang tersebut diduga dikirim oleh Ferdy Sambo kepada rekening satu di antara tersangka pembunuhan lain.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian, Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, mengatakan pihaknya nanti bakal mendalami ihwal informasi “Konsorsium 303” yang diduga menyeret Ferdy Sambo. Namun dia sempat membantah ketika ditanya ihwal temuan uang ratusan miliar rupiah di rumah Sambo di Jalan Bangka XI A, Mampang, Jakarta Selatan, ketika penyidik melakukan penggeledahan pada 9 Agustus lalu. “Tidak ada bungker berisi uang Rp 900 miliar sebagai barang bukti yang disita Polri,” tutur Dedi.
AVIT HIDAYAT | EGI ADYATAMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo