Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Eddy Siswanto membuat minyak kelapa secara turun-temurun.
Fani Dwi membuat tempe pertama kalinya dengan bahan mi.
Heny Yanuarti membuat tempe berbahan kedelai lokal organik.
Kelangkaan minyak goreng masih menjadi isu hangat yang diperbincangkan masyarakat dalam beberapa bulan terakhir. Tak hanya ibu rumah tangga, para pengusaha makanan mengeluhkan sulitnya mendapatkan minyak goreng di pasaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di tengah situasi tersebut, sebagian masyarakat urban tidak bergantung pada minyak goreng kemasan. Eddy Siswanto, misalnya, sudah sejak dua tahun lalu memperkenalkan cara membuat minyak dari kelapa lewat kanal YouTube. "Saya memang selalu membuat minyak kelapa secara berkala untuk kebutuhan sehari-hari," kata Eddy kepada Tempo, Selasa, 15 Maret 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan peserta Masterchef Indonesia ini menceritakan bahwa pembuatan minyak kelapa sudah dilakukan secara turun-temurun sejak ia kanak-kanak. Pria asal Bangka ini pun masih rutin membuat minyak kelapa untuk berbagai masakan, seperti tumisan sayur, ikan goreng, ayam goreng, hingga sambal.
Chef Eddy Siswanto. Dokumentasi Pribadi
Menurut Eddy, minyak kelapa memiliki aroma harum untuk masakan sehingga lebih menggugah selera. Ia enggan menggunakan minyak lain untuk membuat masakan tertentu. "Untuk goreng ikan, bikin sambal sih favorit banget (minyak kelapa). Apalagi bikin sambal matah wajib pakai minyak kelapa," kata chef yang mempunyai 1,5 juta pelanggan di YouTube ini.
Eddy biasanya membuat minyak kelapa sebulan sekali. Untuk menghasilkan 1 liter minyak, ia membeli lima butir kelapa. Karena sudah memiliki langganan, pria berusia 51 tahun itu meminta sang penjual menyediakan kelapa dalam bentuk sudah diparut halus. Parutan kelapa itu lalu diperas lima kali. Dari hasil perasan, Eddy akan mengambil santan kental yang mengapung di permukaan.
Proses selanjutnya adalah memasak santan tersebut di wajan. Pria dengan julukan chef abal-abal ini mengakui proses tersebut membutuhkan waktu cukup lama hingga menghasilkan minyak. Santan harus terus diaduk agar tidak gosong. Sebab, ampas atau tahi minyak masih bisa digunakan untuk membuat sambal atau makanan lainnya.
Umumnya, kata Eddy, hampir semua jenis masakan bisa dibuat dengan minyak kelapa. Namun ia tidak menyarankannya untuk menggoreng kerupuk. Meski hasilnya garing, kerupuk yang digoreng dengan minyak kelapa akan cepat tengik.
Pekerja mengemas minyak kelapa di Kampung Cilame, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, 1 Februari 2022. ANTARA/Adeng Bustomi
Kisah Lulu, warga Kalimantan Timur, lain lagi. Ia bersama neneknya baru-baru ini membuat minyak kelapa untuk kebutuhan memasak. Gadis berusia 17 tahun ini mencari alternatif untuk mengatasi kelangkaan dan mahalnya minyak goreng sawit. "Minyak di tempat saya langka dan mahal, jadi nenek saya berinisiatif membuat minyak kelapa," ujar Lulu.
Ia dan neneknya belum lama ini mengolah 25 butir kelapa menjadi santan. Dari proses memasak santan itu, ia bisa menghasilkan 3 liter minyak. Untuk bahan bakunya, ia tidak perlu membeli karena daerah rumahnya banyak pohon kelapa. Lulu pun mengatakan masakan yang menggunakan minyak kelapa jadi lebih wangi dan enak.
Adapun keluarga Maria Fatima, 23 tahun, tidak lagi menggunakan minyak goreng sawit sejak akhir Januari 2022. Awalnya, ayah Maria membeli 400 butir kelapa tua untuk dijual. Namun, tanpa alasan pasti, sang ayah memutuskan untuk membuatnya menjadi minyak kelapa. "Jadi bukan karena minyak sawit lagi langka. Itu iseng doang. Eh, tiba-tiba ada kabar minyak langka, ya sudah keterusan sampai sekarang," ucapnya.
Warga Kota Kefamenanu, Nusa Tenggara Timur, ini bersama ibunya membuat minyak kelapa setiap dua pekan sekali. Total sudah empat jeriken minyak kelapa yang dibuat. Per jeriken, kata dia, hasil pengolahan dari 38-40 butir kelapa. Proses memasaknya juga lebih hemat karena menggunakan tungku kayu bakar.
Pekerja menunjukkan kemasan minyak kelapa di Kampung Cilame, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, 1 Februari 2022. ANTARA/Adeng Bustomi
Menurut Maria, tidak terlalu banyak perbedaan pada masakan yang menggunakan minyak kelapa ataupun sawit. Bedanya hanya pada aroma. "Wangi minyak kelapa lebih khas," kata wanita yang sedang magang menjadi bidan ini.
Guru besar bidang keamanan pangan dan gizi Institut Pertanian Bogor (IPB), Ahmad Sulaeman, mengatakan gizi dalam minyak kelapa sebetulnya sama dengan minyak sawit. Artinya, 1 gram minyak akan menghasilkan 9 kilokalori (kkal). Yang membedakan, kata dia, adalah susunan asam lemaknya.
Minyak kelapa memiliki 91 persen asam lemak jenuh, 7 persen lemak tidak jenuh tunggal, dan 2 persen asam lemak omega 6. Sedangkan minyak sawit mengandung 51 persen asam lemak jenuh, 39 persen asam tidak jenuh tunggal, dan 10 persen asam lemak omega 6.
Meski dari kandungan gizi tidak berbeda signifikan, Ahmad menilai minyak kelapa lebih bagus untuk proses penggorengan. Sebab, tingginya asam lemak jenuh membuat titik asap juga tinggi dan tidak mudah teroksidasi. Dengan demikian, dari segi keamanan, minyak kelapa-lah juaranya.
Dibanding minyak kedelai dan minyak jagung yang akan cepat tengik jika dipakai menggoreng, Ahmad mengatakan minyak kelapa masih bagus kualitasnya meski sudah dipakai tiga kali. Apalagi jika minyak kelapa tersebut buatan sendiri. “Dengan diparut, diperas, diendapkan dulu, dan dipanaskan bagian atasnya bisa menghasilkan virgin coconut oil (VCO). Lebih harum.”
Ilustrasi tempe dan minyak goreng. TEMPO/Ijar Karim
Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, menilai, sebelum minyak goreng sawit merajai pasar, orang-orang dulunya mengkonsumsi minyak kelapa.
Membuat minyak goreng sendiri, kata dia, memang baik bagi ketahanan rumah tangga atau komunitas tertentu. Namun, secara makro, kegiatan tersebut tidak bisa menjawab persoalan masing-masing wilayah atau individu. "Kalau daerah itu bukan penghasil kelapa, ya tidak mudah menekuni itu," ujar Khudori.
Mulai banyaknya masyarakat yang beralih dari minyak sawit ini juga sejalan dengan data konsumsi yang mengalami penurunan. Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Mukti Sardjono, memaparkan, total konsumsi minyak sawit dalam negeri pada Januari 2022 sebesar 1,5 juta ton atau 160 ribu ton lebih rendah daripada konsumsi pada Desember 2021. “Konsumsi terbesar adalah untuk biodiesel sebesar 732 ribu ton, diikuti untuk industri pangan sebesar 591 ribu ton dan untuk oleokimia 183 ribu ton,” ucap Mukti.
Cara Membuat Minyak Goreng
Selain minyak, tahu dan tempe di pasaran mengalami kelangkaan. Musababnya, harga kedelai yang menjadi bahan baku semakin mahal. Indonesia memang masih bergantung pada kedelai impor. Berdasarkan situs web Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan, harga rata-rata kedelai impor nasional per 15 Maret 2022 mencapai Rp 13.500 per kilogram. Adapun bulan lalu, harga kedelai impor di kisaran Rp 12.800. Sementara itu, pada Maret tahun lalu, harganya Rp 11.600 per kilogram.
Para perajin tahu-tempe di beberapa daerah juga mengaku kesulitan mendapatkan kacang kedelai. Akibatnya, mereka memutuskan mogok produksi selama tiga hari pada bulan lalu.
Melonjaknya harga kedelai dan mogoknya para perajin tahu-tempe merupakan masalah lama yang terus terulang. Hal ini membuat Fani Dwi Martadi mulai membuat tempe sendiri di rumah sejak setahun terakhir. “Tempe langka karena kedelai mahal. Akhirnya jadi naik harganya. Masalahnya muter-muter di situ,” kata ibu dari tiga anak tersebut.
Berawal dari rasa penasaran, ibu rumah tangga asal Surabaya ini mulai mencari tahu informasi pembuatan tempe. Ia kemudian bereksperimen di dapurnya untuk membuat tempe dari bahan selain kedelai. Bahan pertama yang dicobanya adalah mi. “Eksperimen pertama saya pakai Indomie. Jadi tempe itu, dan rasanya unik.”
Fani Dwi Martadi. Dokumentasi Pribadi
Sukses pada percobaan pertama, Fani membuat lagi tempe dari bahan kacang-kacangan dan biji-bijian. Dari kacang pinto, almon, hazel, kacang azuki, kacang merah, kacang tanah, edamame, kacang koro, hingga kacang beras. Setiap jenis kacang, menurut Fani, tidak jauh berbeda pengolahannya. Cuma beda tingkat kesulitannya. Kacang koro, misalnya, mesti diolah berhari-hari agar lunak. Ada pula kacang yang tidak boleh terlalu lama dimasak karena bisa jadi bubur.
Rasa tempe tiap kacang atau biji-bijian juga berbeda. Favorit Fani adalah tempe berbahan biji bunga matahari yang dicampur biji labu dan wijen hitam. Ia tidak khawatir memakan mentah-mentah tempe buatannya karena terjamin higienis. “Karena kita tahu proses bikinnya,” ujar wanita berusia 41 tahun tersebut.
Tempe berbahan kacang almond buatan ibu rumah tangga, Fani Dwi Martadi. Dokumentasi Pribadi
Setelah bisa membuat sendiri, Fani mengaku jadi lebih selektif jika membeli tempe di pasar. Ia akan memilih tempe yang dibungkus dengan daun, punya aroma yang enak, dan tidak pecah. Sebab, tempe yang pecah ketika diiris menandakan fermentasinya tidak sempurna akibat kurang bersihnya proses pencucian kedelai. Di sisi lain, anak Fani juga lebih suka tempe buatan ibunya. “Kalau lagi pergi, anak saya minta jangan makan di luar, tapi di rumah saja makan tempe. Lebih enak tempe buatan bunda,” kata Fani menirukan ucapan anaknya.
Fani juga rajin mengunggah foto tempe buatannya di akun Instagram, @fani_d_martadi. Hal itu pun membuat tetangga yang mengikuti akun media sosialnya meminta diadakan kelas pembuatan tempe. Fani mengatakan permintaan tersebut sudah cukup lama. Namun ia baru berani membuka pendaftaran pada bulan lalu dan dibatasi hanya 20 orang. Per 14 Maret 2022, pendaftarnya sudah sebanyak 16 orang. Kelas Fani rencananya dimulai pada akhir bulan.
FRISKI RIANA | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo