MUNGKIN kita memang perlu mempelajari gramatikanya kebisuan.
Mungkin sesuatu tengah terjadi bila kata-kata berhenti darl
keadaan berdiam diri tiba-tiba menengahi suatu dialog. Pada saat
itu kita mungkin lengah atau tak peduli untuk menangkap
maknanya. Atau kita cukup peka.
Komunikasi memang tidak selamanya terjadi hanya karena dua mulut
menerocos bersahut-sahutan. Ada sesuatu yang disebut oleh Ivan
Illich sebagai "the eloquency of silence". Yakni, kefasihan dari
diam. "Kata-kata dan kalimat terdiri atas diam yang lebih
bermakna daripada bunyi", tulisnya dalam Celebration of
Awareness.
Tak banyak pemikir yang bisa melukiskan pengertian seperti itu
dengan jelas, lebin jelas daripada Illich Baginya, bahasa adalah
ibarat seutas tali kebisuan, bunyi hanya menjadi
simpul-simpulnya. Bahasa adalah ibarat sebuah roda: yang menjadi
pusat adalah kata-kata yang terucapkan - tapi yang membentuk
roda adalah justru ruang-ruang kosong di antara itu.
"Pause-pause yang penuh arti, antara hunyi dan ucapan", kata
Illich pula, "menjadi titik-titik bercahaya dalam sebuah ruang
hampa yang menakjubkan: bagaikan elektron dalam atom, seperti
planet-planet dalam sistem tata surya".
Sayangnya, tak selamanya kita berhasil mengangguk kepada diam.
Bahkan kita mencoba menggantikan bahasa dengan cara-cara yang
lebih riuh - misalnya kegemaran kita pada pengeras suara. Kita
bukan saja telah tidak acuh kepada diam dan kebisuan, kita
bahkan telah tidak begitu yakin bahwa kata-kata bisa bergerak
sendiri dengan lirih. Seringkali kita mengagumi Trio Bimbo yang
membikin lagu atas sajak-sajak religius Tauflq Ismail. Tapi
seringkali pula menyelinap dalam perasaan kita suatu rasa kurang
enak, kata-kata puisi yang sebenarnya bisa berbisik sendiri itu
telah berubah, dalam lagu yang disiarkan itu, menjadi kata-kata
sebuah khotbah. Sang puisi tak lagi merupakan catatan kekaguman
pada Tuhan, keindahan dan lain-lain yang sifatnya "pribadi" -
melainkan jadi terdengar seperti suara pengajar khalayak ramai.
Sebenarnya, bila kata-kata adalah bagian dari keberdiam-dirian,
yang terdengar bukanlah "ajaran" atau "kuliah". Sebagai bagian
dari kebisuan? kata-kata merupakan bagian dari proses batin.
Dengan demikian mereka merupakan bagian dari seluruh sejaran
kepribadian kita. Kata-kata itu tak cuma menempel di bibir kita,
dan karenanya tak kita harapkan akan bisa begitu saja menempel
pada diri orang lain. Sebab mereka adalah bagian integral dari
laku.
Manusia memang bukan kaset.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini