Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bahasa komunikasi

11 Desember 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUNGKIN kita memang perlu mempelajari gramatikanya kebisuan. Mungkin sesuatu tengah terjadi bila kata-kata berhenti darl keadaan berdiam diri tiba-tiba menengahi suatu dialog. Pada saat itu kita mungkin lengah atau tak peduli untuk menangkap maknanya. Atau kita cukup peka. Komunikasi memang tidak selamanya terjadi hanya karena dua mulut menerocos bersahut-sahutan. Ada sesuatu yang disebut oleh Ivan Illich sebagai "the eloquency of silence". Yakni, kefasihan dari diam. "Kata-kata dan kalimat terdiri atas diam yang lebih bermakna daripada bunyi", tulisnya dalam Celebration of Awareness. Tak banyak pemikir yang bisa melukiskan pengertian seperti itu dengan jelas, lebin jelas daripada Illich Baginya, bahasa adalah ibarat seutas tali kebisuan, bunyi hanya menjadi simpul-simpulnya. Bahasa adalah ibarat sebuah roda: yang menjadi pusat adalah kata-kata yang terucapkan - tapi yang membentuk roda adalah justru ruang-ruang kosong di antara itu. "Pause-pause yang penuh arti, antara hunyi dan ucapan", kata Illich pula, "menjadi titik-titik bercahaya dalam sebuah ruang hampa yang menakjubkan: bagaikan elektron dalam atom, seperti planet-planet dalam sistem tata surya". Sayangnya, tak selamanya kita berhasil mengangguk kepada diam. Bahkan kita mencoba menggantikan bahasa dengan cara-cara yang lebih riuh - misalnya kegemaran kita pada pengeras suara. Kita bukan saja telah tidak acuh kepada diam dan kebisuan, kita bahkan telah tidak begitu yakin bahwa kata-kata bisa bergerak sendiri dengan lirih. Seringkali kita mengagumi Trio Bimbo yang membikin lagu atas sajak-sajak religius Tauflq Ismail. Tapi seringkali pula menyelinap dalam perasaan kita suatu rasa kurang enak, kata-kata puisi yang sebenarnya bisa berbisik sendiri itu telah berubah, dalam lagu yang disiarkan itu, menjadi kata-kata sebuah khotbah. Sang puisi tak lagi merupakan catatan kekaguman pada Tuhan, keindahan dan lain-lain yang sifatnya "pribadi" - melainkan jadi terdengar seperti suara pengajar khalayak ramai. Sebenarnya, bila kata-kata adalah bagian dari keberdiam-dirian, yang terdengar bukanlah "ajaran" atau "kuliah". Sebagai bagian dari kebisuan? kata-kata merupakan bagian dari proses batin. Dengan demikian mereka merupakan bagian dari seluruh sejaran kepribadian kita. Kata-kata itu tak cuma menempel di bibir kita, dan karenanya tak kita harapkan akan bisa begitu saja menempel pada diri orang lain. Sebab mereka adalah bagian integral dari laku. Manusia memang bukan kaset.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus