SEORANG rekan menceritakan sebuah karikatur dari Sydney Morning
Herald. Di situ dilukiskan perdana menteri Australia, Fraser
sedang mengingatkan menteri luar negerinya, Peacock. Katanya: "
Pelajaran sudah cukup jelas. Jangan menyatakan politik yang
terlalu jelas".
Sudah tentu ini berkenaan dengan ucapan Fraser tentang Timor
Timur, yang ditafsirkan berbeda-beda di Jakarta ataupun di
Canberra -- karena ucapan itu memang sebenarnya tidak jelas.
Salahkah Fraser? Mungkin tidak. Kalau diperhatikan benar, di
dunia ini banyak orang jadi enak karena ucapan-ucapannya yang
tidak jelas. Konon adalah seorang pejabat lokal yang ditanyai
pendapatnya tentang gagasan mengerahkan mahasiswa untuk memberi
penerangan yang baik tentang keluarga berencana. Sang pejabat,
dengan senyum seperti orang sabar, menjawab: "Yah, ada buruknya
dan ada baiknya lepas dari setuju atau tidak setuju".
Itu contoh jawaban yang enak: si pejabat tidak usah berpikir
keras, karena soal berpikir keras memang bukan kebiasaan dan
tugasnya. Dan sementara itu juga tak perlu takut akan terikat
pada sikap apapun.
Barangkali karena jadi enak telah jadi semangat umum, rupanya
selama ini diam-diam telah berkembang suatu tehnik untuk
mengucapkan kalimat-kalimat yang tidak jelas. Bagaimana tehnik
ini, baik kita pelajari sedikit polanya. Pola itu ternyata punya
dua ciri, paling sedikit.
Ciri pertama: kalimat- tidak- jelas yang paling lazim selalu
disertai dengan sedikit variasi baik dalam nada ataupun gaya.
Juga selalu disertai kata atau anjuran yang sudah banyak sekali
dipakai orang lain, terutama oleh atasan, meskipun sudah "basi",
untuk meminjam istilah Menteri Syarief Thayeb. Misalnya:
"berpartisipasi untuk mensukseskan pembangunan", atau "asal
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional". Apa sebenarnya
yang dimaksud dengan kata-kata itu, anda tak usah tahu persis --
baik kalau anda sendiri yang mengatakannya atau kalau anda hanya
mendengarkan .
Ciri kedua: kalimat-tidak-jelas biasanya mengurangi sebanyak
mungkin "pancingan" ke arah timbulnya diskusi. Tak pernah tajam,
tak perlu merangsang pemikiran. Misalnya, kalimat: "Dalam
pembangunan harus selalu dijaga perimbangan antara pusat dengan
daerah", tak akan merangsang diskusi dibanding dengan kalimat:
"Pusat mengambil lebih banyak uang yang dikumpulnya daerah!".
Dan bila dengan contoh ini anda lantas teringat Gubernur Ali
Sadikin, mamang: kalimat Ali Sadikin unumnya tidak termasuk
golongan "kalimat-tidak-jelas". Ia sering memancing timbulnya
diskusi. Setuju atau tak setuju, orang banyak jadi berpikir.
Walhasil, dasar dari kalimat-tidak-jelas ialaha, biasanya,
ketakutan bersikap. Mungkin juga ketakutan berpikir, ketakutan
bertanya, ketakutan melangkah, ketakutan ....
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini