Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Tahun arab dan ramalan ibnu khaldun

Orang-orang arab berkelebihan uang lebih suka bersantai di london daripada roma atau amerika. berobat ke inggris, tugas-tugas kenegaraan dikerjakan orang palestina, pakistan, india. (ln)

6 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INGGERIS lagi gawat secara ekonomi, tapi kesenangan hidup tak seluruhnya berhenti. Khususnya bagi tamu dari Arab. Di Earls Court atau Bayswater -- bagian mewah kota London, seorang Arab hari-hari ini bisa berkata kepada seorang Arab lainnya: "Di sini anda tidak akan ketemu dengan seorang asingpun". Agak berlebihan barangkali. Tapi kenyataannya memang menunjukkan bahwa daerah-daerah itu sudah hampir jadi daerah Arab. Sejak boom minyak mengalirkan petrodolar ke tangan para Sheik dari jazirah Arab itu, London memang merupakan sebuah tujuan yang menarik. Jumlah mereka yang terus datang dengan kocek penuh mata uang itu setiap harinya bertambah, dan tahun 1976 diramalkan orang sebagai "Tahun Arab" bagi ibu kota kerajaan Inggeris itu. Ke tempat mewah lainnya, Cote D'Azur, Roma, Bon serta kota-kota besar di Amerika, orang Arab itu juga berdatangan. Namun tak disangsikan bahwa mereka itu lebih asyik dengan London. Di London mereka merasa bisa santai menikmati hidup dan uang mereka. Ada beberapa alasaan, tentu saja: di mata mereka, tingkat hidup di London lebih murah. Bagi mereka yang lama dijajah oleh Inggeris, alasan tambahan ada juga: adat kebiasaan bekas tuannya itu mereka kenal betul. Juga bahasa Inggeris tidak jadi masalah bagi mereka. Menurut mereka yang membaca koran Inggeris, hampir setiap hari muncul berita mengenai 'domino-domino' yang jatuh ke tangan para Sheik itu: hotel-hotel mewah, rumah sakit, villa atau pun tempat rekreasi. Seorang pangeran dari ke-Sheik-all Ras El Khaimah -- tidak bisa nampak di peta -- baru-baru ini menjadi pemegang saham utama hotel mewah Dorehester. Mahdi Tajir dari Dubai -- duta besar Persatuan Emirat Arab -- membeli kastil Merryworth dan benda-benda bergerak lainnya. Dengan membayarnya dengan uang kontan, diperkirakan bahwa orang-orang Arab di London itu telah menghabiskan uang sebesar Rp 70 milyar. Resepsionis Cina Dan Inggeris yang ekonominya memang lagi payah itu nampaknya memang telah siap menerima aliran uang dari orang-orang bekas jajahannya itu. Segala-galanya sudah dipersiapkan secara Arab atau Timur Tengah. Kalau mereka akan pergi ke rumah sakit Wellington, di sana bahkan mereka tidak usah susah-susah berbahasa Inggeris, sebab para resepsionis adalah gadis-gadis Arab lengkap dengan petunjuk-petunjuk yang juga tertulis dalam bahasa Arab. Pasien-pasien yang sebagian besar adalah orang Arab boleh memesan makanan Arab untuk tamu-tamu mereka sesukanya. Sambil menikmati film-film Arab yang diputar lewat pemancar tv jarak dekat -- antara lain versi Arab dari The Messenger, tentang Nabi yang dihebohkan -- mereka mendapat perawatan di rumal sakit mewah itu. Kendati pun tidak semua orang Arab itu bersembahyang Jumat, tapi bagi mereka yang mau, di Regent Park tersedia mesjid untuk itu. Tidak jauh dari sana ada Omar Khayam. Di sini kehidupan malam berlangsung dengan santai bagi orang-orang Arab yang mendadak kaya itu. Konon pula penyanyi Mesir yang didatangkan oleh manajer Omar Khayam itu cuma tergolong penyanyi klas dua. Meski pun demikian, langganan-langganan klab macam itu tidak mempersoalkannya. Selain barangkali mereka memang tidak terlalu acuh dengan soal yang menyangkut klas-klas dari para penyanyi, mereka sudah cukup puas dengan kesempatan bersantai -- hal yang tidak mungkin mereka nikmati di Kuwait atau di Dubai. Maka dari saku-saku mereka, mengalirlah uang-uang lembaran f5 (Rp 3500) ke pinggul para penari perut yang kadang-kadang muncul ketika malam sudah menjelang fajar. Baju Poundsterling Cerita-cerita yang lebih menarik dan sensasionil mengenai orang-orang Arab di Inggeris sudah tentu juga ada. Dikisahkan pula oleh sebuah surat kabar London mengenai seorang Sheik yang membuat baju dari lembaran mata uang Inggeris untuk kemudian dipakai kapada tubuh seorang penari perut -- siapa tahu ini lambang inflasi poundsterling. Juga ada cerita mengenai Pangeran Salman, Gubernur Riyadh (ibu kota Saudi Arabia) yang kalah f2 juta (Rp 1.4 milyar) di meja judi dalam waktu 3 malam. Dan orang macam Salman ini dikabarkan pula sangat pemurah hingga suka memberi persenan sebiji chips bernilai f100 (Rp 70 ribu) kepada pelayan kasino. Semua ini memang mungkin terjadi atas diri orang kaya mendadak, tapi sampai di mana kebenaran cerita-cerita yang kadang-kadang fantastis ini, tentu tidak selalu mudah dibuktikan. Terhadap tingkah laku sejumlah kecil orang Arab yang sempat menikmati hasil minyak negerinya itu, orang bisa bikin macam-macam penafsiran. Ada menilai hal itu sebagai pemberontakan terhadap kungkungan tradisi yang membelenggu mereka di negerinya. Tapi ada juga melihat hal itu sebagai cara membalas dendam terhadap orang Inggeris yang dulu menjajah dan menghina mereka. Entahlah, tapi salah satunya atau keduanya bisa benar. Bisa juga orang Arab itu cuma mau senang-senang saja. Tapi ternyata London bukan cuma tempat untuk bersenang-senang, sebab komentar yang menyedihkan mengenai dunia Arab juga terdengar di sana. Ketika kemelut berdarah masih terus melanda Libanon, ketika orang-orang Palestina masih terus hidup dalam tenda-tenda yang pengap, ketika dunia Arab dipenuhi silang sengketa, sejumlah kecil orang Arab memasuki toko-toko mewah di London dengan tidak usah menggunakan bahasa Inggeris, sebab semua harga dan keterangan mengenai barang di toko itu sudah ditulis dalam bahasa Arab. Terhadap kenyataan macam ini seorang intelektuil Arab di London memberikan komentarnya: "Kini adalah masa di mana para pemimpin kami harus berkonsultasi dengan teori Ibnu Khaldun. Mereka harus mempertanyakan kalau-kalau masyarakat Arab telah mencapai tahap ke-5 dari teori Ibnu Khaldun yang meramalkan runtuhnya sebuah negara, ketika penghamburan dan sifat lupa daratan sudah menjadi amat nyata". Ramalan Ibnu Khaldun Ibnu Khaldun adalah seorang ahli sejarah dan ahli kemasyarakatan Arab abad ke 14. Pada tahap ke-5 dari teorinya, ia menyebutkan bahwa elit yang memerintah di suatu negara mempercayakan administrasi kepada tentara dan birokrat yang diimpor. Dan elit-elit ini mengabdikan dirinya kepada hidup yang penuh dengan kemewahan serta kesenangan. "Sebagian besar waktu mereka disita oleh pemeliharaan kesehatan", tulis orang pandai Arab itu -- bagaikan meramal. Dan gejala macam ini memang sudah terjadi pada Kuwait. Di sana suatu minoritas orang asli makin kecil saja jumlahnya sementara para pendatang makin bertambah banyak. Dan kaum pendatang -- Palestina, Pakistan dan India -- yang mengerjakan tugas-tugas kenegaraa, meskipun sama sekali tidak punya politik . Orang-orang pribumi Kuwait sendiri kabarnya sibuk memelihara kesehatan mereka sembari menikmati yang keluar dari perut bumi dalam bentuk minyak. Untuk keperluan itu, Kedutaan Besar Kuwait di London mempunyai bagian khusus yang unik, "Atase Kesehatan". Bagian unik dari kedutaan itu tahun ini saja telah mengurus 1000 orang Kuwait pribumi yang khusus datang ke London untuk perawatan kesehatan. Tentu saja mereka memilih klinik-klinik mewah, dan Inggeris yang ekonominya memang butuh transfusi itu, terpaksa harus bersukur dapat pemasukan tambahan sebesar Rp 2,1 juta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus