TIGA menteri bersama-sama menghadap Presiden di Bina Graha
minggu lalu: Radius Prawiro, Sumarlin dan M. Jusuf. Di antara
kertas-kertas yang dibawa Menteri Perindustrian Jusuf, ada yang
berkepala "Tanker Pertamina". Ada perkembangan baru?
Kepada pers yang mencegatnya di tangga Bina Graha Radius maupun
Sumarlin belum bersedia memberi penjelasan. "Tunggu sampai
keluar pengumuman resmi pemerintah", ujar kedua menteri yang
diserahi tugas renegosiasi dengan pemilik 2 lusin tanker
samudera yang disewa-beli oleh Pertamina itu. Lantas apa yang
dibicarakan dengan Presiden?
Ternyata ada berita pembatalan sama sekali proyek pabrik pupuk
terapung yang direncanakan Pertamina di Bontang Utara, Kal-Tim.
Dengan demikian, kata Radius sebagai ketua team yang diserahi
tugas melakukan perundingan kembali tentang proyek-proyek
Pertamina di Kalimantan Timur, "pemerintah berhasil
menyelamatkan uang negara sebanyak $AS 216 juta". Namun tidak
berarti Kalimantan Timur tidak kebagian pabrik pupuk sama
sekali. Sebab pabrik itu - yang dialihkan'pelllbinaannya dari
Pertamina ke Departemen Perindustrian -- kini akan "didaratkan".
Kapasitasnya sama dengan rencana semula, yakni 560 ribu ton urea
dengan bahan baku gas alam setempat.
Besi Tua
Proyek yang tertunda karena kesulitan keuangan Pertamina baru
berwujud dua kapal bekas angkutan pertambangan, yang menurut
Radius hasil nongkrong di Belgia. Kapal pertama, yang tadinya
direncanakan untuk dibikin jadi pabrik urea terapung, sudah
rusak. Karena itu akan dijual sebagai besi tua. Sedang satunya
lagi, yang mestinya berfungsi sebagai pabrik ammoniak (bahan
antara dalam proses pengolahan gas alam menjadi urea) masih
dapat diperbaiki. Karena itu akan diubah menjadi kapal biasa,
lalu dijual.
Team Radius juga telah memeriksa kembali kontrak antara
Pertamina dengan kontraktor utama proyek itu, maskapai Swiss IPI
(International Petrochemical Industries). Sedang beberapa
kontrak dengan subkontraktor IPI dibatalkan.
Apa yang dibeberkan Radius itu sebenarnya bukan barang baru.
Seusai sidang IGGI yang lalu di Amsterdam, Menteri Ekuin Widjojo
Nitisastro dan Wakil Presiden Bank Dunia, Bernie Bell sudah
mengungkapkannya pula pada pers di hotel Amstel. Kata Widjojo
waktu itu, "untuk mendaratkan pabrik pupuk itu perlu tambahan
biaya $AS 200 juta (TEMPO, 3 Juli).
Gagasan untuk mendaratkan saja pabrik itu, datangnya dari ketua
panitia penyehatan Proyek Pabrik Pupuk Terapung, Dirjen Industri
Kimia Ir Agus Sudjono. Panitia itu adalah 1 dari 9 panitia
penyehatan proyek-proyek Pertamina yang dibentuk dengan
Keputusan Presiden awal April 1975. Termasuk panitia penyehatan
Krakatau Steel yang diketuai Menteri J.B. Sumarlin. Dalam
laporannya pada Team Teknis Penertiban Pertamina yang dipimpin
oleh trio Letjen Hasnan Habib, Ismail Saleh SH dan Piet Haryono,
team yang diketuai Agus Sudjono mengusulkan pembatalan proyek
itu.
Kalau Oleng
Kalau pun proyek itu dapat dikerjakan oleh insinyur-insinyur
Eropa di Belgia (yang kabarnya belum pernah mengerjakan disain
seperti ini sebelumnya), team beranggapan akan berbahaya sekali
melayarkan kedua pabrik terapung itu ke Bontang. Sebab kalau
kapal itu oleh sedikit saja, proses produksi sudah akan
terganggu. Juga letaknya toh tidak terlalu jauh dari darat
(dekat sumur lepas pantai Union Oil). Karena itu mengapa tidak
dibangun di darat saja. Walaupun biaya agak mahal karena tanah
rawa di pantai Bontang itu harus ditimbun dulu sampai padat,
kepastian kerjanya lebih bisa diharapkan.
Trio Team Teknis Hasnan Habib menerima usul Agus Sudjono itu,
dan membawanya ke sidang Kabinet. Selanjutnya sidang Dewan
Stabilisasi Ekonomi memutuskan untuk melepaskan proyek itu dari
Pertamina untuk dialihkan ke Departemen Perindustrian. Juga
diputuskan untuk didaratkan saja. Untuk itu Menteri Perdagangan
Radius Prawiro ditugasi merundingkan kembali proyek itu dengan
kontraktor-kontraktornya di Eropa Barat.
Dalam hal ini Radius dibantu oleh Sumarlin, yang sesudah
debutnya menciutkan 'gajah' Krakatau Steel lewat sepucuk Keppres
ditunjuk untuk mengetuai sebuah team yang menangani semua
masalah yang berhubungan dengan kontraktor-kontraktor Pertamina
(non migas) maupun anak-anak perusahaan Pertamina (TEM PO, 17
Januari ).
Meski tidak mengandung hal-hal baru, keterangan pers Radius
Prawiro toh mengundang beberapa pertanyaan. Antara lain:
* Berapa harga kedua kapal bekas yang dijual oleh Stamicarbon BV
pada Pertamina, untuk dirubah menjadi pabrik pupuk terapung itu
dulu? Stamicarbon BV ini yang teken kontrak dengan Pertamina
bulan Maret 1974 adalah anak perusahaan Dutch State Mines dari
Heerlen, Negeri Belanda.
* Dapatkah hasil penjualan kedua kapal bekas itu menutupi ongkos
pembatalan proyek pabrik pupuk terapung itu?
* Perusahaan Swiss bernama I.P.I. itu kabarnya belum begitu
dikenal dalam industri pupuk urea. Kalau benar demikian, mengapa
perusahaan itulah yang diserahi kepercayaan membangun pabrik
pupuk terapung: suatu eksperimen pertama di dunia yang bukan
main mahalnya?
Kalau keempat reaktor pupuk Pusri rampung akhir tahun depan,
kapasitas produksi Pusri akan mencapai 1 1/2 juta ton urea
setahun. Ditambah dengan produksi pabrik pupuk Kujang (Cikampek)
sebesar 1/2 juta ton urea setahun, swa-sembada pupuk sudah akan
tercapai tahun depan. Belum lagi ditambah dengan pabrik pupuk
ASEAN yang diharapkan akan dibangun dengan modal ADB di Arun
(Aceh) dan Sabah (Malaysia Timur) Kalau begitu, apa masih perlu
tambahan satu pabrik pupuk lagi?
* Apakah pinjaman $AS 150 juta dari American Express Bank (AS)
untuk proyek itu juga dibatalkan? Atau justru dialihkan ke
pembangunan pabrik pupuk penggantinya di daratan Kalimantan
Timur itu?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini