Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
APABILA Anda belum punya tim jagoan dalam Euro 2004 Portugal, simaklah roman muka Robert Pires. Dia berseri-seri sepulang dari La Grande Motte di kawasan Mediterania, pekan lalu. Tak ada lagi kepenatan dan kelelahan setelah lebih dari 50 kali membela Arsenal di berbagai ajang kompetisi musim lalu. Yang ada kini hanya satu tekad: menjadikan Prancis tim pertama yang mempertahankan gelarnya di ajang sebesar Piala Eropa, yang peluit pertamanya ditiup Sabtu lalu. "Selama sepekan itu kami hanya beristirahat di La Grande Motte. Kami menghabiskan waktu bersama keluarga. Banyak keuntungan yang kami dapatkan," kata gelandang kiri tim nasional Prancis itu.
Prancis? Bukankah mereka dipukul knocked-out di Piala Dunia 2002? Tunggu dulu. Pires punya jawaban dengan membedakan timnya sekarang dengan dua tahun lalu. Dia tak ikut dalam skuad pelatih Roger Lemerre, yang tampil di Piala Dunia 2002 di Jepang dan Korea Selatan. Tapi Pires bisa membayangkan betapa kondisi Les Bleus waktu itu jauh dari sempurna. Mereka hanya punya persiapan dalam hitungan hari. Para pemain banyak yang dalam kondisi cedera, termasuk maestro Zinedine Zidane. Tak aneh kalau Prancis langsung tersingkir di putaran pertama tanpa mencetak satu gol pun. "Di Tignes, kondisi pemain sungguh mengkhawatirkan. Tapi kali ini, di La Grande Motte, mereka semua berada dalam kondisi yang bagus," kata dokter tim Prancis, Jean-Marcel Ferret. Tignes adalah tempat tim Prancis bersiap selama seminggu menjelang Piala Dunia Jepang-Korea.
Juara bertahan selalu diunggulkan, tapi bukan karena itu Prancis layak dijagokan. Timnya solid, pemainnya berkelas di atas rata-rata, dan karena itu potensinya untuk kembali jadi juara di Portugal besar. Ada gengsi dan sejarah yang dipertaruhkan. Apabila Prancis masuk final dan keluar lapangan sebagai pemenang di Stadion Luz, Lisabon, 4 Juli mendatang, mereka adalah tim pertama yang mampu mempertahankan gelar. Dalam sejarah Piala Eropa, Jerman, yang pernah tiga kali menjadi juara, pun tak pernah bisa menjuarainya dua kali berturut-turut.
Lagi pula, yang menjagokan Prancis bukan anak kemarin. Tak kurang dari legenda sepak bola Jerman, Franz Beckenbauer, mengeluarkan pujian. "Prancis tim paling tangguh saat ini," tuturnya singkat di situs resmi Federasi Sepak Bola Prancis.
Tim-tim lain jelas menaruh hormat pada Thierry Henry dan kawan-kawan. "Mereka tim fantastis dengan skuad fantastis pula," kata bek Inggris, Gary Neville. Inggris sendiri bakal jadi tim pertama yang menjajal keampuhan Prancis di Stadion Luz, sehari setelah pembukaan Piala Eropa. "Prancis tim terkuat di kejuaraan ini. Namun, lebih baik kami menang ketimbang seri. Tapi seri bukan hasil yang buruk," ujar pelatih Inggris, Sven Goran Eriksson. Namun, Eriksson ditepis Henry, mesin gol Prancis, yang menutup diskusi soal tim favorit ini dengan gayanya sendiri. "Kami favorit. Faktanya jelas. Siapa pun yang mengatakan lain dari itu berarti orang bodoh," tuturnya.
Siapa yang meragukan ketangguhan dan pengalaman Lilian Thuram atau William Gallas mendampingi Marcel Desailly di jantung pertahanan? Siapa pula yang tak yakin dengan keampuhan bek sayap Bixente Lizarazu di kiri dan Willy Sagnol di kanan? Di lini gelandang, Patrick Vieira dan Claude Makelele bakal jadi duet tangguh di sektor sentral, membuat Zidane bisa bebas menunjukkan sentuhan magisnya. Ditambah Pires yang beroperasi agak melebar, kuartet tersebut akan memberikan ladenan memuaskan buat duet striker Henry dan David Trezeguet. Bahkan lawannya pun sudah mulai gemetar dengan reputasi si Biru. "Prancis ingin membuktikan kepada dunia bahwa kegagalan di Piala Dunia itu hanya sebuah kebetulan," kata penyerang Portugal, Nuno Gomes.
Boleh jadi wegagalan di Asia itu hanya kebetulan. Sejak saat itu, Prancis seperti tak tersentuh. Di bawah arahan bekas pelatih Olympique Lyon, Jacques Santini, Prancis memenangi 18 dari 22 pertandingan terakhirnya, mencetak 57 gol, kebobolan empat gol, dan hanya sekali kalah. Di babak kualifikasi, mereka memenangi seluruh delapan pertandingan, prestasi yang tak bisa disentuh 14 peserta Piala Eropa lainnya termasuk Inggris, Kroasia, dan Swiss, yang akan dihadapi pada babak penyisihan Grup B.
Tapi, Prancis bukannya tanpa cacat. Kekalahan 0-2 dari Republik Cek pada partai uji coba di Stade de France, St. Denis, Februari tahun lalu, memberi celah. Ketika itu, di bawah hujan yang mengguyur stadion, mereka jadi bulan-bulanan lawan.
Itu dulu. Sekarang, semua lebih optimistis. "Lama sudah saya bermain bola. Saya tahu sepak bola penuh kejutan. Saya tak tahu bagaimana hasil pertandingan pertama kami lawan Inggris. Yang bisa saya katakan adalah tim Prancis solid," kata Henry, menebar ancaman ke kubu Inggris, seteru pertamanya di Portugal. Garry Neville membalas. "Tidak ada yang mengunggulkan kami bakal menang. Dalam situasi itulah kami berbahaya. Seluruh beban ada di pundak Prancis," kata Neville.
Inggris bukan satu-satunya pesaing Prancis. Italia, Spanyol, Belanda, dan tuan rumah Portugal juga siap menghadang. Jangan pula lupakan Jerman, tim yang selama ini jago dalam kejuaraan-kejuaraan besar seperti Piala Eropa.
Italia termasuk tim paling berambisi mengganjal Prancis. Mereka menyimpan dendam yang besar ketika empat tahun lalu gol emas David Trezeguet mengandaskan ambisi merebut gelar di Belanda. "Kami berharap bisa membalaskan dendam terhadap Prancis dan merebut Piala Eropa, gelar yang pantas kami dapatkan tahun 2000 lalu," ujar bek sentral Italia, Marco Materazzi. Jika mulus, pertemuan keduanya bisa terulang lagi di final.
Seperti Prancis, Italia pun kini berada dalam usia yang matang. Francesco Totti, Alessandro del Piero, Alessandro Nesta?bintang-bintang Italia?kini memasuki usia emasnya. Italia pun terlihat mengalami perkembangan pesat sejak pelatih Giovanni Trapattoni mengubah corak permainan dari mengandalkan pertahanan menjadi permainan yang menyerang.
Jerman, meski tertatih-tatih di babak kualifikasi dan sempat dipecundangi Rumania 1-5 dalam uji coba belum lama ini, tak bisa pula dipandang sebelah mata. Dua tahun lalu, Jerman pun tak diunggulkan di Piala Dunia. Tapi mereka bisa menembus final sebelum menyerah 0-2 dari Brasil. "Jika Jerman mampu melaju ke putaran kedua, peluang kami masih terbuka," kata Beckenbauer, menilai harapan pasukan Rudi Voeller. Dengan memiliki gelandang seajaib Michael Ballack, segala kemungkinan masih terbuka bagi Jerman.
Perjuangan paling berat bagi Jerman memang ada di penyisihan awal. Mereka harus bersaing dengan Belanda dan Republik Cek memperebutkan satu tiket dari Grup D. Latvia, kuda hitam yang mengandaskan Turki di babak play-off, sulit diperhitungkan.
Jangan pula mencoret nama Portugal sebagai kandidat juara. Empat tahun lalu, mereka mampu menembus semifinal. Kini, dengan sebagian bintangnya seperti Luis Figo, Rui Costa, dan Fernando Couto berada di puncak kariernya, Portugal dipastikan berambisi mempersembahkan gelar terbaik di hadapan publiknya. "Akan jadi kehormatan besar jika kami menjuarai Piala Eropa di hadapan pendukung sendiri. Seluruh masyarakat Portugal bakal bergembira. Tim terhebat yang pernah kami miliki bisa mencapai impian terbesarnya," ujar Nuno Gomes, penyerang Portugal asal klub Benfica.
Tak hanya itu, Piala Eropa juga sangat memungkinkan munculnya tim-tim kuda hitam. Denmark pernah mewujudkannya 12 tahun lalu di Gothenburg, Swedia. Dari sebuah tim yang tak lolos kualifikasi, mereka merebut gelar juara dengan menaklukkan Jerman 2-0 di final setelah menggantikan posisi Yugoslavia di saat-saat akhir menjelang kejuaraan bergulir.
Kali ini, posisi kuda hitam paling mengesankan ada di kubu Republik Cek. Sukses mereka mengatasi Belanda di kualifikasi dan penampilan cemerlang dalam pertandingan uji coba membangkitkan optimisme pada pasukan Karel Bruckner itu. "Jika kami tampil dengan performa terbaik, kami bisa mengalahkan tim mana pun di dunia. Saya yakin kami akan mencapai perempat final dan berpeluang terus melaju," kata kiper muda yang tengah menanjak, Peter Cech. Dengan materi pemain seperti Pavel Nedved, Tomas Rosicky, dan penyerang jangkung Jan Koller, Cek menjelma menjadi tim yang sangat diperhitungkan di Eropa saat ini.
Biarlah para kuda hitam menantang, tapi Prancis adalah kuda pacu yang siap menembus garis akhir. "Tentu kami bukan satu-satunya unggulan. Tapi, bukti bahwa kami hebat akan terwujud di lapangan. Banyak alasan yang membuat kami sangat optimistis." Kalimat terakhir itu meluncur dengan mantap dari mulut Robert Pires. Bila Anda belum punya jago, pertimbangkan Prancis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo