Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bahaya piknik di kebun raya

Sungai ciliwung yang membelah kebun raya bogor sering banjir mendadak. arusnya bisa mencapai kebun raya dengan kecepatan 33 km/jam. beberapa orang yang sedang berpiknik dikebun raya pernah hanyut.(kt)

30 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUNGAI Ciliwung tampak dangkal, jinak dan bersahabat. Tapi ternyata tidak selalu begitu. Bila curah hujan di Bogor di musim pancaroba (Maret sampai Mei) turun, sungai itu bisa meluap tibatiba seperti kejadian 17 Mei. Tiga nyawa Minggu siang itu -- ketika berpiknik di Kebun Raya -- ditelan Sungai Ciliwung. Mereka adalah dr. Faried Bakry Lakshamana (36 tahun) dan dua anaknya, Farah Shahrani (9 tahun) dan Muhamad Nurul (4 tahun). Banjir mendadak ini sudah laim terjadi di aliran Ciliwung -- hampir tiap musim pancaroba. Tahun 1980, juga dalam Mei, air Ciliwung melanda Kebun Raya dengan ganas. Untung kejadiannya malam hari. Tak ada korban jiwa waktu itU. Tapi akibat banjir mendadak, ditambah air bah rutin, pernah dikeluarkan biaya Rp 75 juta untuk memperbaiki tebing di pinggir kali sepanjang Kebun Raya. Menurut Ir. Achmad Lanti, Wakil Pemimpin Proyek Pengendalian Banjir Jakata Raya, banjir mendadak ini akibat curah hujan yang tinggi di Gunung Pangrango -- hulu Sungai Ciliwung. Terutama di musim pancaroba " curah hujan di sana mencapai 3.600 mm per tahun," katanya. Sedang "Sungai Ciliwung itu sempit dan terjal." Dari Katulampa (hulu Sungai Ciliwung) sampai ke Bogor ditaksirnya kecepatan gerak air bisa mencapai 33 km per jam. Katulampa terletak pada ketinggian 298 m di atas permukaan laut, dibanding Bogor 230 m. Tapi kemiringannya, kata Achmad, mencapai 7,6% -- "tinggi sekali." Antara Bogor-Depok kemiringan Sungai Ciliwung cuma 0,3% dan untuk jarak 70 km itu titik air memerlukan waktu tiga jam. Jika antara Kebun Raya dan pos monitor debit air di Katulampa ada komunikasi, datangnya air bah tersebut mungkin dapat segera diketahui. "Waktu 70 menit rasanya cukup untuk memberitahu pengunjung Kebun Raya akan datangnya bahaya. Dan mungkin mereka bisa segera menjauh dari airan sungai," kata Achmad. Tapi komunikasi itu belum dljadikan prioritas. Belum pernah terpikirkan oleh petugas di Katulampa -- mungkin karena belum ada instruksi atasannya -- untuk menelepon Kebun Raya atau Pemda Bogor bila air bah dari hulu mengancam. Pihak Kebun Raya tak pula memasang pengumuman (larangan bermain-main di air) di pinggir Sungai Ciliwung. "Agak sulit memasang pengumuman seperti itu," kata Kepala Kebun Raya Dr. Made Sri Prana. "Panjang Sungai Ciliwung yang melalui Kebun Raya mencapai satu kilometer." Tapi ia berjanji akan memasang pengumuman itu sedikitnya di dua tempat. Mungkin dekat jembatan gantung dan jembatan besar. "Karena di kedua tempat ini pengunjung gampang sekali mencapai kali," kata Made. Walaupun banjir datang mendadak dan deras, orang masih mungkin menyelamatkan diri ke tepi -- tentu saja jika ia bisa berenang. Tapi aliran Sungai Ciliwung di Kebun Raya dipenuhi oleh batu-batu besar (tempat ini sangat disukai pengunjung berpotret) menyebabkan kemungkinan penyelamatan Jadi kecil. "Sekali kepalanya terantuk ke batu, ia tentu tak bisa lagi berenang," lanjut Made. Pada mayat Faried dan kedua anaknya memang terlihat tanda-tanda memar di kepala. Dari pihak Ditjen Pengairan PU ada rencana menyondet Sungai Ciliwung guna mengurangi arusnya. "Akan dialirkan airnya ke Sungai Cisadane," kata Achmad, hingga dapat dimanfaatkan untuk irigasi di kawasan Tangerang. Kecelakaan di Kebun Raya seringkali tak hanva akibat air bah. Sebagian pengunjung memakai sepatu roda, lantas tergelincir dan menabrak pohon. Tapi tahun ini -- sebelum Faried dan keluarga -- adalah Jusman Tanjung (21 tahun) dan seorang bocah putra seorang pegawai Istana Bogor yang jadi korban Ciliwung di Kebun Raya. Korban Ciliwung umumnya pendatang. Jarang penduduk di sekitar kali itu hanyut terbawa arus mendadak. Rupanya penduduk setempat sudah paham sekali akan perilaku Ciliwung. "Jika mendung di hulu, tak ada lagi penduduk yang bermain di kali," kata Achmad.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus