PERS Inggris kini mengenal checkbook journalism. Sebutan itu
dipakai bila wartawan ketahuan memberikan uang kepada sumber
berita sebagai imbalan untuk memperoleh informasi dan foto
eksklusif. Persoalannya, tulis wartawan TEMPO Gabriel Gay di
London, mengguncangkan hati nurani masyarakat Inggris.
Adalah majalah satiris Private Eye (London) yang pertama kali
menyatakan bahwa koran Daily Mail (London) telah memberikan œ 250
ribu (satu pond bernilai sekitar Rp 1.600) untuk memperoleh
cerita ekslusif dari Nyonya Sonia Sutcliffe.
Soal pembayaran itu tentu tidak akan menggegerkan seandainya
tidak menyangkut perkara Peter William Sutcliffe, 34 tahun, yang
dituduh melenyapkan nyawa 13 gadis Inggris. Pembunuh yang
digelari Yorkshire Ripper itu lama menjadi buronan pihak
berwajib, dan menyebabkan ketakutan meluas terutama di kalangan
wanita.
Sementara Sutcliffe berlarut-larut diadili di Pengadilan Old
Bailey (London) sebelum ia dijatuhi hukuman seumur hidup, di
luar ruang sidang terjadi perkembangan menarik. Setelah membaca
tulisan di Private Eye itu Nyonya Doren Hill (ibu Jacqueline
Hill, salah satu korban Sutcliffe), segera menulis surat kepada
Ratu Inggris Elizabeth II. Di situ ia menyesalkan pembayaran
oleh sejumlah pers Inggris untuk memperoleh cerita eksklusif
dari peristiwa pembunuhan itu.
Upaya pembayaran itu, demikian Anelay Hart, pengacara Nyonya
Hill, terasa menjijikkan. Tindakan pers itu, lanjut Hart, jelas
menganiaya perasaan kliennya tadi. Nyonya Hill sendiri menolak
menerima uang dari suatu koran tapi koran News of the World,
Sunday People, Daily Star, dan Daily Mail diduganya telah
mengeluarkan lebih dari œ 150 ribu. Ia sangat jijik, katanya,
jika ada anggota keluarga pembunuh anaknya, maupun teman
pembunuh, bisa menarik keuntungan dari peristiwa itu.
Dengan menulis surat (21 Februari) kepada Ratu Inggris, Nyonya
Hill berusaha meyakinkan bahwa asas crime does not pay
(kejahatan tidak membawa keuntungan) masih berlaku. Surat serupa
juga dikirimkannya kepada Menteri Dalam Negeri dan sejumlah
anggota Parlemen Inggris.
Di luar dugaan, William Heseltine, Sekretaris Pribadi Ratu
Inggris, mengirim surat balasan, 26 Februari. Dinyatakannya Ratu
bisa memahami perasaan Nyonya Hill jika benar Daily Mail akan
menerbitkan cerita yang diperolehnya dari sumber berita dengan
imbalan uang. "Sekalipun tindakan itu tidak melawan hukum dan
(penguasa) sulit melakukan campur tangan," tulis Heseltine, Ratu
Inggris "ikut merasa muak."
Sesudah reaksi Ratu Inggris itu tersiar lewat Press Association,
Davis English, Pemimpin Redaksi Daily Mail, kontan mengirim
telegram dari New York. la sangat menyesalkan sikap Istana
Buckingham yang spontan tadi, karena ia sudah berniat menyanggah
surat Nyonya Hill. Yang sangat mengherankan pula, katanya,
Heseltine tidak mengecek kembali keakuratan surat Nyonya Hill
sebelum memberi jawaban. English membantah bahwa Mail pernah
memberi uang kepada Sonia, istri Peter Sutcliffe. Namun
pembayaran sebesar œ 5 ribu pernah diberikannya kepada ayah
Sutcliffe sebagai imbalan atas sejumlah foto dan informasinya.
Hal serupa, kata English, juga dilakukan koran lain. Nyonya
Maria Szurma, mertua Sutcliffe, juga menyatakan bahwa anaknya
(Sonia) tidak pernah menerima uang dari koran mana pun.
Hura-hura di luar ruang sidang itu akhirnya sampai juga ke
telinga Sir Michael Havers, Jaksa Agung Inggris. Sir Michael,
yang juga jaksa penuntut dalam perkara Yorkshire Ripper itu,
memperingatkan bahwa pemberian uang kepada saksi (oleh pers)
bisa menodai penjelasan bersangkutan di pengadilan. Saksi
Trevor Birdsall, teman Sutcliffe, mengaku ia menerima œ 500 dan
tambahan œ 65 setiap minggu dari koran Sunday People. Tambahan œ
65, berikut makan dan tidur gratis di suatu hotel di London itu
diperolehnya sejak 6 Januari.
Birdsall tidak terikat kontrak. Tapi ia kini hidup bersama
seorang wanita, Gloria Conroy, yang dikontrak œ 2.000 oleh Sunday
People. Ini diakuinya terus terang. Dan sebagai imbalannya
tentu, Birdsall, sang sopir, menceritakan kehidupan Sutcliffe
yang dikenalnya kepada koran itu. Jaksa Agung Sir Michael
kemudian melarang Birdsall memberikan segala keterangan
(kesaksiannya) kepada siapa pun -- tidak terkecuali pers. "Jika
anda melanggar perintah ini, saya akan segera menggunakan
kekuasaan," ujarnya.
"Persaingan Hina"
Selain Mail, koran Daily Star ternyata juga memberikan œ 1.000
kepada pelacur Olivia Reivers, yang tidur bersama Sutcliffe
ketika pembunuh itu tertangkap. Pelacur itu masih mengharapkan
tambahan œ 3.000 jika keterangannya diterbitkan Star. Juga Daily
Express memberikan œ 350 kepada sejumlah sahabat Sutcliffe yang
telah memberikan beberapa foto pembunuh itu ketika sedang
mengail. The Sun, The Sunday Mirror, dan saluran televisi ITN
disebut pula telah mengeluarkan uang untuk memperoleh informasi.
Tapi News of the World segera mencabut kembali upaya pembayaran œ
110 ribu kepada istri Sutcliffe setelah Nyonya Hill
mengungkapkan skandal tadi.
Persatuan wartawan Inggris (NUJ) - seperti suara Istana
Buckingham -- menyebut perlombaan seprofesi dengan imbalan uang
itu merupakan "persaingan hina". Tapi persaingan tak terelakkan.
Pers Inggris beranggapan bahwa cerita apa pun di seputar
Sutcliffe pasti akan menarik pembaca. Dengan menghalalkan cara
itu, pers kuat tentu akan unggul.
Dan checkbook journalism juga pernah dilakukan David Frost.
Untuk mewawancarai bekas Presiden AS Richard Nixon, Frost
membayar US$ 600 ribu. Kemudian ia mengedarkan hasil
wawancaranya itu (Mei 1977) ke-147 stasiun televisi di Amerika
dan negeri lain. Dari situ Frost memetik keuntungan US$ 1 juta.
Tindakan Frost itu, waktu itu, dikecam berbagai pihak -- antara
lain Leon Jaworski, Jaksa Penuntut pengadilan skandal Watergate.
Dulu itu menyangkut politik, dan dihalalkan. Tapi orang kini di
Inggris bertanya Dari peristiwa sedih semacam Yorkshire Ripper
itu, layakkah pers mengeluarkan uang untuk memperoleh informasi?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini