WARGA Desa Mayong, Jepara, berbondong-bondong menyaksikan ketoprak Kencono Budoyo dari Pati. Soalnya cerita yang diambil adalah Aro Penangsang Gugur, yang konon pantang dimainkan di desa itu. "Saya tidak takut. Saya sudah bersesaji dengan cukup," ujar Ny. Tinok Marliana, pimpinan grup. Pementasan seru. Aryo Penangsang, dimainkan Bambang Asmoro, 23, muncul bagus. Ketika perutnya terkena sabetan keris Sutowijoyo yang dimainkan Purwanto, ia berjalan terseok-seok. Usus Penangsang berhamburan, "darah" mengalir. Toh, ceritanya, sang Aryo masih tetap menantang Sutowijoyo. Ketika Penangsang mau menusukkan kerisnya ke tubuh lawan, ususnya putus kena senjatanya sendiri. Penangsang jatuh. Mati. Urusan selesai. Tapi, di panggung itu, ternyata belum. Aryo Penangsang malah bangkit lagi dan memaki-maki Suto: "Goblok! Tidak becus membawakan peran!" Malah ia memukul Sutowijoyo sampai jatuh. Yang dipukul mencabut kerisnya -- dan menusuk lawan. Paha Aryo kena sabet, darah bercucuran. Untung, tak mati. Pemain lain berhamburan ke panggung melerai. "Saya tadinya bingung memahami cerita itu," ujar Sarwo, seorang penonton. Itu semua terjadi gara-gara kurang sesaji? "Ah, tidak. Keduanya memang suka bertengkar macam-macam persoalannya," jawab Tinok. Karena di luar skenario, pertengkaran itu sempat diusut polisi. Syukur, kasus akhir Januari lalu itu bisa didamaikan. Tapi yang jadi soal, mengapa layar panggung tidak ditutup, begitu selesai adegan matinya Penangsang, sehingga penonton tidak sampai panik oleh "adegan tambahan". Tak lain karena tukang layar sedang ke belakang. Kencing, barangkali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini