Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LANGKAH Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat membuat guncang Partai Golkar. Ketua DPR itu sampai meminta Aburizal Bakrie, ketua umum partai beringin, turun tangan melunakkan Sudirman.
Dua hari setelah melaporkan Setya pada 16 November lalu, Sudirman mendapat panggilan telepon dari seorang politikus partai beringin yang mengaku utusan Aburizal. Menurut seorang pejabat pemerintahan yang mengetahui peristiwa itu, sang politikus membujuk Sudirman agar mau bertemu dengan Aburizal. "Tujuannya agar Sudirman mau menyelesaikan kasus Setya secara kekeluargaan," kata pejabat itu.
Sudirman membenarkan kabar bahwa ia pernah mendapat ajakan bertemu dengan Aburizal. Namun dia menolak menjelaskan identitas politikus Golkar yang meneleponnya. "Pertemuan itu belum pernah terlaksana," ujarnya Kamis pekan lalu. Sebaliknya, Aburizal menyangkal mengerahkan anak buahnya bergerilya menyelamatkan Setya. "Sama sekali tidak ada," katanya.
Meski menyangkal, sejak laporan dugaan permintaan saham PT Freeport Indonesia masuk ke Mahkamah Kehormatan Dewan, Aburizal dibuat sibuk. Dia langsung memimpin rapat konsolidasi kasus Setya di ruangan Fraksi Golkar di gedung DPR. "Sudah diinstruksikan agar jalurnya jelas," ujar Aburizal setelah memimpin rapat tersebut.
Sudirman melaporkan Setya karena bersama pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid bertemu dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin untuk memuluskan perpanjangan kontrak karya Freeport. Setya juga dituduh mencatut nama Presiden Joko Widodo. Sudirman menyertakan rekaman percakapan ketiga orang itu di sebuah ruangan lantai 21 Hotel Ritz-Carlton, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, 8 Juni lalu.
Tidak hanya di Golkar, Setya juga meminta Aburizal meyakinkan koalisi oposisi pemerintah agar berpihak kepadanya. Atas prakarsa Golkar, Jumat tiga pekan lalu, petinggi koalisi oposisi pemerintah berkumpul di kediaman Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Hambalang, Bogor. Hadir antara lain Presiden Partai Keadilan Sejahtera Sohibul Iman dan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Djan Faridz. "Setelah mendengarkan penjelasan Novanto, kami rasa dia tidak bersalah," kata Aburizal menjelaskan hasil pertemuan.
Setya kembali bermanuver di lingkup internal Golkar setelah Mahkamah Kehormatan memutuskan sidang berlanjut. Selasa sore dua pekan lalu, dia bergegas menemui Aburizal di kediamannya di Jalan Mangunsarkoro, Menteng, Jakarta Pusat. Ia meminta Aburizal mengganti tiga anggota Golkar di Mahkamah. "Aburizal langsung memenuhi permintaan Setya itu ke fraksi," ujar seorang politikus Senayan.
Dua hari kemudian, Fraksi Golkar mengumumkan penggantian anggotanya di Mahkamah. Tiga nama baru itu adalah Ridwan Bae, Kahar Muzakir, dan Adies Kadir. Mereka menggantikan Hardisoesilo, Dadang S. Muchtar, dan Budi Supriyanto. Di parlemen, tiga wajah baru itu dikenal sebagai orang dekat Setya. Aburizal menyangkal tudingan bahwa penggantian itu atas permintaan Setya. "Ini untuk memperkuat saja," katanya.
Untuk menguasai mayoritas suara di Mahkamah, Setya juga mendekati anggota Mahkamah dari fraksi lain. Dia mengutus dua orang dekat sesama anggota DPR dari Fraksi Golkar. Keduanya, yang masing-masing tercatat sebagai anggota Komisi Perhubungan dan Komisi Pertanian DPR, mendapat tugas melobi beberapa anggota Mahkamah. Dua anggota Mahkamah, Junimart Girsang dan Sarifuddin Sudding, termasuk yang didekati. "Mereka sudah bertemu menyampaikan pesan Setya agar bisa dibantu," ujar seorang politikus Senayan.
Di atas kertas, koalisi oposisi, yang mendukung Setya, memiliki sembilan suara. Sedangkan koalisi pemerintah ditambah Fraksi Demokrat, yang ngotot Setya diberi sanksi tegas, memiliki delapan suara. Tapi selisih itu masih membuat Setya ketar-ketir.
Junimart membenarkan, ia pernah diminta membantu Setya oleh seorang politikus Senayan. "Tolonglah kawan itu. Dia kan enggak salah," kata politikus PDI Perjuangan ini menirukan permintaan sang politikus.
Sarifuddin juga mengakui ada yang menghubunginya dan meminta bertemu terkait dengan kasus Setya. Politikus Partai Hanura ini membenarkan, ia bertemu secara kebetulan dengan "orangnya Setya" di Plaza Senayan, Selasa pekan lalu. "Tapi tidak saya gubris soal-soal seperti itu, tidak etis," ujarnya.
Setya membantah bermanuver meyakinkan petinggi Golkar dan koalisi oposisi pemerintah agar mendukungnya di Mahkamah. Ia juga menyatakan tidak pernah mengutus orang untuk melobi anggota Mahkamah lain. "Kita tunggu saja Mahkamah Kehormatan Dewan bekerja, Saya lillahi ta'ala."
SEJAK Mahkamah Kehormatan Dewan memulai persidangan, Setya memilih menyepi di ruang kerjanya. Rapat Badan Musyawarah untuk menentukan sidang paripurna penentuan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak dan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi pun tertunda. Politikus NasDem, Teuku Taufiqulhadi, termasuk yang memprotes keras soal ini. "Bamus batal karena pimpinan Dewan yang harus memimpin rapat Bamus tidak mau keluar dari ruang kerjanya karena stres dengan hasil MKD," ujarnya.
Setya memang mengalami kekalahan beruntun di sidang Mahkamah sepanjang pekan lalu. Kekalahan paling telak dialaminya ketika Mahkamah memutuskan sidang tetap dilanjutkan dan rekaman diperdengarkan secara terbuka. Ketika voting penentuan keberlanjutan sidang, dari 17 suara di Mahkamah, Setya hanya mengantongi 6 dukungan suara: 3 dari Golkar, 2 dari Gerindra, dan 1 dari PPP. Saat voting untuk mendengarkan rekaman terbuka, dukungan ke Setya melorot tinggal 4 suara.
Padahal, menurut seorang petinggi Golkar, selama tiga hari sidang Mahkamah, sejak Selasa sampai Kamis, Setya selalu memantau jalannya sidang dan mengatur strategi dengan timnya di ruang kerja Ketua DPR di lantai 3. Bahkan, kata dia, setiap hari ada tim luar yang bekerja di lantai 23 gedung Equity, Jakarta, untuk memberi amunisi bagi anggota-anggota Mahkamah di kubu mereka. "Ini pukulan telak bagi dia. Para pendukungnya sudah balik kanan, karena membela Setya akan mencoreng citra partai," ujarnya. Anggota Mahkamah dari Golkar, Kahar Muzakir, memilih tutup mulut saat ditanyai soal ini.
Sidang Mahkamah yang paling menyedot perhatian digelar Rabu pekan lalu. Sudirman sebagai pihak pelapor dimintai keterangan Mahkamah. Dalam sidang itu, Sudirman juga menyerahkan rekaman versi lengkap berdurasi 1 jam 20 menit. Rekaman itu kemudian diputar di sidang tersebut—setelah voting.
Di persidangan Mahkamah, Sudirman mengaku beberapa kali membahas soal isi rekaman dengan Presiden dan Wakil Presiden. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengakui soal ini dan meminta kasus itu diusut tuntas Mahkamah. "Begitu beraninya. Ini skandal terbesar," kata Kalla.
Sehari setelah Sudirman, giliran Maroef dimintai keterangan Mahkamah. Selain menyampaikan alasan perekaman, Maroef mengungkap soal Setya yang aktif mengajak bertemu. Pada pertemuan pertama di gedung Dewan, Maroef menyampaikan, ia hanya bertemu dengan Setya. Saat pertemuan kedua, ia menyebutkan Setya mulai mengajak Riza. Karena mencium gelagat tidak beres, Maroef merekam percakapan di pertemuan ketiga. Pertemuan kedua dan ketiga digelar di hotel yang sama. "Ketua DPR bersama Riza menyampaikan kepada saya untuk mendapatkan saham (Freeport) 20 persen," ujar Maroef.
Bersamaan dengan Maroef, Mahkamah menjadwalkan pemeriksaan Riza. Namun, kepada Mahkamah, Riza menyatakan tidak bisa memenuhi panggilan karena sedang di luar negeri. Pemeriksaannya dijadwalkan kembali pekan ini. Menurut jadwal sidang, Setya Novanto seharusnya diperiksa Senin ini, tapi dibatalkan dengan dalih menyelesaikan pemeriksaan pelapor dan saksi. Belum jelas, kapan Mahkamah memeriksa Setya.
Setya tidak membantah membentuk tim dan memantau sidang Mahkamah secara khusus. Sebagai Ketua DPR, dia mengaku sibuk menerima tamu di ruang kerjanya sepanjang pekan lalu. "Tamunya bergantian," katanya.
SELAIN di Senayan, bola panas rekaman "Papa Minta Saham" bergulir di Kejaksaan Agung. Ditemani Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyambangi rumah dinas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said di Jalan Brawijaya Nomor 8, Kebayoran Baru, Jakarta, Senin pekan lalu. Dua petinggi Kejaksaan itu datang untuk meminta rekaman percakapan Setya dan Riza dengan Maroef. "Rekaman itu lalu diputar di rumah Jaksa Agung," kata seorang petinggi Kejaksaan.
Prasetyo membenarkan kabar bahwa ia sudah mendengarkan rekaman itu. Tapi dia tidak menjelaskan kapan dan di mana mendengarkan rekaman tersebut. "Itu petunjuk awal," ujarnya.
Sebelumnya, Prasetyo mengaku sudah jauh-jauh hari meminta rekaman itu kepada Sudirman. Arminsyah hanya tertawa ketika dimintai konfirmasi ihwal pertemuan di rumah dinas Menteri Energi itu. Sedangkan menurut Sudirman, "Jaksa Agung tidak pernah ke rumah saya."
Menurut petinggi Kejaksaan tadi, malam itu, setelah mendengarkan rekaman utuh, Prasetyo langsung memerintahkan Arminsyah dan Jaksa Agung Muda Intelijen Adi Toegarisman mendalami dugaan korupsi permufakatan jahat pertemuan Setya dengan petinggi Freeport tersebut.
Dua hari kemudian, Kejaksaan memeriksa Maroef Sjamsoeddin secara maraton sampai Kamis pagi. Dalam pemeriksaan itu, Kejaksaan juga menyita telepon seluler Maroef yang dipakai buat merekam percakapan dengan Setya. "Ini untuk kepentingan penyelidikan," ujar Prasetyo. Setelah menjalani sidang di Mahkamah, Kamis malam pekan lalu, Maroef kembali mendatangi Kejaksaan untuk meneken berita acara pemeriksaan.
Seorang pejabat pemerintahan mengatakan pengusutan dugaan pidana kasus rekaman Setya ini sudah jauh-jauh hari dibahas Presiden Jokowi dan Prasetyo. Jokowi marah dan terus menghitung kemungkinan itu. Lampu hijau diberikan Jokowi setelah Prasetyo memberikan analisis tentang kemungkinan mengenakan pasal permufakatan jahat dalam kasus pertemuan Setya. Ia kemudian meminta Sudirman menyerahkan rekaman itu kepada Prasetyo. "Akhir November, Prasetyo lalu mengontak Sudirman," ujarnya.
Prasetyo tidak mau menanggapi soal komunikasinya dengan Jokowi tentang kasus Setya. Adapun Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengaku tidak tahu soal itu.
Sudirman juga memilih tidak banyak berkomentar. Tapi, saat memberi keterangan di persidangan Mahkamah Kehormatan, dia mengatakan Jokowi marah besar ketika mendapat laporan rekaman itu. Saking marahnya, Presiden bahkan sampai menggebrak meja. "Ora sudi, enak saja jual-jual nama," kata Sudirman menirukan Jokowi.
Anton Aprianto, Arif Zulkifli, Prihandoko, Itsman M.P., Reza Aditya, Yohanes Paskalis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo