Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sang Jenderal di Pusaran Perkara

Luhut Binsar Pandjaitan disebut punya posisi kuat terhadap Presiden Jokowi. Berinteraksi dengan Freeport sejak dulu.

7 Desember 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA peristiwa di tiga tempat berjarak ribuan kilometer yang memperlihatkan Luhut Binsar Pandjaitan selalu menempel Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dua tokoh penting pendamping Presiden Joko Widodo ini sama-sama hadir dalam pembukaan Musyawarah Besar Masyarakat Maluku di Gedung Islamic Center Ambon, Rabu dua pekan lalu. Jusuf Kalla membuka musyawarah, sedangkan Luhut jadi pembicara.

Dari Ambon, Luhut bertolak ke Bali dan langsung menuju Hotel Four Seasons di Nusa Dua. Di sana Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia menjamu Luhut makan malam. Menjelang larut malam, Luhut bergerak menuju Hotel Westin Nusa Dua untuk menginap. Kebetulan Wakil Presiden Jusuf Kalla bermalam di hotel mewah tersebut. Paginya, Luhut dan Jusuf Kalla kembali bertemu dalam Konferensi Minyak Sawit Indonesia di Nusa Dua Convention Centre.

Dari Bali, Luhut dan Jusuf Kalla terbang ke Yogyakarta untuk menghadiri Kongres Gerakan Pemuda Ansor di Sleman. Luhut mengatakan serangkaian pertemuannya dengan Jusuf Kalla itu bukan hal istimewa. "Saya enggak ada persoalan dengan Pak JK. Kami bicara biasa saja, enggak ada yang istimewa," kata Luhut kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Pernyataan Luhut berbeda dengan informasi yang disampaikan seorang pejabat yang selalu terlibat dalam kegiatan Jusuf Kalla. Ia menyatakan peristiwa itu sungguh unik di tengah hiruk-pikuk rekaman yang dikenal sebagai "Papa Minta Saham". "Luhut seperti sedang ingin mengambil hati Jusuf Kalla," kata salah satu orang dekat Wakil Presiden itu.

Selama berada di pemerintahan, Jusuf Kalla kerap berseberangan dengan Luhut. Ketika Presiden Jokowi mengangkat Luhut sebagai Kepala Staf Kepresidenan, Kalla sempat mengemukakan penolak­an. Saat itu dia berdalih wewenang yang dimiliki Luhut akan tumpang-tindih dengan para menteri.

Dalam rekaman berdurasi 1 jam 20 menit itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto yang ditemani pemain besar minyak Muhammad Riza Chalid bertemu dengan Presiden Direktur PT Free­port Indonesia Maroef Sjamsoeddin di Ritz-Carlton, Pacific Place, Jakarta, pada Juni lalu. Nama Luhut disebut 66 kali dalam rekaman tersebut.

Meski Luhut tidak bersama mereka dalam obrolan yang direkam itu, Setya meyakinkan Maroef tentang kuatnya pengaruh Luhut terhadap Jokowi. Setya menyatakan dekat dengan Luhut. Setya dan Riza meyakinkan Maroef, mereka bisa membantu perpanjangan kontrak Free­port yang habis pada 2021 melalui Luhut. Setya dan Riza juga mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla untuk meminta saham Freeport 20 persen. Selain itu, Setya meminta imbalan 49 persen saham pembangkit listrik tenaga air di Papua.

Obrolan dalam rekaman itu cocok dengan pengakuan Maroef di depan sidang hari kedua Mahkamah Kehormatan Dewan pada Kamis pekan lalu. Maroef ditanya oleh anggota Mahkamah, Akbar Faisal, "Apakah ada upaya percaloan dalam pertemuan itu." Maroef menjawab, "Saya perkirakan demikian."

Maroef melanjutkan bicaranya. "Menurut pemahaman saya, pihak lawan bicara saya berupaya meyakinkan saya bisa menegosiasikan lebih lanjut. Ada penjaminan dari Bapak Luhut," tutur Maroef. "Ada upaya meminta saham, 11 persen untuk Bapak Presiden, 9 persen untuk Wakil Presiden, dan juga bisnis PLTA," kata mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara ini.

Menanggapi perihal ini, Luhut menyatakan banyak orang yang berkepentingan dengan Freeport. Ada yang menginginkan proyek PLTA di Papua juga berjalan. Ia juga menyatakan Jokowi memang pernah menanyakan Freeport kepadanya. Namun dia menyangkal punya kepentingan apa pun di Freeport. "Karena nggak punya kepentingan, saya omong seenak perut," kata Luhut.

Sewaktu Luhut masih menjadi Kepala Kantor Staf Kepresidenan, bos Freeport, James Robert Moffett alias Jim Bob, pernah dua kali berkunjung ke kantor Luhut di Bina Graha, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta. Jim Bob juga pernah bertamu ke rumah pribadi Luhut di kawa­san Kuningan, Jakarta. Jim Bob melobi Luhut agar kontrak Freeport diperpanjang. Luhut mengaku bergeming dengan rayuan Jim Bob. "Saya bilang saya tidak ingin membicarakan perpanjangan kontrak," kata Luhut.

Luhut juga mengakui pertemuannya dengan Jim Bob tiga tahun lalu di San Diego, Amerika Serikat. "Iya, benar, ada pertemuan itu," katanya. Ia mengatakan pertemuan itu terjadi saat ia masih pengusaha. Pertemuan itu membahas divestasi Freeport yang hendak dilakukan Jim Bob. "Ada tiga perusahaan yang dia pilih. Salah satunya perusahaan saya," kata ­Luhut.

Dalam rekaman itu, Setya juga menyebut nama Darmawan Prasodjo atau Darmo, anak buah Luhut di Kantor Staf Presiden. Setya menyatakan ingat peristiwa Darmawan Prasodjo melakukan presentasi tentang Freeport di depan Presiden, awal tahun ini. Itulah sebabnya Setya meminta Riza merawat hubungan dengan Darmo. Menanggapi omongan Setya, Maroef menimpali, "Anu, the lobbyist."

Luhut menunjuk Darmo jadi Deputi I Kantor Staf Presiden yang membidangi monitoring dan evaluasi. Darmo meraih doktor bidang ekonomi terapan di Texas A&M University, kolaborasi dengan Duke University. Ia punya pengalaman sebagai ekonom energi internasional, ahli komersial dalam kontrak minyak dan gas, strategi minyak dan gas, serta pembicara dalam konferensi energi internasional.

Luhut mengaku menugasi Darmo membuat kajian tentang Freeport sehingga pemerintah bisa membuat kebijakan terbaik. Rekomendasinya, pemerintah tidak setuju bernegosiasi dengan Freeport pada 2015 ini. "Saya minta Pak Darmo mengkaji apa yang terbaik untuk langkah Presiden," kata Luhut.

Seseorang yang mengetahui kegiatan Darmo di Kantor Staf Presiden mengatakan Darmo banyak diminta membuat kajian yang sebagian di antaranya menyokong kepentingan bisnis Luhut. "Saya dengar Darmo sekarang senang karena tidak lagi jadi anak buah Luhut," ujarnya.

Luhut menyatakan tidak terlibat urusan Freeport. Ia juga menyatakan, selama menjadi pejabat negara, telah berjanji tidak lagi mengurus bisnis. "Saya tidak ada bisnis satu persen pun dengan siapa pun, dan itu janji pada diri dan istri saya," kata Luhut. "Selama saya menjadi pejabat negara, tidak akan saya melacurkan profesionalisme saya."

Darmo mengaku tidak mengetahui materi yang jadi pembicaraan para aktor yang ada dalam rekaman. "Tidak relevan bagi saya memberikan keterangan lebih lanjut," katanya.

Soal dugaan keterlibatan Luhut dalam kasus ini, Jusuf Kalla menyerahkannya ke Mahkamah. Ia yakin Mahkamah akan menindaklanjuti semua temuan. "Temuan Mahkamah nantinya bisa berimplikasi hukum," ujar Kalla.

Setya menyatakan tudingan ke dirinya tidak benar. Dia berdalih semua yang dilakukan itu demi kepentingan rakyat. Ia mengajak semua pihak menunggu hasil Mahkamah. "Nama baik saya sudah tercemarkan."

Sunudyantoro, Angelina Anjar Sawitri, Faiz Nashrillah, Indra Wijaya, Prihandoko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus