Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di suatu masa, sejarawan Muhamad Taufiqul Arifin, 49 tahun, pernah kondang sebagai pengamat militer. Kini menetap di Solo, Jawa Tengah, MT—sebutan akrabnya—mantan staf ahli Kepala Staf Angkatan Darat pada ak-hir pemerintahan Soeharto itu lebih tersohor sebagai pe-ngamat keris. Dia memburu keris dengan kejelian se-orang kolektor sejati. ”Museum” pribadinya dihiasi lebih dari 500 bilah koleksi.
Dia bahkan menyediakan kamar berukuran 2,5 x 5 meter yang semerbak oleh aroma dupa untuk benda klangenannya itu. Semua koleksi ditata rapi, berjejer bak susunan wayang kulit. Di salah satu pojok ada keris-keris berbalut kain putih atau batik yang menandakan keistimewaannya.
M.T. Arifin memanfaatkan kemampuan akademisnya untuk meneliti sejarah, budaya, dan perdagangan keris. Ia mengaduk-aduk kitab kuno macam Serat Pustakapraja Purwa yang ditulis oleh Prabu Jayabaya pada abad ke-12. Dia bergaul de-ngan penjaja keris di Pasar Alun-alun Lor, Solo. Hasilnya? Sebuah buku setebal 350 halaman yang siap cetak. ”Keris sudah di-perjualbelikan secara terbuka di Kotagede pada zaman pemerintahan Sultan Agung,” katanya.
Koresponden Tempo di Solo, Imron Rosyid, mewawancarai M.T. Arifin beberapa waktu lalu. Berikut ini petikannya.
Bagaimana penyebaran keris berdasarkan peneli-ti-an- Anda?
Dari bukti historis, keris sudah diperjualbelikan di Kotagede (Yogyakarta) sejak masa pemerintahan Sultan Agung. Keris menjadi senjata penting dan umum, serta dipakai semua kelas untuk kelengkapan busana. Hal ini mendorong proses jual-beli keris di masyarakat. Keraton Yogyakarta pun pernah membeli keris dari pihak lain.
Dalam konteks masa sekarang, bagaimana jual-beli itu terjadi?
Di kalangan kelas menengah, keris menjadi bagi-an- dari gaya hidup, diperlakukan sebagai pusaka. Ada keris yang dianggap punya kekuatan tuah. Pada taraf tertentu, ada yang menganggapnya sebagai barang langka dan mewah sehingga menjadi kebutuhan sekunder.
Seperti apa jalur perdagangan keris yang Anda -ketahui?
Semua ada jaringannya. Ada yang mencari ke -pa-sar, ada jaringan yang membawanya sampai ke Brunei, ada yang ke Malaysia, Singapura, dan Amerika Serikat.
Bagaimana jaringan itu terbentuk?
Di Brunei dan Malaysia, keris merupakan pusaka le-luhur. Mereka percaya pusaka yang baik berasal da-ri Majapahit. Ini menciptakan pasar. Jaringan pemasok umumnya berasal dari Solo atau Yogya. Dari Solo ke Jakarta, lalu dibawa keluar negeri. Kalau di-buat bagan jaringan, Pasar Alun-alun Lor (Solo) me-rupakan pusat dalam perdagangan keris. Pasar ini punya keterkaitan dengan Keraton Kasunan yang dianggap simbol dari pusat keetnikan Jawa. Penjualnya abdi dalem keraton.
Benarkah banyak keris pusaka keraton yang dicuri?
Saya mendengar isu keris pusaka utama keraton ber-edar di luar, tapi melihat secara langsung belum pernah. Yang dimaksud- keris keraton itu dalam arti institusi atau orang keraton? Banyak ke-ris orang dalam keraton dijual, tapi bukan keris milik keraton. Hal ini menyangkut kepercayaan masyarakat terhadap keris kera-ton yang memiliki keampuhan dan sejarah.
Seberapa luas jaringan penjual-an keris yang Anda ketahui?
Setiap pedagang punya hubung-an dengan pengepul keris kuno di daerah, jaringan peminat keris, tempat produksi, serta jaring-an keris baru. Mereka tumbuh dalam suatu komunitas khusus. Pada 1931, saya mencatat ada 31 pedagang keris yang menetap.
Di Pasar Alun-alun Lor ada bakul (penjual) gede dan bakul biasa. Dulu ada orang bernama Koh Bin. Na-ma lengkapnya Bintara. Dia pedagang gede yang hampir menguasai sebagian jaringan pasar keris di Alun-alun Utara. Jaringannya internasional sehingga ia disebut sebagai Raja Keris ing Alun-alun Lor.
Dari mana pedagang mendapatkan keris, keris ku-no yang umumnya langka?
Dari jaringan pengepul yang mereka bentuk di dae-rah. Pengepul datang ke satu daerah untuk mencari orang yang akan menjual keris. Kadang pedagang turun sendiri ke lapangan.
Siapa pejabat yang suka mengoleksi keris?
Rahasia. Hampir semua pejabat berburu keris. Saya sering ketemu beberapa jenderal di pasar keris Alun-alun Lor. Mereka kaget bertemu saya. Politisi dan pejabat juga banyak yang buru keris.
Bagaimana pejabat memperoleh keris?
Di Yogya ada jaringan khusus untuk mencarikan keris bagi pejabat. Saat ini ada empat jaringan utama pemburu keris yang menguasai perdagangan keris di Jakarta. Keempat jaringan ini juga melibatkan kiai atau tokoh sakti dari Ujungkulon, Banten, Jakarta, dan Indramayu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo