Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ANIES Baswedan membentangkan dua lembar kertas nukilan data anggaran Provinsi DKI Jakarta tahun 2017. Kedua kertas itu memuat informasi tentang angka belanja untuk penghapus papan tulis bagi lebih dari 600 ribu siswa sekolah di Jakarta selama 12 bulan. Nilainya mencapai Rp 53 miliar. “Apakah di ujung benar kami belanja itu? Tidak. Dalam kenyataannya, itu adalah honorarium pegawai,” katanya kepada Tempo sambil bergantian menunjuk angka-angka pada kedua kertas itu, Jumat, 8 November lalu.
Gubernur DKI Jakarta ini mencontohkan bagaimana sistem penganggaran elektronik atau e-budgeting Jakarta memiliki celah kelemahan. Ia mengatakan, ketika Rp 53 miliar itu ditetapkan sebagai rencana anggaran untuk Bantuan Operasional Pendidikan, sebenarnya entri data penggunaannya belum ada di katalog. Akhirnya, petugas yang meng-input data itu menggantinya dengan penghapus papan tulis. “Yang penting angka Rp 53 miliar terpenuhi. Nanti, seusai pembahasan, diisi yang sesungguhnya,” ujar Anies.
Rancangan anggaran DKI Jakarta 2020 memicu polemik setelah William Aditya Sarana, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia, mengungkap plafon pembelian lem Aica-Aibon sebesar Rp 82,8 miliar di Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat beberapa waktu lalu. Legislator dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ima Mahdiah, juga mengungkap puluhan item mata anggaran janggal lain, dari alat tulis kantor hingga perlengkapan olahraga, dengan nilai hampir Rp 2,5 triliun.
Buntut dari beredarnya informasi tentang anggaran janggal yang menghebohkan itu, Anies berjibaku memberikan penjelasan kepada publik. Salah satunya soal sistem penganggaran digital yang, menurut dia, belum optimal. “Saya ini took the bullet atas sebuah sistem yang sudah terjadi bertahun-tahun. Tapi yang dimarahi (publik) kan gubernur sekarang,” kata Anies, yang menjabat gubernur sejak 2017.
Kepada wartawan Tempo, Mahardika Satria Hadi, Wayan Agus Purnomo, Aisha Shaidra, Hussein Abri Dongoran, dan Gangsar Parikesit, Anies menceritakan penyebab kekisruhan rancangan anggaran DKI Jakarta. Dalam perbincangan selama satu jam di Balai Kota Jakarta, bapak empat anak ini juga menjelaskan persiapan Jakarta selaku tuan rumah balap mobil listrik Formula E tahun depan, dana hibah untuk guru dan pendidik anak usia dini, serta kandidat Wakil Gubernur Jakarta.
Anggaran janggal kembali ditemukan. Bagaimana Anda melihat efektivitas sistem e-budgeting?
Yang menjadi concern adalah sistem yang kami miliki saat ini tidak cukup pintar. Dia digital, tapi tidak melakukan proses verifikasi, proses validasi atas semua data yang dimasukkan. Sehingga, saat fase perencanaan, muncul komponen-komponen yang belum tentu relevan pada saat menetapkan anggaran.
Sejak kapan item janggal itu ditemukan?
Sesungguhnya kami sudah menemukan problem ini sejak dulu. Ketika kami temukan, kami koreksi. Setelah disisir, ketemu, kenyataannya barangnya tidak jadi. Dari dulu juga enggak pernah jadi. Cuma kan begini, saya sampaikan jangan memasukkan satu-dua barang untuk mengklaim semua.
Ada temuan yang sama pada tahun sebelumnya?
Ya, setiap tahun. Justru itulah cerita yang selama ini ada, kan? Prosesnya disisir. Sistem digital disisir, ya seperti menulis pakai Microsoft Word terus koreksinya tetap manual, bukan pakai AutoCorrect. Padahal kan pakai Microsoft Word supaya dapat menggunakan Word Count, correction, dan lainnya. Penyisiran manual seharusnya dilakukan pada saat memasukkan item. Misalnya, belanja lem Aica-Aibon per anak dapat 10 kilogram, lalu angkanya Rp 82 miliar. Seharusnya bertanya ulang dong ketika melihat itu. Karena nampak tidak masuk di akal, seharusnya dikoreksi.
Apakah ini murni kesalahan sistem?
Jadi memang ini ada masalah orang. Orang yang tidak mengerjakan dengan benar. Tidak benarnya karena apa? Motifnya tak bisa dibedakan. Harus diakui ada yang salah di sini. Kenapa kesalahan bisa terjadi? Ada sistem yang longgar. Harus diperbaiki keduanya. Jadi orang harus dipaksa mengisi dengan benar.
Seberapa besar kemungkinan kesalahan akibat kelalaian atau niat buruk pihak yang memasukkan data?
Kalau melihat dari soal niat, kami tidak tahu. Kalau dari sisi jumlah, angkanya tidak banyak. Tapi, kalau yang niat baik, niat buruk, sistemnya tidak bisa mendeteksi itu.
Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sebenarnya tinggal mengacu pada kegiatan tahun lalu.
Persis. Masalahnya, kita itu selalu restart, mulai dari nol. Dan yang menjadi problem juga, ketika itu dikoreksi, data lamanya hilang.
Bukannya ada di bagian monitoring dan evaluasi yang menjadi basis kegiatan reguler?
Enggak begitu. Misalnya sekarang kita ingin tahu yang memasukkan angka Rp 82 miliar untuk lem Aibon itu siapa. Lalu, setelah itu kita ganti jadi Rp 0, maka yang mengisi pertama kali datanya terhapus.
Jejaknya tidak bisa dilacak?
Tidak bisa. Sistemnya ya begitu. Kami bukan mempertahankan sistem, ini faktanya. Karena itulah nanti ke depan harus ada track changes. Jadi siapa pun yang mengusulkan program terdeteksi. Sistem yang sebelumnya berlaku sampai 2015, Sistem Informasi Perencanaan, justru tercatat. Tapi, setelah menggunakan e-budgeting yang sekarang, komponen itu hilang. Jadi orang bisa menitip program tanpa tercatat.
Penyisiran manual seharusnya dilakukan pada saat memasukkan item. Misalnya, belanja lem Aica-Aibon per anak dapat 10 kilogram, lalu angkanya Rp 82 miliar. Seharusnya bertanya ulang dong ketika melihat itu. Karena nampak tidak masuk di akal, seharusnya dikoreksi.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan lainnya bukannya bisa mengecek?
Iya, mengecek yang final, versi terakhir. Dan memang sesudah dimasukkan, dikunci. Ketika mengisi baru lagi, yang dikoreksi akan baru lagi, berbeda dengan yang saat ini.
Bukankah e-budgeting dibuat agar SKPD mengetahui detail komponen penyusun anggaran kegiatan sehingga tidak asal mengusulkan pagu anggaran?
Justru enggak ada perencanaan. Nah, itu problemnya. Itulah sebabnya kenapa kita membutuhkan perencanaan, yang terdiri atas tiga unsur, yaitu musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang), rencana strategis yang sudah ditetapkan sebagai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan rencana yang dikerjakan dinas. Dari ketiga itu, baru masuk ke penganggaran. Yang terjadi dengan sistem yang kami miliki sekarang, komponen perencanaannya tidak ada. Itu yang diserahkan kepada SKPD.
Bagaimana Anda memastikan anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) tidak bermain mata dengan SKPD?
Dilakukan pertemuan rutin mingguan untuk memastikan program-program berjalan. Itu sebabnya, nanti dalam pengaturan sistem baru harus diketahui siapa pengusul program dan kegiatan. Misalnya, ada orang yang memasukkan program pembangunan trotoar, maka jelas pengusulnya dinas apa, suku dinas apa, kalau dari anggota DPRD dari fraksi apa, dalam rapat kapan. Jadi apa yang direncanakan ada trace datanya. Sekarang kan kita tidak tahu. Ada rencana, tapi kita tidak tahu siapa yang mengusulkan, prosesnya kapan kita tidak tahu. Ini yang harus kita sempurnakan. Dengan cara begitu, kita bisa mengetahui proses, dari sana kita akan tahu ini good-intentioned atau ill-intentioned.
Tidak bisa ditelusuri secara manual?
Dengan 50-an ribu item, pasti akan memakan waktu. Dengan cara baru akan lebih mudah. Berapa dari musrenbang langsung tahu, berapa dari SKPD atau reses. Otomatis. Itu gunanya sistem yang kuat.
Bagaimana penyempurnaan e-budgeting dapat mengantisipasi pihak-pihak yang menekan SKPD untuk memasukkan pengadaan tertentu?
Prosesnya dibuat terbuka. Kalau mau menitipkan program, harus ada catatan dan informasinya. Misalnya ada anggota Dewan menitipkan program perbaikan fasilitas mandi-cuci-kakus, ya tidak boleh dilarang. Itu kan menjadi kebutuhan publik di daerah tertentu. Kalau ada catatannya, maka kami dengan mudah meminta pertanggungjawabannya. Dan kalau yang diminta aneh-aneh, catatannya juga ada, sehingga bisa dimintai pertanggungjawaban.
Ada anggota Fraksi PDIP yang menemukan masih ada anggaran janggal dengan nilai jumbo. Tanggapan Anda?
Ya, dibahas saja di dalam rapat, jangan sampai ada yang janggal.
Anggota TGUPP dianggap tidak cukup efektif menyisir anggaran.
Tunjukkan angkanya, lalu dibahas. Karena banyak retorika di sini. Misalnya Formula E perlu angka Rp 300-an miliar. Ada yang bilang itu janggal atau tidak janggal, ya boleh saja. Itu kan pelabelan. Diskusikan saja faktanya. Saya tidak akan defensif. Ini adalah uang dari rakyat, silakan dibahas. Bahwa dalam membahas itu sambil menyalahkan sana-sini, itu juga haknya mereka. Kami mau bereskan ini. Banyak yang meradang ketika saya bicara sistem, karena kesannya jadi politis.
Maksudnya di lingkup internal pemerintah provinsi?
Enggak, ramai di percakapan publik. Padahal yang namanya sistem, upgrade adalah hal normal. Itulah kenapa saya selama ini enggak pernah ngomong sistem.
Atau karena Anda dianggap menyinggung sistem yang dibuat gubernur sebelumnya?
Persis. Kenapa saya harus menyampaikan sekarang, karena ditemukan ada masalah yang diumumkan kepada publik. Karena itu, saya harus menyampaikan kepada publik apa yang terjadi. Apakah baru ditemukan sekarang, kan tidak. Kami sudah menemukannya sebelumnya. Kalau saya berencana hanya untuk menyalahkan, saya bisa go public dan mengatakan ini bermasalah sejak tahun lalu. Tapi enggak tuh. Saya mau menunjukkan bahwa saya tidak punya intensi menjadikan ini sebagai persoalan politik.
Anda melihat kritik terhadap koreksi e-budgeting sebagai upaya politik dari pihak lain?
Itu bukan urusan saya. Itu hak mereka. Urusan saya adalah memastikan tata kelola di pemerintah provinsi berjalan dengan baik dan, begitu ada masalah, saya tidak melakukan pembiaran. Saya melakukan langkah koreksi. Itu yang saya bisa pertanggungjawabkan kepada publik.
Apa solusinya agar insiden anggaran janggal tak terulang?
Kami menyiapkan pemutakhiran sistem, bukan mau dihilangkan. Lha wong kita saja pakai aplikasi terbiasa dengan pembaruan perangkat lunak supaya lebih baik.
Apakah sistem yang baru bisa menjamin tidak terjadi kesalahan serupa?
Seperti ketika Anda upgrade sistem, apakah langsung sempurna? Pasti tidak. Ketika menemukan ini tahun lalu, saya bilang ini tidak benar. Tapi apakah ini sebuah pencurian? Kami tidak tahu. Itu yang saya katakan tadi, apakah ini karena malas atau di sistemnya memang tidak ada atau karena ada niat buruk.
Bagaimana mekanisme hukuman untuk birokrat-birokrat yang dianggap lalai dalam kasus anggaran?
Itu lagi diperiksa. Semua yang menyimpang dilihat, di mana lalainya dan diberi sanksi sesuai dengan aturannya.
Sudah berjalan?
Lagi jalan.
Ada berapa orang?
Nanti saya cek. Diperiksain satu-satu.
Formula E menjadi sasaran kritik karena tidak masuk RPJMD. Tanggapan Anda?
Sama seperti ketika dapat Asian Games kemarin, enggak ada dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional). Kemudian ada peluang, diambil, karena baik untuk Indonesia.
Persiapan penyelenggaraannya juga dinilai menghabiskan anggaran terlalu besar saat anggaran DKI Jakarta defisit.
Kami menyiapkan Formula E itu dengan niat menggerakkan perekonomian. Pelemahan perekonomian itu membutuhkan modal untuk bisa digerakkan. Jangan karena perekonomian melemah, anggaran menurun, terus tidak melakukan rangsangan ekonomi.
Anies Baswedan saat memaparkan hasil kerja selama dua tahun pemerintahannya di Balai Kota Jakarta, 15 Oktober 2019. TEMPO/Muhammad Hidayat
Soal dana hibah, di era Anda jumlahnya makin meningkat. Apa pertimbangannya?
Bukan hanya dana hibah, tapi kami mendorong pengadaan swakelola tipe 3 dan 4. Dengan pengelolaan tipe 3 dan 4 itu, masyarakat terlibat langsung dalam proses pembangunan. Anggaran pemerintah diberikan langsung kepada masyarakat, lalu masyarakat mengelolanya. DKI Jakarta adalah provinsi pertama dan satu-satunya yang menerapkan ini. Dengan cara ini, masyarakat ikut membangun dan terlibat, tidak hanya menonton.
Bagaimana meminimalkan potensi penyimpangan dana hibah?
Itu tantangannya. DKI Jakarta yang pertama, karena itu kami termasuk yang sedang belajar bagaimana memastikan tak ada penyimpangan. Namanya uang itu selalu ada potensi penyimpangan. Sekarang dengan inspektorat, dan yang lain sedang belajar. Skalanya akan kami besarkan.
Jumlah dana hibah untuk Persatuan Guru Republik Indonesia dan Himpunan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini meningkat terus. Apakah karena mereka selama ini kurang diperhatikan?
Kalau itu sih undang-undangnya harus kita dorong sehingga pendidik anak usia dini bisa berstatus guru. Dengan status guru, dia akan mendapat Tunjangan Kinerja Dinamis seperti yang lain. Ini bukan soal mau-tidak mau, tapi soal landasan hukumnya dia bukan guru.
Beberapa organisasi kemasyarakatan yang mendukung Anda dalam pemilihan kepala daerah lalu mendapat dana hibah.
Semua ormas silakan mengajukan, ada proses seleksinya.
Dengan segala persoalan saat ini, Anda bisa menanganinya tanpa wakil gubernur?
Terutama pada kegiatan seremonial. Jika ada acara yang bersamaan, saya repot saja. Misalnya, Presiden pergi, kami harus mengantar ke bandar udara. Pada saat bersamaan DPRD sidang paripurna. Badannya satu, dua-duanya wajib hadir.
Apa solusi yang diambil?
Kalau seperti itu, saya kirim deputi. Saya kontak sekretariat dan mereka memaklumi, kemudian dikirim deputi (mengantarkan Presiden). Karena itu kan lebih seremonial.
Prabowo Subianto menyetujui Partai Gerindra yang meminta jatah wakil gubernur.
Selalu saya katakan, saya ini akan lurus pada apa yang menjadi kewenangan dan tanggung jawab saya. Itu yang saya urus. Wakil gubernur adalah ranahnya partai politik untuk mencalonkan. Prosesnya ada di partai politik. Lha wong saya urusannya banyak ini.
ANIES RASYID BASWEDAN
Tempat dan tanggal lahir: Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969
Pendidikan: Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (1995), Master International Security and Economic Policy dari University of Maryland, Amerika Serikat (1999), Doktor dari Northern Illinois University, Amerika Serikat (2005)
Karier: Gubernur DKI Jakarta (2017-sekarang), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (2014-2016), Rektor Universitas Paramadina (2007-2015), Ketua Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (2013), pendiri Indonesia Mengajar (2010)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo