Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bara di Bawah Peninsula

Meski di permukaan tampak tenang, gerilya mendongkel Akbar Tandjung dari pucuk Golkar terus berlangsung. Suara pengurus daerah tak lagi solid.

8 September 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SERATUSAN anggota Angkatan Muda Partai Golkar yang berpakaian loreng ala militer bersiaga di lorong Ruang Merica, Hotel Peninsula, Jakarta. Jumat pekan lalu, mereka menjaga ketat sebuah pertemuan penting yang tengah berlangsung di situ: rapat konsultasi pimpinan pusat Partai Beringin dengan jajaran pengurus provinsi. Agendanya, apa lagi kalau bukan mengantisipasi vonis bersalah yang baru dijatuhkan majelis hakim pada Akbar Tandjung, sang ketua umum. Tiba-tiba saja pasukan sipil itu berdiri tegak. Rupanya ”jenderal” mereka, Akbar, melintas keluar ruangan menuju toilet. Si komandan pun memekik, ”Hormat, grak!” Malam itu tak cuma salut ala militer yang didapat Akbar. Pada rapat itu, seperti diduga banyak kalangan, sang terpidana juga kembali beroleh sumpah setia. Ada dua butir isinya: sepakat mempertahankan Akbar sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat hingga ada putusan tetap, dan mempersilakannya tetap duduk di kursi ketua umum partai hingga 2004. Pendek kata, sekalipun masuk bui, Akbar tetap disokong untuk memimpin partai dari balik jeruji. Ini ikrar heroik babak kedua yang pernah ditelurkan untuk Akbar. Yang pertama berlangsung Februari lalu setelah ia ditetapkan sebagai tersangka. Jadi, kata Wakil Sekretaris Jenderal Rully Chairul Azwar, Golkar masih solid dan ”rapat pun berlangsung adem ayem”. Benarkah? Kisah sebaliknya diungkapkan sumber TEMPO yang juga hadir dalam forum itu. Sesungguhnya rapat Peninsula menyimpan bara. Pertemuan berlangsung tegang. Pada jamuan makan malam, ketidakakuran para ketua tak bisa ditutup-tutupi. Mereka mencari tempat sendiri-sendiri, tak lagi satu meja dan bersenda-gurau seperti biasanya. Ketegangan terus bersambung saat pengurus daerah menyampaikan sikap. Hanya 21 provinsi yang bersumpah setia. Padahal pada rapat terdahulu hampir semua wilayah bulat menelurkan sokongan. Sembilan pimpinan daerah, antara lain dari Sulawesi Selatan, Riau, dan Bengkulu, memilih tak bersikap. Sulawesi Selatan berdalih mereka harus berkonsultasi dulu dengan jajarannya di daerah. Padahal, kata sumber tersebut, ”Mereka sebetulnya mau melawan, cuma tidak enak hati saja.” Suara yang berikrar setia pun diduga tak bulat. Banyak yang cuma merupakan pernyataan si ketua, sedangkan sekretarisnya memilih duduk diam. Umumnya itu juga belum dirapatkan bersama pengurus lainnya. Maklum, kata sumber ini, mereka rata-rata naik ke kursi ketua berkat sokongan Akbar. Jika Golkar terus digencet kiri-kanan, peta dukungan bukan tak mungkin akan berubah drastis. Apalagi, kata Marzuki Darusman, salah satu ketua, ikrar Peninsula tidaklah mengikat. Di Golkar, keputusan resmi hanya bisa diketuk dalam musyawarah pimpinan, musyawarah nasional, atau musyawarah nasional luar biasa. Lain dari itu tidak. Jadi, katanya lagi, ”Bisa saja sikap itu berubah pada rapat pimpinan Oktober nanti.” Golkar segera pecah? Bahaya itu disadari betul sejumlah pengurus. Itu sebabnya, buat kalangan ini, mereka memilih mengusulkan jalur aman. Caranya antara lain seperti yang diungkapkan salah seorang ketuanya, Fahmi Idris, ”Akbar tetap ketua umum, tapi dinonaktifkan sementara.” Kemudi Slipi, markas Golkar, lalu diambil alih sesuai dengan konvensi yang selama ini berlaku: jika ketua umum berhalangan, yang menjadi pelaksana harian adalah Agung Laksono, ketua bidang organisasi, keanggotaan, dan kaderisasi. Jalan ini dinilai kecil risikonya, tapi tetap sesuai dengan aturan partai. Agung tampaknya menyadari betul peluang ini. Belakangan ia rajin menumpuk dukungan. Sesepuh partai seperti Suhardiman, Harmoko, Try Sutrisno, dan tokoh-tokoh tua lain disebut-sebut telah memberi dukungan. Selain itu, kata se-orang kenalan dekat Agung, Ketua Kosgoro ini juga giat melobi koleganya di jajaran pimpinan pusat. Beberapa kali ia telah bertemu Fahmi Idris di Gedung Kodel, Jakarta. Fahmi, seorang tokoh Himpunan Mahasiswa Islam, punya pengaruh lumayan di Golkar. Meski belum terang-terangan, suara dari sejumlah pengurus daerah di Sumatera pun kabarnya telah dikantongi. Sehari sebelum rapat Peninsula, Agung mengontak beberapa pimpinan provinsi untuk meminta sokongan. Cuma, karena masih beroleh jawaban mengambang, Agung belum berani memilih posisi berhadap-hadapan langsung dengan Akbar. Agung membantah soal halo-halo ke daerah itu. Tapi soal pertemuan dengan Fahmi tak dibantahnya. Ia berkata diplomatis: ”Itu hal biasa, namanya juga membicarakan organisasi.” Apa pun namanya, langkah Agung membuat gusar barisan Akbar. Mahadi Sinambela, Ketua Golkar dan tangan kanan Akbar, keras menyangkal ada upaya mengusung nama Agung ke pucuk Beringin, ”Tidak ada itu. Buktinya kebulatan tekad dari para pengurus daerah.” Menurut sumber TEMPO, pertemuan Peninsula pun digelar salah satunya untuk membentengi gerilya Agung dan lawan politik Akbar lainnya. Kendati terus dibantah, kabar perebutan posisi nomor satu di Golkar terus beredar. Nama lain yang juga masuk bursa adalah Jusuf Kalla, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat sekaligus tokoh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang memiliki basis dukungan luas di kawasan timur. Seorang sumber tepercaya mengungkapkan sudah beberapa kali Jusuf melobi Akbar. Selain untuk merangkul suara pendukung Akbar, Jusuf juga ingin Akbar turun secara terhormat. Lobi-lobi untuk ini dilakukan melalui Hamid Awaluddin, pengurus Komisi Pemilihan Umum yang merupakan orang kepercayaannya. Pendekatan ke Fahmi juga telah diupayakan. Antara lain pada suatu sarapan pagi di rumah dinas Jusuf di Jalan Denpasar Raya, Jakarta. Sayang, Jusuf sulit dimintai penjelasan. Tapi, kepada TEMPO, Hamid membantah Jusuf berambisi menduduki jabatan itu, meski, katanya lagi, jika dihadapkan pada pilihan membiarkan atau menyelamatkan kapal Golkar tenggelam, ”Pak Jusuf tentu akan memilih menyelamatkannya.” Kandidat lain tentu saja Fahmi Idris sendiri. Repotnya, basis dukungan buat mantan Menteri Tenaga Kerja ini adalah jaringan alumni HMI yang umumnya justru merupakan loyalis Akbar. Itulah sebabnya, kata sumber TEMPO, ia lagi menggali jalur lain. Lewat menantunya, Poempi Hidayatullah, seorang aktivis lembaga swadya masyarakat, Fahmi memasukkan sejumlah aktivis ke Golkar melalui pintu Departemen Penelitian dan Pengembangan. Soal terakhir ini dikonfirmasi Fahmi. ”Partai kan membutuhkan orang pintar,” katanya. Tapi ia membantah hal itu merupakan bagian dari skenarionya menuju kursi ketua umum. ”Catat ini, saya tidak berminat menjadi ketua umum,” ia menegaskan Di luar itu, ada dinamika menarik lain. Sebuah faksi lain kini tengah merapatkan barisan. Mereka adalah eksponen Sekretariat Bersama Golkar, yang didirikan pada tahun 1964 dan merupakan cikal-bakal berdirinya Golkar. Di Sekber ’64—begitu kelompok ini disebut—bergabung para pentolan kelompok induk organisasi (dulu dikenal dengan sebutan ”Kino”) seperti Kosgoro, MKGR, Soksi, dan beberapa organisasi kepemudaan. Di era Akbar, kelompok ini tersingkir dari lingkaran inti Golkar yang didominasi kader HMI. Awal Juni lalu, misalnya, mereka telah menggelar pertemuan di Makassar, Sulawesi Selatan. Diberi label reuni, sumber TEMPO di barisan ini mengaku bahwa agenda utama pertemuan mereka adalah membahas kondisi Partai Beringin. Ahad kemarin mereka kembali bertemu di Cisarua, Bogor. Kali ini beberapa sesepuh seperti Suhardiman ikut hadir. Bahkan pengurus daerah yang merupakan kader Sekber ’64 ikut pula diboyong. ”Kami memang ingin come back,” katanya terang-terangan. Ketua Sekber ’64, Zainal Bintang, membantah tengah merancang ”kudeta” di Slipi, markas Golkar. Meski begitu, toh ia keras mengecam kebulatan tekad ala Peninsula. Soalnya, ini kata Zainal, membabi buta mempertahankan Akbar yang telah berstatus terhukum cuma akan membuat Golkar kian babak-belur. Wenseslaus Manggut, Fajar W.H, Tjandra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus