Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dilibatkan oleh pemerintah untuk meneliti penyebab stunting atau kekerdilan dengan cara melakukan uji mikro nutrisi dan lingkungan ke daerah yang mengalami kasus tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pada 2019 digagas oleh LIPI dan Kementerian Pertanian tentang penelitian kekerdilan. Itu program nasional, bagaimana masing-masing instansi mempunyai andil. Batan mempunyai andil dalam bentuk analisisnya (mikro nutrisi dan lingkungan)," kata Plt Kepala Batan, Efrizon Umar, saat menggelar diskusi dengan wartawan, di Kota Bandung, Minggu, 10 Februari 2019.
Ia mengatakan, dalam waktu dekat ini Batan akan melakukan diskusi kelompok terarah dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian terkait penelitian kekerdilan ini.
"Jadi ini kan sebenarnya stakeholder utamanya ialah Kementan dan Kemenkes. Makanya dalam waktu dekat kita akan mengadakan FDG dengan Kemenkes apa target utamanya, Batan akan bertanya bagaimana kami akan berperan," kata Efrizon.
Presiden Jokowi saat membuka rapat kerja kesehatan pada 12 Februari 2019 di tangerang, mengatakan, 37 persen atau 9 juta balita Indonesia mengalami stunting pada 2014. Angkanya kini sudah turun menjadi 30 persen, tapi ia minta agar terus diturunkan.
Kepala Pusat Sains Teknologi Nuklir Terapan (PSTNT) Batan, Jupiter Sitorus Pane mengemukakan, pihaknya akan melakukan penelitian tentang penyebab kekerdilan di Indonesia dari berbagai aspek.
"Jadi sebetulnya kekerdilan itu disebabkan oleh apa. Apakah kekerdilan itu karena genetik, apakah karena faktor makanan yang masuk atau kurang gizi atau karena faktor lingkungan," katanya.
Dari berbagai aspek ini Batan akan melihat dan mengamati dari mikronutrisibda dan kondisi lingkungan di daerah-daerah yang mengalami kekerdilan.
Oleh karena itu, lanjut Jupiter, pihaknya telah mengirimkan tim khusus ke Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk mengambil contoh makanan warga terkait penelitian penyebab kekerdilan tersebut.
Dia mengatakan, ada sekitar 400 contoh makanan yang dimakan warga di daerah NTT untuk diteliti lebih lanjut.
"Nah dengan teknologi analisis nuklir ini kita bisa melihat unsur-unsur itu lebih jauh, lebih detail sehingga ada unsur-unsur yang tadinya berpengaruh terhadap stunting itu mungkin akan terlihat nantinya," katanya.
Nantinya, kata dia, peniliti Batan akan membuat hipotesis sementara dari hasil penelitian tersebut. "Harapan kita, peneliti membuat hipotesisnya. Unsur-unsur ini kemungkinan penyebab stunting," ujar Jupiter.